Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Sorotan, dari Mana Sebenarnya Kekayaan Kerajaan Thailand?

Kompas.com - 07/12/2020, 22:25 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

Bagaimana jika dibandingkan dengan kerajaan dunia lainnya?

Membandingkan total kekayaan total kerajaan-kerajaan di dunia hanya bisa dilakukan secara garis besar dengan menebaknya, karena tidak ada transparansi antara aset milik publik atau semi-publik, sementara kekayaan pribadi raja atau ratu biasanya tidak dipublikasikan.

Misalnya, monarki Inggris, pemilik 15 negara lain termasuk Australia, yang memiliki "Crown Estate", mencakup properti dan tanah yang luas di beberapa tempat paling mewah di London, hampir semua kawasan perairan Inggris, serta 55 persen dari pinggiran pantai Inggris dan aset lainnya.

Tetapi "Crown Estate" tidak mencerminkan seluruh kekayaan total kerajaan Inggris.

Jumlah itu mungkin pada akhirnya tidak dapat diketahui, mengingat jaringan aset yang kompleks, mencakup tempat bersejarah, koleksi seni kerajaan, permata mahkota Inggris, dan artefak sejarah dan budaya lainnya yang telah berlangsung berabad-abad.

Jumlah yang dilaporkan untuk monarki Inggris sangat beragam: laporan MSN Money tahun lalu memperkirakan nilainya 900 juta dollar AS atau lebih dari Rp 12 triliun; sementara laporan tahun 2017 dari sebuah konsultan bisnis menilai 88 miliar dollar AS atau Rp 1.243 triliun, yang memperhitungkan keseluruhan "nilai" di Inggris.

Kekayaan pribadi Ratu, sementara itu, diperkirakan sekitar 500 juta dollar AS, atau lebih dari Rp 7 triliun.

Baca juga: Ditanya Soal Aksi Demo Reformasi Monarki, Ini Jawaban Raja Thailand

Mengapa pengunjuk rasa menargetkan kekayaan kerajaan?

Sementara para pengunjuk rasa tidak menyerukan penggulingan kerajaan, mereka menyerukan adanya reformasi akibat ketidaksetaraan kekayaan.

Mereka ingin membalikkan kendali sepihak Raja atas keuangan kerajaan dan menyerukan adanya mekanisma untuk menjaga akuntabilitas kerajaan yang lebih kuat dalam konstitusi Thailand.

"Jutaan keluarga sedang kesulitan, jadi kenapa kita bisa memberikan uang pajak untuk satu keluarga yang dibelanjakan dengan bermewah-mewahan?" kata Parit Chiwarak, seorang aktivis terkemuka kepada Reuters di tengah protes pekan lalu.

Antara 2015 dan 2018, tingkat kemiskinan Thailand, di mana warga hidup dengan kurang dari 1,90 dollar AS, atau kurang dari Rp 27.000 per hari, meningkat dari titik terendah dalam sejarah, yakni dari 7,2 persen menjadi 9,9 persen dari populasi, menurut angka Bank Dunia.

Baca juga: Pengawalnya Positif Covid-19, Raja Thailand Dilarikan ke Rumah Sakit

Dan pandemi diperkirakan akan memperburuk tingkat kemiskinan, karena pendapatan nasional Thailand diperkirakan akan menyusut setidaknya 5 persen, yang merupakan salah satu yang paling tajam di kawasan Asia Tenggara, menurut laporan Bank Dunia bulan Juni lalu.

Dr Tamara Loos, sejarawan Thailand dari Universitas Cornerll di Amerika Serikat mengatakan para pengunjuk rasa tidak hanya fokus soal gaya hidup bermewah-mewahan, tetapi juga adanya hierarki atau tingkatan sosial.

"Mereka menargetkan monarki, tapi yang sebenarnya mereka lakukan adalah mengadvokasi perubahan sosial yang radikal, maksud saya, mereka ingin diakhirinya hierarki," kata Dr Loos.

Seperti yang dirasakan Kanyanatt Kalfagiannis, dari organisasi Alliance for Thai Democracy yang berbasis di Sydney, yang mengatakan kepada ABC jika "feodalisme" masih ada di Thailand.

"Ketika Anda membeli sebidang tanah, ada segel tanda tangan Raja di sertifikat," kata Kanyanatt.

"Ini mengingatkanmu jika kamu tidak benar-benar memiliki tanah, itu masih punya Raja."

Baca juga: Viral Video Raja Thailand Vajiralongkorn Ucapkan Terima Kasih kepada Pendukungnya

Namun dia mengatakan pengunjuk rasa seperti dirinya masih perlu melakukan banyak hal agar didukung rakyat Thailand, karena propaganda kerajaan selama beberapa dekade telah menyamarkan apa yang sebenarnya terjadi dengan kerajaan Thailand.

"Kita perlu menyampaikan kebenaran kepada mereka," katanya.

"Jika masih menginginkan Raja, buat saja dia lebih cocok dengan konteks saat ini, sama seperti raja lainnya di dunia."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com