Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyakit yang Banyak Diidap Tentara Perang Dunia I, Ditemukan pada Tunawisma

Kompas.com - 07/12/2020, 15:30 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

OTTAWA, KOMPAS.com - Penyakit yang banyak menyerang para tentara era Perang Dunia I diidentifikasi muncul pada tubuh seorang tunawisma di Kanada.

Penyakit itu disebut Trench fever, yang disebabkan oleh bakteri Bartonella quintana dan disebarkan melalui kotoran dari kutu tubuh.

Penyakit ini dahulu banyak diidap para tentara perang dunia dan diperkirakan telah mempengaruhi lebih dari 1 juta tentara selama konflik 1914-1918.

Gejala penyakit ini adalah demam yang berulang, nyeri di tulang kering dan punggung, sakit kepala, dan pusing.

Penyakit ini juga dapat menyebabkan peradangan selaput jantung yang berpotensi fatal, yang dikenal sebagai endokarditis.

Baca juga: Penyakit Misterius Muncul di India, 140 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Melansir The Guardian pada Seni (7/12/2020), para dokter di Kanada mengatakan mereka telah menemukan bakteri penyebab Trench fever dan masalah jantung terkait penyakit itu, pada seorang mantan tunawisma di Winnipeg.

Tiga kasus lain telah dicatat dimiliki oleh pria yang rentan juga di Winnipeg. Penderita dengan penyakit itu ditemukan selama periode 6 bulan tahun ini.

Seorang pria mengalami kelumpuhan dan kesulitan berbicara setelah infeksi yang menyebabkan pendarahan di otaknya.

Beberapa kasus lain telah terjadi pada orang sehat dengan risiko rendah kutu tubuh, tetapi para ahli mengatakan penyakit ini sangat umum di kalangan tunawisma.

Dr Carl Boodman, kepala residen medis dan ahli penyakit menular dan mikrobiologi medis di University of Manitoba yang ikut menulis laporan terbaru, mengatakan kondisi Trench fever mungkin kurang terdiagnosis.

Baca juga: Pemimpin Al-Qaeda Ayman al-Zawahiri Diduga Meninggal karena Penyakit Mirip Asma

Sehingga, penelitian tersebut menyoroti perlunya berbuat lebih banyak untuk membantu yang paling rentan di masyarakat.

“Orang yang memiliki hambatan dalam perawatan dan tidak selalu memiliki komunitas besar yang mengadvokasi mereka mungkin akan memiliki hasil yang buruk atas penyakit itu dan bahkan mungkin meninggal tanpa pemahaman yang baik tentang penyakitnya,” ujar Boodman.

“Ini adalah penyakit kondisi masa perang, penyakit kamp pengungsian, dan penyakit yang masih dihadapi oleh banyak masyarakat industri,” tambahnya.

Ia melanjutkan bahwa, "Ini hanya mencerminkan fakta bahwa ada orang dalam masyarakat kita yang hidup dalam kondisi yang tidak seharusnya kita toleransi."

Menulis di Jurnal Asosiasi Medis Kanada, Boodman dan rekannya menjelaskan bagaimana seorang pria berusia 48 tahun tiba di unit gawat darurat dengan nyeri dada dan sesak napas yang dimulai 2 hari sebelumnya.

Baca juga: Putin Dirumorkan Hendak Mundur sebagai Presiden Rusia karena Terkena Penyakit Parkinson

Pria itu HIV-positif dan mantan pengguna narkoba, tetapi dia telah menggunakan obat antiretroviral.

Dia baru-baru ini menjadi tunawisma, dan sebelumnya telah mencari bantuan untuk nyeri dada dan kutu tubuh.

Tim menemukan tanda-tanda gigitan serangga di kulit pasien, dan pemindaian menunjukkan penyumbatan di pembuluh paru-paru, limpa yang membesar, dan kelemahan di dinding pembuluh darah utama.

Kondisi pria itu memburuk meskipun sudah diobati dan dia memakai ventilator, dan pemindaian lebih lanjut menunjukkan kerusakan pada katup jantungnya akibat endokarditis.

Pria itu menjalani operasi penggantian katup dan, setelah tes darah serta pengurutan genetik menunjukkan infeksi Bartonella quintana. Kemudian, dia diberi antibiotik.

Baca juga: Sepanjang 2020, 70 Orang di Sri Lanka Tewas Terkena Penyakit Kencing Tikus

“Infeksi Bartonella quintana sebenarnya yang menyebabkan kerusakan katup jantung,” kata Boodman.

Pria itu menyelesaikan perawatan dan, tiga bulan setelah keluar dari rumah sakit, tetap sehat.

Jon Sparkes, kepala eksekutif di Krisis amal tunawisma, mengatakan tunawisma memengaruhi kesehatan mental dan fisik orang.

“Perawatan kesehatan preventif dan spesialis yang benar-benar dapat diakses oleh mereka yang menghadapi tunawisma sangat penting dan pada gilirannya akan mencegah penyebaran penyakit dan mengurangi ketergantungan pada layanan perawatan kesehatan darurat," katanya.

“Kita semua berhak mendapatkan kesempatan untuk membangun hidup yang sehat untuk diri kita sendiri, jadi kita harus benar memastikan ini juga dapat dirasakan kepada orang-orang tunawisma,” ungkapnya.

Baca juga: Bakteri Penyakit Bocor dari Lab China, Ribuan Orang Terinfeksi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com