Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Minta Pemerintah India Kembalikan Jasad Anak Saya..."

Kompas.com - 08/01/2021, 07:00 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Warga Kashmir selama bertahun-tahun menganggap pasukan India telah menargetkan warga sipil dan menyalahgunakan kekuasaan dengan melakukan kebal hukum secara besar-besaran.

Pasukan militer India telah melakukan baku tembak dan kemudian para korbannya, orang-orang Kashmir disebut sebagai militan agar mereka bisa mendapatkan hadiah dan promosi jabatan.

Pembunuhan terhadap Athar Mushtaq terjadi beberapa bulan setelah sebuah pengakuan kesalahan yang jarang terjadi dilakukan oleh militer India.

Mereka mengaku bahwa pihak mereka telah melebihi batas wewenang dengan membunuh 3 pria lokal yang dikira sebagai teroris Pakistan.

Baca juga: India Akui Tembak Jatuh Helikopternya Sendiri saat Konflik dengan Pakistan di Kashmir

Polisi menyimpulkan bahwa seorang perwira militer India dan dua "sumber tentara" sipil membunuh ketiga pekerja tersebut.

Korban dibunuh setelah dilucuti identitasnya dan dilabeli teroris garis keras. Militer itu dituduh melakukan pembunuhan.

Ketakutan dan kemarahan warga Kashmir atas insiden semacam itu semakin buruk kebijakan baru India yang tidak mau mengidentifikasi mereka yang terbunuh dan menolak mengembalikan tubuh para korban ke keluarga mereka.

Pihak berwenang mengatakan kebijakan itu ditujukan untuk menghentikan penyebaran virus corona, tetapi aktivis hak asasi manusia dan penduduk Kashmir mengatakan itu adalah upaya pemerintah untuk menghindari pemakaman besar yang memicu lebih banyak kebencian terhadap India.

“Tidak mengembalikan jasad korban yang terbunuh adalah penghinaan bagi kemanusiaan,” kata Zareef Ahmed Zareef, juru kampanye hak-hak sipil dan penyair terkemuka dari Kashmir.

Banyak warga sipil Kashmir yang meminta pemerintah India di bawah pemerintahan nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi, agar mengizinkan penguburan layak bagi kerabat mereka yang tewas dibunuh di bawah kepercayaan Muslim.

Tapi, permohonan itu berulang kali ditolak.

Baca juga: PM Pakistan: Jika Perang Pecah di Kashmir, Kami Akan Berjuang hingga Akhir

Keluarga korban kadang diam-diam mengunjungi kuburan kerabat mereka di daerah terpencil dan menandai sendiri kuburan-kuburan itu.

Kembali pada Ahmed, dia mendengar kabar tewasnya sang putra kesayangan pada 30 Desember. Dia bergegas ke tempat di mana putranya akan dikubur, di sebuah pegunungan terpencil.

Sepanjang jalan, dia dihentikan beberapa kali tetapi Ahmed tetap memohon kepada pasukan India untuk membiarkan dia melihat wajah putranya untuk terakhir kalinya, kata Ahmed kepada AP. Ketika pria itu akhirnya tiba di lokasi yang akan menjadi kuburan putranya, dirinya merasa hancur.

Ahmed mengatakan bahwa lokasi kuburan itu telah digali dengan gerinda, bukan dengan galian tradisional, yang umumnya menggunakan sekop dan ditandai dengan nisan yang terbuat dari batu marmer.

“Itu bukan kuburan tapi lubang yang digali dengan cepat,” kata Ahmed. "Saya sendiri yang menurunkan anak saya ke dalam lubang itu."

Para ahli dan aktivis hak mengatakan penolakan pengembalian jenazah ke keluarga korban adalah kejahatan.

"Ini merupakan pelanggaran langsung terhadap hukum internasional dan bertentangan dengan Konvensi Jenewa," kata Parvez Imroz, seorang pengacara hak asasi manusia terkemuka. “Ini bahkan melanggar hukum setempat.”

Baca juga: Di Hadapan PBB, Pakistan Peringatkan Ancaman Genosida di Kashmir

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com