Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Khawatir Makin Banyak Cerpelai "Bangkit dari Kubur", Denmark Akan Bakar Bangkainya

Kompas.com - 21/12/2020, 19:47 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

KOPENHAGEN, KOMPAS.com - Jutaan bangkai cerpelai akan digali dari kuburan massal dan dibakar di tempat pembakaran sampah di Denmark setelah beberapa muncul kembali.

“Kemunculan kembali bangkai cerpelai itu memicu keluhan dari penduduk tentang kemungkinan risiko kesehatan dan lingkungan,” kata pemerintah negara itu, melansir Daily Mail pada Minggu (20/12/2020).

Seluruh kawanan cerpelai Denmark berjumlah sekitar 17 juta ekor tersebut biasanya digunakan sebagai bahan baku industri mode kelas atas. Tapi mereka dimusnahkan pada awal November, setelah ratusan peternakan menderita wabah virus corona.

Pihak berwenang juga menemukan varian baru virus corona yang bermutasi di antara orang-orang di sana.

Sebelumnya, di tengah kekhawatiran bahwa mutasi virus akan membuat vaksin yang dikembangkan untuk melawan virus asli tidak berguna, Denmark memerintahkan semua cerpelai dimusnahkan.

Tapi dari empat juta cerpelai yang terkubur secara tergesa-gesa, di daerah militer di barat Denmark, beberapa mulai muncul kembali dari tanah berpasir. Diketahui, gas dari proses pembusukan mendorong cerpelai keluar dari tanah.

Baca juga: PM Denmark Akui 17 Juta Cerpelai Dibunuh Massal Perbuatan Ilegal

Thomas Kristensen dari Kepolisian Nasional mengatakan kepada penyiar DR, jenis tanah juga memengaruhi kejadian itu. Tanah berpasir di Jutlandia Barat disebut tidak cukup berat untuk menahan tubuh cerpelai.

Pihak berwenang mengklaim tidak ada risiko kuburan menyebarkan virus corona. Tetapi warga mengeluhkan risiko pencemaran air minum dan danau pemandian yang berjarak kurang dari 200 meter dari kuburan massal.

Pemerintah dipaksa untuk mengakui bahwa kuburan massal, yang digali pada November di situs militer dekat Holstebro dan Karup, merupakan bahaya lingkungan.

“Proposal mereka mendapat dukungan di parlemen untuk menggali kembali cerpelai tersebut pada Minggu (20/12/2020),” tulis Kementerian Pangan dan Pertanian dalam pernyataannya.

Pihak kementerian mengatakan, pekerjaan baru akan dimulai pada Mei tahun depan, ketika risiko kontaminasi Covid-19 dari hewan mati telah dieliminasi.

“Dengan cara ini, kami menghindari cerpelai diperlakukan sebagai limbah biologis berbahaya, solusi yang belum pernah digunakan sebelumnya,” tambah kementerian tersebut, lapor NDTV.

Baca juga: 5 Fakta Pemusnahan 17 Juta Cerpelai di Denmark, karena Mutasi Virus Corona

Hewan-hewan tersebut akan diangkut dengan truk ke tempat pembakaran sampah terdekat.

Langkah itu dilakukan ketika Denmark berjuang untuk mengendalikan virus corona. Denmark memiliki salah satu kasus virus corona tertinggi di Eropa. Terdapat 609 kasus dilaporkan kemarin, menurut Universitas Oxford.

Jumlah itu jauh lebih tinggi daripada tingkat kasus virus corona yang dikonfirmasi di Inggris, yaitu 403 jiwa.

Pemusnahan tersebut telah memicu protes oleh petani cerpelai Denmark yang juga mengajukan proses hukum tandingan. Beberapa orang mengatakan politisi tidak memiliki wewenang untuk memerintahkan pembantaian tersebut.

Namun, politisi Denmark mengeklaimnya sebagai keberhasilan. Pemusnahan itu disebut kemungkinan besar memberantas munculnya varian baru virus corona. karena tidak ada infeksi baru yang terdeteksi sejak 15 September.

Baca juga: Vaksin Covid-19 terhadap Mutasi Cerpelai sedang dalam Uji Coba Awal

Pemusnahan tersebut, yang dilaporkan tidak memiliki dasar hukum, menyebabkan menteri pertanian mengundurkan diri dan Perdana Menteri Denmark Mette Frederisken meminta maaf sambil menangis.

Denmark adalah eksportir utama cerpelai untuk label mode mewah, dengan permintaan kulit yang tinggi karena standar pemeliharaan ternak yang tinggi.

Saat ini, rancangan perundangan yang akan melarang pengembangbiakan cerpelai hingga tahun 2022 sudah ditetapkan menjadi undang-undang.

Ilmuwan percaya varian baru virus corona, melompat dari pekerja peternakan ke cerpelai di musim panas, sebelum ditularkan kembali ke manusia.

Saat virus melintasi antarspesies, mutasi terjadi dan menimbulkan lonjakan protein, yang kemudian digunakan kembali untuk memasuki sel manusia.

Itu penting karena kandidat vaksin terkemuka bekerja dengan menargetkan protein ini.

Ketika berita tentang variasi baru virus corona muncul awal bulan ini, Inggris melarang warga negara non-Inggris yang kembali dari Denmark. Inggris juga menerapkan aturan karantina yang ketat untuk setiap warga Inggris yang baru saja kembali dari negara itu.

Baca juga: Denmark: Mutasi Virus Corona di Cerpelai Sudah Dibasmi

Pada saat itu, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock memperingatkan mutasi itu bisa memiliki konsekuensi serius jika menyebar luas.

Sebaliknya, Denmark sekarang telah mengumumkan akan melarang penerbangan dari Inggris. Hal ini dilakukan sebagai tanggapan terhadap pemerintah Inggris yang mengumumkan penemuan varian baru virus corona dengan tingkat penularan sampai 70 persen.

Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, varian baru virus corona tersebut telah diidentifikasi di Denmark dan Belanda. Sementara satu kasus ditemukan di Australia.

Denmark mengatakan akan menangguhkan penerbangan dari Inggris selama 48 jam, mulai Senin pagi (21/12/2020), untuk membatasi penyebaran jenis baru virus corona.

Perancis, Irlandia, Italia, Belanda, Belgia, Austria, Bulgaria, Jerman, Finlandia, Denmark, Israel dan El Salvador, melarang semua penerbangan yang membawa penumpang dari Inggris ke negara itu.

Baca juga: Wabah Covid-19 di Peternakan Cerpelai Kanada, Delapan Orang Terinfeksi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com