Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diduga Kesehatannya Menurun, Pemimpin Tertinggi Iran Serahkan Kekuasaan ke Anaknya

Kompas.com - 06/12/2020, 12:33 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber The Sun

TEHERAN, KOMPAS.com - Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dilaporkan mulai menyerahkan kekuasaan anaknya, dengan dugaan kesehatannya menurun.

Kabar yang disampaikan jurnalis Mohamad Ahwaze itu terjadi di tengah ketegangan dengan AS dan Israel, setelah ilmuwan nuklir Mohsen Fakhrizadeh tewas dibunuh.

Dalam kicauan menggunakan bahasa Arab, Ahwaze mendapat kabar kondisi kesehatan Khamenei menurun dari sumber internal Teheran.

Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran Pakai iPhone untuk Kirim Twit Seruan Berhenti Impor Produk AS

Sumber itu menyebut awalnya Ayatollah Ali Khamenei dijadwalkan bertemu dengan Presiden Hassan Rouhani pada Jumat waktu setempat (4/12/2020).

"Tetapi, pertemuan antara Khamenei dengan Rouhani harus dibatalkan setelah kondisi kesehatan sang pemimpin menurun," jelas Ahwaze dikutip The Sun Sabtu (5/12/2020).

Dia menuturkan, apa yang menyebabkan kesehatan Pemimpin Tertinggi Iran sejak 1989 itu tak diketahui. Tapi dia dilaporkan masih belum pulih.

Reuters melaporkan, Khamenei dirumorkan menderita kanker prostat, dan menjalani operasi yang diklaim berhasil enam tahun silam.

Anak Khamenei, Mojtaba, sudah digadang-gadang menjadi penerus ayahnya. Dia sudah mengurusi departemen intelijen dan keamanan Iran.

Pada 2009, The Guardian menjuluki Mojtaba Khamenei sebagai "penjaga pemimpin tertinggi", di mana intelijen Eropa yakin dia akan segera menggantikan ayahnya.

Baca juga: Mendiang PM Lebanon Rafiq Hariri Diduga Dibunuh atas Perintah Pemimpin Tertinggi Iran

Sejauh ini, Teheran belum memberi respons atas isu kesehatan Khamenei dengan media lokal juga tidak menerbitkan berita tentang dia.

Jika kabar menurunnya kondisi Khamenei terbukti, Mojtaba bakal memimpin Iran di masa sensitif, karena mereka bersitegang dengan Barat serta Israel.

Mohsen Fakhrizadeh tewas pada 27 November di Absard. Teheran menuding Tel Aviv sebagai dalang pembunuhan dan berjanji akan menuntut balas.

Tensi itu sudah memanas sejak 2018, ketika Presiden Donald Trump mengejutkan banyak pihak dengan mengumumkan keluar dari perjanjian nuklir 2015.

Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran: Tunggu Pembalasan Kami, AS

Selama dua tahun terakhir, pemerintahan Trump menghujani Teheran dengan serangkaian sanksi yang melemahkan ekonomi Iran.

Presiden terpilih AS Joe Biden dalam kampanyenya menyatakan, sebenarnya dia siap menegakkan kembali perjanjian 2015 untuk membuka jalan negosiasi.

Tetapi pekan lalu, parlemen di Teheran mengesahkan undang-undang baru untuk meningkatkan pengayaan uranium hingga 20 persen.

New York Times memberitakan, jumlah itu bisa membuat Iran mengubah stok uranium mereka menjadi level militer dalam enam bulan ke depan.

Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran: Kami Tak Akan Pernah Lupa AS Bunuh Jenderal Qasem Soleimani

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com