Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Perang Arab Saudi yang Mungkin Tak Akan Dimenangi Mohammed bin Salman

Kompas.com - 10/12/2020, 12:57 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Boikot Qatar

Di atas permukaan, persoalan ini kemungkinan akan terselesaikan setelah mediasi di balik layar yang melelahkan yang dilakukan Kuwait. Tetapi bawah permukaan, masalah itu jauh lebih dalam.

Pada 2017, dalam hitungan hari menyusul lawatan Presiden Trump ke Riyadh, Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir memboikot negara tetangga, Qatar.

Mereka berdalih dukungan Qatar terhadap kelompok-kelompok Islam garis keras tidak dapat diterima, sama dengan dukungan terhadap terorisme.

Baca juga: Penumpang Wanita Disuruh Telanjang Saat Diperiksa, Australia Komplain ke Qatar

Uni Emirat Arab mengeluarkan dokumen berisi daftar orang-orang yang dicap sebagai teroris yang tinggal di Qatar, tetapi negara itu menepis tuduhan pihaknya mendukung terorisme dan menolak memenuhi tuntutan keempat negara.

Salah satu tuntutannya adalah mengendalikan saluran televisi unggulannya, Al Jazeera.

Sama dengan Houthi di Yaman, terdapat harapan yang tidak pada tempatnya bahwa Qatar akan runtuh dan pada akhirnya akan menyerah.

Itu belum terjadi, antara lain karena Qatar mempunyai kekayaan besar. Qatar mempunyai ladang gas luas di lepas pantai dan menanamkan modal lebih dari 53 miliar dollar AS (Rp 748 triliun) di Inggris saja- dan juga mendapat sokongan dari Turki serta Iran.

Ini bermakna bahwa dalam beberapa tahun belakangan muncul keretakan mendalam di Timur Tengah.

Satu kelompok terdiri dari negara-negara kerajaan, Sunni konservatif di Teluk - Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Bahrain - bersama dengan sekutu mereka, Mesir.

Di sisi lain terdapat Qatar, Turki dan berbagai gerakan politik Islam yang didukung kedua negara seperti Ikhwanul Muslimin dan Hamas di Gaza.

Arab Saudi dan negara sekutu-sekutunya menuntut Qatar menutup jaringan televisi Al Jazeera.AFP via BBC INDONESIA Arab Saudi dan negara sekutu-sekutunya menuntut Qatar menutup jaringan televisi Al Jazeera.
Gerakan transnasional ini adalah kutukan bagi para pemimpin kuartet, yang menganggapnya sebagai ancaman eksistensial bagi kekuasaan mereka.

Tak diragukan lagi pemboikotan terhadap Qatar selama 3,5 tahun telah merugikan kedua belah pihak baik dari sisi ekonomi maupun politik.

Hal tersebut juga telah menjadikan persatuan Teluk Arab sebagai ejekan pada saat para pemimpin Teluk merasa semakin khawatir tentang program rudal dan nuklir Iran.

Baca juga: Perwira Iran: Ilmuwan Nuklir Dibunuh Senapan Mesin yang Dikendalikan Satelit

Panasihat presiden AS, Jared Kushner, berunding dengan pemimpin Qatar, SyekhTamim bin Hamad Al Thani, di Doha pada tanggal 2 Desember lalu.EPA via BBC INDONESIA Panasihat presiden AS, Jared Kushner, berunding dengan pemimpin Qatar, SyekhTamim bin Hamad Al Thani, di Doha pada tanggal 2 Desember lalu.
Utusan Presiden Trump, Jared Kushner, telah melakukan pembicaraan di Teluk guna mengakhiri sengketa, dan tentu pemerintahan Biden nanti juga menginginkan penyelesaian.

Bagaimana pun juga, Qatar menjadi tuan rumah bagi pangkalan Pentagon terbesar di luar AS yaitu di Al-Udaid.

Namun apa pun yang disepakati dalam mediasi, masih harus dilihat dalam tataran penerapan.

Diperlukan waktu bertahun-tahun bagi Qatar untuk memaafkan negara-negara tetangganya itu, dan diperlukan waktu bertahun-tahun pula bagi mereka untuk memercayai Qatar lagi.

Baca juga: Sheikh Abu Dhabi Investasi ke Klub Israel dengan Reputasi Rasialisme Anti-Arab

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com