Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[KALEIDOSKOP 2020] Konflik Iran-AS Kian Memanas, Kapan Akan Berakhir?

Kompas.com - 16/12/2020, 06:00 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

KOMPAS.com - Sejak Revolusi Iran pada 1979, Iran dan Amerika Serikat (AS) terus berseteru. Hubungan mereka di tahun 2020 ini juga semakin suram dengan AS melancarkan "serangan" berupa sanksi-sanksi yang kian melemahkan perekonomian "Negara Para Mullah" itu.

1. Pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani

Mayor Jenderal Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds yang merupakan cabang dari Garda Revolusi Iran. Soleimani disebut tewas dalam serangan yang terjadi di Bandara Internasional Baghdad, Irak, Jumat (3/1/2020). AS mengumumkan mereka yang melakukan serangan atas arahan presiden.AFP via BBC Mayor Jenderal Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds yang merupakan cabang dari Garda Revolusi Iran. Soleimani disebut tewas dalam serangan yang terjadi di Bandara Internasional Baghdad, Irak, Jumat (3/1/2020). AS mengumumkan mereka yang melakukan serangan atas arahan presiden.

Perseteruan 2 negara memanas kembali di awal tahun setelah AS membunuh Jenderal Tertinggi Iran, Qasem Soleimani pada 3 Januari 2020.

Presiden Donald Trump memerintahkan pembunuhan itu melalui serangan udara di Irak. Melansir CNN, serangan tersebut dinilai para presiden AS sebelumnya sebagai tindakan yang terlalu provokatif.

Soleimani dilaporkan tewas bersama 2 pemimpin milisi Hashed Al Shaabi dan Abu Mahdi Al Muhandis di Bandara Internasional Baghdad, Irak.

Sebuah rekaman CCTV memperlihatkan detik-detik Jenderal Soleimani tewas diserang rudal AS.

Pentagon lalu mengeluarkan pernyataan tentang alasan pembunuhan terhadap Soleimani. Departemen Pertahanan AS itu mengatakan bahwa Soleimani "secara aktif telah merencanakan penyerangan para diplomat Amerika di Irak dan di seluruh wilayah".

Pernyataan itu juga mengungkapkan bahwa Soleimani telah mengatur dan menyetujui serangan di kedutaan AS.

Pembunuhan terhadap Soleimani dijadikan alasan AS untuk mencegah serangan Iran terhadap mereka di masa mendatang.

Baca juga: [KALEIDOSKOP 2020] Inilah Wajah Dunia yang Kesusahan

2. Iran balas dendam dengan rudal dan serangan siber

Pecahan rudal Iran terlihat pasca-penyerangan yang terjadi di Pangkalan Ain al-Assad, markas pasukan AS dan sekutunya, di Irak pada 8 Januari 2020. Iran menyatakan mereka menggelar serangan itu wujud balas dendam atas tewasnya jenderal berpengaruh Qasem Soleimani.Al Baghdadi Township via Sky News Pecahan rudal Iran terlihat pasca-penyerangan yang terjadi di Pangkalan Ain al-Assad, markas pasukan AS dan sekutunya, di Irak pada 8 Januari 2020. Iran menyatakan mereka menggelar serangan itu wujud balas dendam atas tewasnya jenderal berpengaruh Qasem Soleimani.

Kematian sang Jenderal yang juga seorang Komandan Pasukan Quds dari cabang Garda Revolusi Iran itu jelas membuat Iran murka dan bersumpah akan membalas dendam.

Dilansir dari BBC, jutaan orang di Iran menghadiri pemakaman Soleimani. Pada momen itu, orang-orang memekikkan seruan "Matilah AS dan Trump".

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei mengumumkan tiga hari berkabung atas kematian Qasem Soleimani. "Dia mati syahid setelah upayanya yang tidak kenal lelah selama bertahun-tahun," ucap Khamenei dikutip AFP , Jumat, 3 Januari 2020.

Khamenei menyatakan, atas izin Tuhan, segala pekerjaan maupun langkah komandan Pasukan Quds yang berusia 62 tahun itu tidak akan sia-sia.

"Balas dendam yang sangat menyakitkan menunggu para kriminal yang telah menumpahkan darah para martir itu di tangan mereka," ancam Khamenei.

Tak lama, pimpinan Angkatan Udara Garda Revolusi Iran, Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh, mengatakan bahwa satu-satunya upaya balas dendam yang tepat atas pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani adalah mengusir pasukan AS dari Timur Tengah.

Pernyataannya itu disampaikan sehari setelah Iran menembakkan rudal ke pangkalan yang menampung pasukan AS.

Serangan rudal itu merupakan tanggapan atas kematian Soleimani dalam serangan pesawat tak berawak AS di Baghdad, Irak.

Dua markas AS yang menjadi sasaran rudal adalah Pangkalan Udara Ain Al Assad pada pukul 01:45 dan markas militer di Irbil pada pukul 02:15.

Iran mengeklaim serangan tersebut telah menewaskan 80 orang Amerika dan merusak sejumlah perlatan perang, seperti helikopter, pesawat nirawak, dan sejumlah peralatan lainnya.

Selain itu, Iran juga telah mengidentifikasi setidaknya 140 target milik AS dan sekutunya termasuk telah meluncurkan serangan siber yang diklaim telah melumpuhkan sistem AS dalam melacak rudal selama serangan.

Spanduk bergambar Jenderal Qassem Soleimani, kiri, dan komandan milisi senior Syiah Irak Abu Mahdi Al Muhandis , yang tewas di Irak dalam serangan pesawat tak berawak AS pada 3 Januari 2020 serta sebuah spanduk berbahasa Persia yang artinya Matilah Amerika, di Masjid Agung Imam Khomeini di Teheran, Iran, Jumat, 17 Januari 2020.AP Spanduk bergambar Jenderal Qassem Soleimani, kiri, dan komandan milisi senior Syiah Irak Abu Mahdi Al Muhandis , yang tewas di Irak dalam serangan pesawat tak berawak AS pada 3 Januari 2020 serta sebuah spanduk berbahasa Persia yang artinya Matilah Amerika, di Masjid Agung Imam Khomeini di Teheran, Iran, Jumat, 17 Januari 2020.

Serangan siber tersebut dilakukan pada Sabtu, 4 Januari 2020. Peretas asal Iran berhasil meretas Program Perpustakaan Penyimpanan Federal AS.

Mereka memanipulasi foto presiden Trump dan menuliskan pesan ancaman:

"Mati syahid adalah ganjaran (Soleimani) selama bertahun-tahun upaya kerasnya. Dengan kepergiannya dan dengan kekuatan Tuhan, pekerjaan dan jalannya tak akan berhenti dan balas dendam yang besar menanti para kriminal yang telah menodai tangan kotor mereka dengan darah Soleimani dan darah para syahid lain dari kejadian tadi malam."

Akibat serangan siber itu, presiden Trump melalui Twitter-nya mengatakan bahwa AS akan menyerang balik Iran lebih keras jika Iran kembali menyerang Amerika.

Konten website pemerintahan Amerika Serikat yang diretas oleh hacker IranAFP Konten website pemerintahan Amerika Serikat yang diretas oleh hacker Iran

3. Respons AS setelah diserang

"All is Well! Rudal diluncurkan dari Iran dan mengenai dua pangkalan militer yang berlokasi di Irak," tulis presiden AS Donald Trump di akun Twitter-nya, mengabarkan bahwa kondisi pasca serangan baik-baik saja.

Trump juga menyombongkan dengan tegas bahwa AS punya peralatan militer paling canggih dan terbaik di dunia meski rekan terdekat Trump, Senator Lindsey Graham menyebut serangan itu sebagai salah satu tindakan perang.

Terkait dengan dampak serangan itu, AS mengklaim bahwa tidak ada kontingen mereka yang terluka. Dalam keterangan resminya, Pentagon mengatakan bahwa mereka sudah bersiaga beberapa hari sebelumnya.

Baca juga: [KALEIDOSKOP 2020] Mahathir dan Saga Politik Malaysia yang Tiada Akhir

 

4. Sanksi-sanksi AS terhadap Iran

Sejak Iran membalas kematian Soleimani, AS melalui jumpa pers yang digelar presiden Trump menyatakan bahwa tidak ada serangan balasan demi menghindari kemungkinan perang dengan Iran.

Sebagai gantinya, tekanan kepada Iran pun diberikan melalui sanksi baru. Dikutip AFP, 10 Januari 2020, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menerangkan, "Hukuman ini berarti kami bisa memotong miliaran dollar dukungan kepada rezim itu."

Mnuchin menjelaskan, embargo tersebut bakal menyasar industri baja Teheran, dan menargetkan juga setidaknya delapan pejabat negara.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menerangkan, Iran bakal kehilangan pendapatan hingga 80 persen karena hukuman mereka.

"Selama mereka terus melanjutkan perbuatan yang melanggar hukum, maka kami akan terus menekan mereka," jelas Pompeo di Gedung Putih.

Di antara para pejabat yang disanksi, terdapat Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Ali Shamkhani.

Wakil Kepala Staf Gabungan Mohammad Reza Ashtiani, serta pemimpin milisi Basij yang setia kepada Teheran, Gholamreza Soleimani.

Kemudian, sebanyak 17 perusahaan di sektor pertambangan dan baja masuk ke dalam sanksi yang disiapkan oleh Washington.

Sanksi itu juga disebut menyasar tiga entitas yang berbasis di China dan Seychelles, termasuk kapal yang terlibat dalam transaksi baja Iran.

5. Iran bergulat dengan sanksi AS dan pandemi virus corona

Korban meninggal karena virus corona di Iran meningkat menjadi 4 orang EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREHABEDIN TAHERKENAREH Korban meninggal karena virus corona di Iran meningkat menjadi 4 orang EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH

Mengutip Reuters, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan, perang Iran melawan virus corona sangat terhambat oleh sanksi AS.

Javad Zarif meminta kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres agar menyeru kepada AS untuk menghentikan sanksi mereka karena Iran tengah memerangi wabah virus corona.

"Sanksi AS menghambat penjualan obat-obatan, pasokan medis dan barang kemanusiaan," tulis Zarif, dikutip dari Al Monitor.

Iran sebelumnya juga telah meminta dana sebesar 5 miliar dollar AS kepada IMF untuk mengatasi wabah Covid-19.

Meski begitu, sanksi AS bukannya berkurang malah justru bertambah. Pada September lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa AS menjatuhkan sanksi baru lainnya kepada Iran.

AS memberikan sanksi pada Hakim Seyyed Mahmoud Sadati, Hakim Mohammad Soltani, Cabang 1 Pengadilan Revolusi Shiraz, serta Penjara Adel Abad, Orumiyeh, dan Vakilabad.

Perwakilan Khusus AS untuk Iran dan Venezuela, Elliott Abrams mengatakan sanksi tersebut ditujukan kepada hakim yang menghukum mati pegulat Iran Navid Afkari.

Pompeo mengatakan bahwa Sadati, hakim Cabang 1 Pengadilan Revolusi Shiraz, dilaporkan mengawal salah satu persidangan Afkari.

Pegulat Iran Afkari dieksekusi pada awal bulan September setelah dihukum karena melakukan penikaman fatal terhadap seorang penjaga keamanan selama protes anti-pemerintah pada 2018.

Iran yang kewalahan akibat embargo meminta seluruh dunia bersatu melawan AS.

"Kami berharap masyarakat internasional dan semua negara di dunia melawan tindakan sembrono oleh rezim di Gedung Putih, dan berbicara dengan satu suara," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh pada jumpa pers di Teheran.

Baca juga: [KALEIDOSKOP 2020] Perang Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh dan Senjata yang Dipakai

 

6. Terbunuhnya ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Israel dan AS diduga sebagai dalangnya

Mohsen Fakhrizadeh-Mahabadi, ilmuwan kenamaan Iran yang tewas ditembaki.Friends of Israel Initiative via Daily Mail Mohsen Fakhrizadeh-Mahabadi, ilmuwan kenamaan Iran yang tewas ditembaki.

Pembunuhan terhadap Soleimani masih begitu membekas bagi petinggi Iran, dan seakan tak cukup, kematian salah satu ilmuwan nuklir terkemuka mereka, Mohsen Fakhrizadeh, juga menjadi pukulan telak.

Fakhrizadeh, sang ilmuwan nuklir top tewas dalam serangan yang menargetkannya di dalam mobil pada Jumat, 27 November 2020. 

Melansir AFP, Wakil Komandan Garda Revolusi Iran, Laksamana Muda Ali Fadavi, pada awal Desember mengatakan kepada media lokal Iran, Mehr News tentang bagaimana Fakhrizadeh dieksekusi.

Fadavi mengatakan Fakhrizadeh dibunuh dengan satelit yang memiliki kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI).

Dia menambahkan bahwa senapan mesin awalnya “memperbesar” wajah Fakhrizadeh lalu mengirim sinyal kepada satelit.

Satelit dengan AI tersebut akhirnya mengirim sinyal kembali kepada senapan mesin itu untuk menembakkan 13 peluru.

Senapan mesin itu sendiri dipasang pada pikap Nissan dan hanya terfokus pada wajah Fakhrizadeh sedemikian rupa.

Sehari usai insiden fatal itu, Presiden Iran Hassan Rouhani menuduh Israel sebagai tentara bayaran dengan AS sebagai dalangnya.

Melansir AFP, Rouhani mengatakan, "Sekali lagi, tangan jahat dari arogansi global dengan rezim Zionis, sebagai tentara bayaran, telah ternoda dengan darah putra bangsa ini."

Pasca kematian Fakhrizadeh, sebuah opini keras di media Kayhan muncul pada Minggu, 29 November 2020 yang menyarankan agar pemerintah Iran menyerang pelabuhan Haifa, Israel.

Serangan itu dianggap perlu apabila Israel terbukti melakukan serangan terhadap Fakhrizadeh. Pemerintah Iran diharapkan agar menyerang fasilitas tersebut agar menimbulkan banyak korban jiwa.

Tak lama berselang, pada awal Desember ini, beberapa detail baru mengenai fakta pembunuhan Fakhrizadeh pun terkuak. Badan intelijen Israel, Mossad dituduh atas pembunuhan tersebut.

Sebanyak 62 orang termasuk penembak jitu dan pengendara sepeda motor bersenjata api dan bom diduga terlibat dalam eksekusi terhadap Fakhrizadeh.

Baca juga: Iran Tolak Persyaratan Joe Biden untuk Capai Kesepakatan Nuklir

7. Kapan ketegangan konflik Iran-AS menurun?

Dengan terpilihnya Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat selanjutnya, kemungkinan besar ketegangan Iran-AS menurun cukup besar.

Hal ini bisa dilihat dari rencana Biden yang ingin menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran, setelah sebelumnya dicederai oleh AS di bawah kepemimpinan Trump pada 2018.

Sejak awal pencalonannya sebagai kandidat presiden, Biden telah menyeru kepada pemerintah AS untuk menghapus sanksi terhadap Iran di tengah pergolakan negara itu melawan Covid-19.

Melansir AFP, pada awal Maret Biden sempat mengungkapkan bahwa pemerintah AS harusnya menyiapkan saluran khusus bagi bank dan perusahaan lain agar dapat beroperasi di Iran dan mengeluarkan izin untuk perdagangan obat-obatan serta alat kesehatan.

Jika Iran tidak bersikeras menolak tawaran Biden yang mungkin akan menerapkan rencananya melakukan normalisasi melalui kesepakatan nuklir, ketegangan AS-Iran bisa jadi menurun.

Namun, jika sebaliknya, konflik Iran-AS dapat dipastikan menemui jalan buntu dan atau, lebih parah lagi meningkat, sementara kasus infeksi dan kematian akibat Covid-19 di Iran juga tak dapat dikendalikan.

Dilengkapi dari berbagai tulisan yang ditayangkan jurnalis Kompas.com; Ardi Priyatno Utomo, Ahmad Naufal Dzulfaroh, Aditya Jaya Iswara, Shintaloka Pradita Sicca, Danur Lambang Pristiandaru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Internasional
Israel Siap Evakuasi Warga Sipil Palestina dari Rafah, Apa Tujuannya?

Israel Siap Evakuasi Warga Sipil Palestina dari Rafah, Apa Tujuannya?

Global
Hamas Rilis Video Perlihatkan Sandera Israel di Gaza, Ini Pesannya

Hamas Rilis Video Perlihatkan Sandera Israel di Gaza, Ini Pesannya

Global
Demo Protes Perang Gaza Terus Meningkat di Sejumlah Kampus AS

Demo Protes Perang Gaza Terus Meningkat di Sejumlah Kampus AS

Global
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Koalisi AS Masih Bertarung Lawan Houthi, Jatuhkan 4 Drone dan 1 Rudal Anti-Kapal

Koalisi AS Masih Bertarung Lawan Houthi, Jatuhkan 4 Drone dan 1 Rudal Anti-Kapal

Global
Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Global
AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

Global
[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

Global
Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Global
Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Global
Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Global
Wanita Ini Didiagnosis Mengidap 'Otak Cinta' Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Wanita Ini Didiagnosis Mengidap "Otak Cinta" Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Global
Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Global
Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com