WASHINGTON DC, KOMPAS.com – Seruan pemecatan atau pemakzulan terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) Donld Trump kembali mencuat setelah kerusuhan Gedung Capitol, Washington DC, AS.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Jaksa Agung untuk District of Columbia Karl Racin, menyerukan agar Wakil Presiden AS Mike Pence mengatur kabinet dan mengaktifkan Amendemen 25.
Amendemen 25 menyebutkan bahwa wakil presiden, bersama mayoritas pejabat eksekutif maupun Kongres, bisa mendeklarasikan presiden tidak bisa menjalankan kewajibannya.
Sebelum seruan itu muncul, Trump pernah dimakzulkan di level DPR AS pada Desember 2019. Kala itu, DPR AS menyetujui dua pasal pemakzulan terhadap presiden berusia 74 tahun itu.
Namun, cerita berbeda terjadi di level Senat AS. Pada 2020, Senat AS meloloskan Presiden Donald Trump dari tuduhan pemakzulan.
Berikut rangkuman proses pemakzulan Trump hingga akhirnya dia lolos dari pemakzulan berdasarkan pemberitaan Kompas.com sebelumnya.
Baca juga: Para Pemimpin Partai Republik Marah, Berbalik Meminta Trump Segera Disingkirkan
Pemakzulan dimulai saat Ketua DPR AS Nancy Pelosi resmi membuka penyelidikan formal terhadap Trump.
Langkah tersebut diambil setelah Trump dianggap melanggar konstitusi karena mencari bantuan dari Ukraina untuk menghalangi saingannya dari Partai Demokrat, Joe Biden.
"Tindakan Presiden Trump mengungkap fakta yang tidak terhormat tentang pengkhianatan presiden atas sumpah jabatannya dan terhadap keamanan nasional serta integritas pemilu kita," kata Pelosi pada 24 September 2019.
Sehari setelah itu, Gedung Putih merilis transkrip panggilan telepon antara Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Transkrip itu mengonfirmasi bahwa Trump meminta pemerintah Ukraina menyelidiki Biden. Dokumen transkrip sepanjang lima halaman itu merupakan ringkasan pembicaraan Trump dengan Zelensky.
Baca juga: Demo Amerika Pecah di Gedung Capitol, Begini Rentetan Peristiwanya...
Trump juga diduga sengaja menahan bantuan militer kepada Ukraina senilai 400 juta dollar AS setara atau Rp 5,6 triliun.
Kasus tersebut mulai memperlihatkan titik terang saat Komite Intelijen DPR AS merilis laporan bertajuk The Trump-Ukraine Impeachment Inquiry Report pada 3 Desember 2019.
Laporan tersebut menyebutkan, Trump menggunakan skema yang menumbangkan kebijakan luar negeri dan keamanan nasional demi motif kampanyenya.
Laporan itu menambahkan, presiden AS berusia 74 tahun itu meminta bantuan kepada Zelensky untuk mengumumkan penyelidikan terhadap Biden.
Baca juga: Donald Trump Salahkan Wakil Presiden yang Tolak Campur Tangan dalam Hasil Pemilu