Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inspirasi Energi: Bagaimana Konsumsi dan Harga Minyak Bumi pada 2021?

Kompas.com - 11/01/2021, 13:23 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Belakangan ini, konsumsi minyak bumi dan harga minyak mentah global perlahan-lahan merangkak naik meski dunia masih dilanda pandemi.

Bahkan, harga minyak mentah global menguat ke level tertinggi sejak Februari 2020 pada sesi perdagangan 6 Januari.

Sentimen utama meroketnya harga minyak tersebut disebabkan oleh rencana pemangkasan produksi minyak Arab Saudi secara besar-besaran.

Di sisi lain, vaksinasi Covid-19 yang dilakukan di sejumlah negara, termasuk para pemimpinnya, juga disinyalir membangkitkan harga minyak yang sempat terpuruk.

Rencana pemangkasan produksi secara besar-besaran yang akan dilakukan oleh Arab Saudi menjadi sentimen utama pendongkrak harga minyak.

Namun demikian, pertanyaan besar mengemuka, apakah konsumsi minyak dan harga minyak menjadi lebih stabil pada 2021?

Baca juga: Inspirasi Energi: Kenapa Harga Mobil Listrik Mahal? Ini Alasannya

Konsumsi minyak

Pada 2020, konsumsi minyak anjlok dan harga minyak juga ikut jeblok karena berkurangnya aktivitas ekonomi terkait pandemi Covid-19.

Hal itu menyebabkan perubahan pola permintaan dan pasokan energi pada 2020 dan diprediksi masih akan terus memengaruhi pola tersebut di masa mendatang.

Prediksi konsumsi dan produksi minyak di dunia pada 2021.Energi Information Administration (EIA) Prediksi konsumsi dan produksi minyak di dunia pada 2021.

International Energy Agency (IEA) melaporkan, pemulihan permintaan minyak pada 2021 akan lebih lambat dari perkiraan sebelumnya.

Di sisi lain, menurut Energiy Information Administration (EIA) yang berbasis di AS, konsumsi minyak dunia jatuh pada kuartal kedua 2020 dengan total konsumsi 85 juta barel.

Padahal dalam periode yang sama pada 2019, konsumsi minyak tercatat sekitar 100 juta barel.

Baca juga: Inspirasi Energi: Panas Laut, Sumber Energi Terbarukan yang Terus Diteliti

EIA memprediksi, konsumsi minyak pada 2021 lebih baik dibandingkan 2020, namun tetap lebih buruk daripada 2019.

Pada kuartal pertama 2021, EIA memprediksi permintaan minyak akan menyentuh 96 juta barel. Sedangkan permintaan pada kuartal kedua 2021 diprediksi akan mencapai 97 juta barel.

Kelompok analis ekonomi Primary Vision Network (PVN) juga telah merilis laporan untuk 2021 yang mencakup pasokan, konsumsi, permintaan, dan lain-lain.

Laporan PVN mengungkapkan bahwa mereka cukup optimistis mengenai pemulihan permintaan minyak global serta aktivitas eksplorasi dan produksi minyak pada 2021.

Produsen diharapkan untuk terus mencari penghematan biaya jika memungkinkan.

Baca juga: Inspirasi Energi: Energi Arus Laut yang Kurang Dikembangkan

Laporan tersebut menunjukkan hubungan yang tegang antara AS dan China menambah tekanan pada aktivitas perekonomoian global.

Di sisi lain. Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) plus juga akan tetap menjadi fokus utama pada 2021 sebagaimana dilansir dari OilPrice.

Produksi minyak di Libya dilaporkan telah meningkat dan dapat mencapai hingga 1,2 juta barel per hari.

Sementara itu, data yang dirilis oleh S&P Platts menunjukkan bahwa OPEC plus adalah pihak yang memproduksi minyak paling banyak pada November 2020.

Sementara itu, Libya, Venezuela, dan Iran menambahkan lebih dari 600.000 barel ke pasar pada Desember 2020. Analis berharap tren tersebut akan berlanjut tahun depan.

Baca juga: Inspirasi Energi: Mengenal Energi Ombak Laut yang Potensial

Selain itu, produksi minyak dari shale oil adalah faktor penting lainnya yang harus diamati pada 2021.

Pasalnya, AS yang akan dipimpin Joe Biden mulai 20 Januari mendatang dinilai kurang bersahabat dengan industri minyak dan gas.

Keputusan Arab Saudi baru-baru ini untuk memperpanjang pengurangan produksi minyak pada awal tahun adalah berita yang sangat baik bagi para perusahaan minyak di AS.

Namun, tetapi industri minyak masih berada di tahun yang sulit jika pandemi global tidak ditangani dan jika permintaan minyak tidak pulih dengan cepat.

Baca juga: Inspirasi Energi: Energi Pasang Surut Air Laut yang Melimpah di Seluruh Dunia

Harga minyak

Di sisi lain, harga minyak tampaknya tidak akan mengalami banyak pemulihan pada 2021 karena munculnya varian baru virus corona dan adanya pembatasan perjalanan.

Kondisi itu akan semakin mengancam permintaan bahan bakar yang sudah melemah sejak pandemi virus corona dimulai.

Hal itu berdasarkan jajak pendapat yang digelar oleh Reuters terhadap 39 ekonom dan analis yang dilakukan pada paruh kedua Desember 2020.

Para analis dan ekonom tersebut memperkirakan harga minyak mentah berjangka acuan Brent rata-rata akan menyentuh 50,67 dollar AS per barel pada 2021.

Perkirahan harga tersebut naik dari jajak pendapat yang digelar sebelumnya yang memperkirakan harga minyak mentah berjangka acuan Brent rata-rata 49,35 dollar AS per barel.

Baca juga: Inspirasi Energi: Panas Bumi (1) Geotermal Masih Dimanfaatkan untuk Memasak di Negara-negara Ini

Sementara itu, minyak mentah berjangka acuan West Texas Intermediate (WTI) AS harganya diperkirakan rata-rata menyentuh 47,45 dollar AS per barel pada 2021.

Perkiraan harga tersebut juga naik daripada jajak pendapat yang digelar pada November 2020 yang menyebut minyak mentah berjangka acuan WTI 46,40 dollar AS per barel.

Varian baru virus corona yang terdeteksi di Inggris meningkatkan risiko pembatasan baru dan aturan tinggal di rumah.

Analis memperkirakan, pemulihan permintaan minyak akan bergantung pada kecepatan distribusi dan penyuntikan vaksin virus corona yang sedang dikembangkan untuk memerangi Covid-19.

Namun demikian, para analis menambahkan bahwa kondisi permintaan minyak tidak akan langsung kembali seperti keadaan sebelum pandemi hingga akhir 2022 atau 2023.

Baca juga: Inspirasi Energi: Panas Bumi (2) Pemanfaatan Geotermal Sebagai Penghangat Ruangan

Analis pasar senior di OANDA Edward Moya mengatakan varian baru virus corona berpotensi membuat pengambil kebijakan memutuskan untuk menerapkan pembatasan yang lebih ketat.

"Strain baru virus corona mungkin mempersulit prospek dan menyebabkan lockdown yang lebih ketat yang akan melumpuhkan prospek permintaan minyak mentah untuk kuartal pertama (2021)," kata Moya.

"Langkah-langkah lockdown tambahan dan gerakan OPEC plus yang hati-hati dalam meningkatkan output akan menjadi titik fokus untuk kuartal pertama tahun ini," sambung Moya.

OPEC dan sekutunya termasuk Rusia, yang disebut OPEC plus, telah setuju untuk melonggarkan pengurangan produksi mereka sebesar 500.000 barel per hari mulai Januari.

OPEC plus dijadwalkan bertemu pada 4 Januari untuk membahas kebijakan, termasuk kemungkinan pelonggaran tambahan 500.000 barel per hari pada Februari.

“Jika OPEC plus melonggarkan pemotongan produksi terlalu cepat, ada ancaman kemunduran harga. Tetapi jika terlalu berhati-hati (dan harga naik secara signifikan), keretakan bisa muncul dan produksi shale oil AS bisa naik lagi," kata analis dari Commerzbank, Carsten Fritsch.

Baca juga: Inspirasi Energi: Panas Bumi (3) Daftar Negara dengan PLTP Terbesar, Indonesia Peringkat 2

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com