Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

432 Tahun Lalu Italia Juga Lockdown dan Social Distancing, Ini Kisahnya...

Kompas.com - 12/01/2021, 21:39 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

ALGHERO, KOMPAS.com - Pelaut malang itu diperkirakan sudah tiba di Marseille setelah melintasi Laut Mediterania dalam rute sejauh 447 kilometer. Wabah pes sudah berkecamuk di Marseille selama setahun. Pelaut itu tampaknya juga terjangkit wabah itu.

Pelaut itu mengigau. Bagian selangkangannya membengkak. Ini adalah gejala khas penanda penyakit yang dikenal sebagai sebutan pes bubo.

Namun entah bagaimana, pelaut itu berhasil melewati pengawas wabah yang disebut Morbers. Mereka adalah orang yang bertugas menghentikan orang-orang bergejala. Pelaut itu berhasil masuk ke kota Alghero. Beberapa hari kemudian dia meninggal. Wabah pes di kota itu pun merebak.

Baca juga: Italia Mencari Insinyur Untuk Bangun Kembali Lantai Colosseum Roma

Pada saat itu, banyak orang di Alghero tak dapat mengelak dari kematian. Berdasarkan catatan resmi, seorang sejarawan abad ke-18 memperkirakan bahwa epidemi itu menyebabkan 6.000 kematian dan hanya menyisakan 150 warga kota yang tetap hidup.

Pada kenyataannya, epidemi diperkirakan membunuh 60 persen populasi kota. (Angka yang dibesar-besarkan mungkin merupakan upaya pemerintah saat itu untuk menghindari pajak)

Di kota itu, kuburan massal bermunculan. Beberapa di antaranya masih ada hingga hari ini. Di sebuah parit panjang ditemukan kerangka 30 orang.

Wabah itu diyakini bisa menyebabkan dampak yang lebih buruk. Namun sebagian besar desa di sekitar Alghero terhindar dari epidemi tersebut. Penularan penyakit itu hanya berkutat di Alghero dan menghilang dalam delapan bulan.

Pengendalian wabah pes itu diperkirakan bermula dari gagasan satu orang tentang konsep menjaga jarak sosial.

"Mungkin agak mengejutkan ada dokter yang berpengetahuan luas di kota kecil ini," kata Ole Benedictow, pensiunan profesor ilmu sejarah di Universitas Oslo. Dia turut menjadi penulis pada makalah yang menelisik wabah tersebut.

"Anda pasti membayangkan kebijakan yang lebih ketat diberlakukan di kota-kota besar seperti Pisa dan Florence. Tapi dokter ini memiliki pemahaman yang maju pada zamannya. Itu cukup mengesankan," kata Ole.

Baca juga: 500 Kerabat Korban Virus Corona di Italia Gugat Pemerintah Rp 1,7 Triliun

Ayam hidup dan air seni

Wabah yang paling terkenal dalam sejarah modern tentu saja, wabah Maut Hitam (The Black Death), yang melanda Eropa dan Asia pada tahun 1346.

Wabah ini menewaskan sekitar 50 juta orang di seluruh dunia.

Di Florence, penyair Italia bernama Francesco Petrarca menyebut generasi yang hidup setelahnya tidak akan mampu memahami dampak kehancuran yang diakibatkan wabah tersebut.

"Wahai anak-cucu yang bahagia, yang tidak akan mengalami kesengsaraan yang begitu parah dan yang akan menganggap kesaksian kami sebagai dongeng," tulisnya.

Tengkorak mayat korban wabah Maut Hitam kini secara periodik muncul ketika penggalian proyek pembuatan terowongan, salah satunya jalur kereta api Crossrail di London.

Catatan menunjukkan bahwa ada setidaknya 50.000 mayat di bawah kawasan Farringdon saja, di pusat kota London.

Alghero adalah kota kuno yang kini menjadi destinasi wisata. Pada tahun 1582 kota ini pernah menjadi pusat pandemi pes.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Alghero adalah kota kuno yang kini menjadi destinasi wisata. Pada tahun 1582 kota ini pernah menjadi pusat pandemi pes.
Tapi walau situasi itu tidak pernah terulang sebegitu dahsyat, wabah penyakit itu beberapa kali terjadi lagi pada abad-abad setelahnya. Wabah itu dilaporkan menerpa Paris satu kali dalam setiap tiga tahun hingga tahun 1670.

Sementara pada tahun 1563, wabah itu diperkirakan telah membunuh 24 persen populasi London.

Wabah itu terjadi sebelum era ilmu pengetahuan modern. Pemahaman umum pada saat itu bahwa penyakit tersebut disebabkan "udara buruk". Cuka saat itu diyakini merupakan antiseptik yang sangat mujarab.

Terdapat sejumlah penanganan wabah pada masa itu, dari yang menjijikkan seperti mandi dengan air kencing sendiri hingga cara yang aneh.

Salah satu yang populer adalah upaya mengeluarkan "racun" pes bubo dengan cara menggosok pantat ayam hidup ke area tubuh yang terinfeksi.

Baca juga: Perawat Italia Dijuluki Malaikat Maut Dicurigai Suntik Mati 40 Pasiennya Sendiri

Pengetahuan tentang wabah

Seperti yang dijelaskan oleh Benedictow dan sejumlah rekan penelitinya, Alghero tidak siap menghadapi epidemi. Sistem sanitasi kota ini yang tidak terorganisir dengan baik.

Selain itu, sebagian tenaga medis di Alghero juga yang tidak terlatih. Ada pula persoalan tradisi medis yang "terbelakang". Tantangan mengatasi wabah ini terlampau sulit.

Lalu muncul sosok bernama Quinto Tiberio Angelerio. Dokter berusia 50-an tahun ini berasal dari kelompok masyarakat kelas atas.

Angelerio menempuh pendidikan di luar negeri karena saat itu belum ada perguruan tinggi di Sardinia.

Beruntung bagi penduduk Alghero, dia baru saja mengunjungi Sisilia yang mengalami wabah pada tahun 1575.

Orang pertama yang terjangkit pes bubo datang dari luar kota ke Alghero.

Tak lama kemudian, dua perempuan meninggal dengan bengkak di tubuh mereka. Bagian tubuh yang membengkak adalah salah satu ciri penyakit pes ini.

Angelerio langsung tahu apa yang terjadi.

Naluri pertamanya adalah meminta izin untuk mengisolasi pasien, tapi dia digagalkan berkali-kali. Pertama akibat hakim yang ragu-ragu, lalu karena senat yang menolak laporannya dan menganggap kecemasannya sebagai sesuatu yang apokalips.

Angelerio putus asa. "Dia memiliki keberanian atau nyali untuk beralih ke otoritas tertinggi di Alghero," kata Benedictow.

Baca juga: Italia Bangun Paviliun Vaksinasi Covid-19 Rancangan Arsitektur Ternama, Begini Bentuknya

Setelah persetujuan, Angelerio membentuk tiga lapis penjagaan sanitasi di sekitar perbatasan kota. Tujuannya adalah mencegah perdagangan antara warga yang tinggal di dalam dan luar kota.

Awalnya, upaya itu sangat tidak disetujui. Publik berniat membunuhnya. Namun karena semakin banyak orang meninggal, warga kota mulai menyetujui upaya Angelerio.

Sang dokter sepenuhnya mendapatkan tugas mengatasi wabah. Bertahun-tahun kemudian, dia menerbitkan sebuah buklet berjudul Ectypa Pestilentis Status Algheriae Sardiniae. Buku ini merinci 57 aturan yang dia terapkan di kota itu.

Inilah yang dilakukan Algherio ketika itu.

Karantina wilayah

Pertama, warga Alghero diimbau untuk tidak meninggalkan rumah atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Angelerio juga melarang semua jenis pertemuan, pertunjukan tari, dan berbagai hiburan.

Dia menetapkan bahwa hanya satu orang per rumah tangga yang boleh keluar rumah, itu pun hanya untuk berbelanja.

Aturan ini mesti diterapkan pada kebijakan pembatasan terkait berbagai pandemi pada masa ini. Karantina wilayah tidak hanya terjadi di Alghero.

"Di Florence, misalnya, mereka memberlakukan karantina kota secara total pada musim semi tahun 1631," kata John Henderson, profesor sejarah di Universitas London yang menguasai era Renaisans Italia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com