Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Cerita Dunia] Napoleon Bonaparte, Ubah Nasib dari Prajurit menjadi Kaisar Perancis

Kompas.com - 05/12/2020, 15:35 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Napoleon Bonaparte, seorang prajurit yang membuat dirinya menjadi seorang Kaisar Perancis dan menaklukkan sebagian besar Eropa pada awal abad ke-19.

Napoleon lahir pada 15 Agustus 1769 di Ajaccio di pulau Mediterania di Corsica, dari pasangan Carlo Buonaparte dan Romalino Buonaparte.

Lahir dari keluarga yang tidak kaya, Napoleon dewasa dapat menyanding pangkat menjadi pemikir militer terbesar di Eropa.

Karir Napoleon dimulai pada 30 tahun sebelum Perang Waterloo pada 1785, ketika dia lulus dari akademi militer di Paris, seperti yang dilansir dari History Extra.

Meski terampil dalam belajar dan rakus membaca strategi militer, Napoleon sempat dikucilkan oleh teman-teman sekelasnya yang selalu menganggapnya orang luar Perancis dengan aksen berbicara yang aneh.

Baca juga: [Cerita Dunia] Bagaimana Negara Uni Emirat Arab Terbentuk?

Pada usia 15 tahun, Napoleon menjadi kepala keluarganya, setelah ayahnya meninggal.

Dia membawa keluarganya ke Perancis pada 1793 ketika di Corsica terjadi kekacauan. Di Perancis, Napoleon kembali ke tugas militer.

Melansir dari History, ia bekerjasama dengan Augustin Robespierre, saudara dari pemimpin revolusioner Maximilien Robespierre, seorang Jacobin yang merupakan kekuatan kunci di balik Reign of Terror (1793-1794), suatu periode kekerasan melawan musuh revolusi.

Selama masa itu, Napoleon dipromosikan menjadi brigadir jenderal di angkatan darat.

Namun, setelah Robespierre jatuh dari kekuasaan dan dipenggal pada Juli 1794, Napoleon secara singkat dikenakan tahanan rumah karena hubungannya dengan kedua saudara itu.

Pada 1795, Napoleon membantu menekan pemberontakan royalis melawan pemerintah revolusioner di Paris dan dipromosikan menjadi mayor jenderal.

Baca juga: [Cerita Dunia] Konferensi Teheran, Cikal Bakal Sekutu dalam Perang Dunia II

Kekuatan Napoleon

Sejak 1792, pemerintahan revolusioner Perancis telah terlibat dalam konflik militer dengan berbagai negara Eropa.

Pada 1796, Napoleon memimpin pasukan Perancis yang mengalahkan pasukan Austria yang lebih besar, salah satu saingan utama negaranya, dalam serangkaian pertempuran di Italia.

Pada 1797, Perancis dan Austria menandatangani Perjanjian Campo Formio, yang menghasilkan keuntungan teritorial bagi Perancis.

Tahun berikutnya, Direktori, kelompok beranggotakan 5 orang yang telah memerintah Perancis sejak 1795, menawarkan untuk membiarkan Napoleon memimpin invasi ke Inggris.

Namun, Napoleon tak sepakat dan memutuskan bahwa angkatan laut Perancis belum siap untuk melawan Angkatan Laut Kerajaan Inggris yang superior.

Baca juga: [Cerita Dunia] Kecelakaan Mobil Putri Diana dan Kejanggalannya

Ia mengubah target dengan mengusulkan invasi ke Mesir dalam upaya menghapus rute perdagangan Inggris dengan India.

Alhasil, pasukan Napoleon mencetak kemenangan melawan penguasa militer Mesir, Mamluk, pada Pertempuran Piramida pada Juli 1798.

Namun pada Pertempuran Nil Agustus 1798, pasukannya terdampar setelah armada angkatan lautnya hampir dihancurkan oleh Inggris.

Pada awal 1799, tentara Napoleon melancarkan invasi ke Suriah yang diperintah Kekaisaran Ottoman, yang berakhir dengan pengepungan yang gagal dari Acre, yang terletak di zaman modern Israel.

Musim panas itu, dengan situasi politik di Perancis yang ditandai oleh ketidakpastian, Napoleon yang selalu ambisius dan licik memilih untuk meninggalkan pasukannya di Mesir dan kembali ke Perancis.

Baca juga: [Cerita Dunia] 57 Tahun Silam Tewasnya John F. Kennedy di Tangan Mantan Marinir AS yang Belum Diadili

Kudeta 18 Brumaire

Pada November 1799, dalam peristiwa yang dikenal sebagai kudeta 18 Brumaire, Napoleon menjadi bagian dari kelompok yang berhasil menggulingkan Direktori Perancis.

Melansir catatan dari History, direktori tersebut diganti dengan Konsulat beranggotakan 3 orang, dan Napoleon menjadi konsul pertama, menjadikannya tokoh politik terkemuka Perancis.

Pada Juni 1800, di Pertempuran Marengo, pasukan Napoleon mengalahkan salah satu musuh abadi Perancis, yaitu Austria, dan mengusir mereka dari Italia.

Kemenangan tersebut membantu memperkuat kekuasaan Napoleon sebagai konsul pertama.

Selain itu, dengan Perjanjian Amiens pada 1802, Inggris yang lelah perang setuju untuk berdamai dengan Perancis. Meskipun, kemudian perdamaian hanya berlangsung selama satu tahun.

Napoleon bekerja untuk memulihkan stabilitas Perancis pasca-revolusi. Dia memusatkan pemerintahan, melembagakan reformasi di berbagai bidang seperti perbankan dan pendidikan.

Baca juga: [Cerita Dunia] Kudeta Militer Zimbabwe Lengserkan Presiden Robert Mugabe

Ia juga mendukung ilmu pengetahuan dan seni, serta berusaha memperbaiki hubungan antara rezimnya dan paus, yang menderita selama revolusi.

Salah satu pencapaiannya yang paling signifikan adalah Kode Napoleon, yang mengefisienkan sistem hukum Perancis dan terus menjadi dasar hukum perdata Perancis hingga hari ini.

Pada 1802, amandemen konstitusi menjadikan Napoleon konsul pertama seumur hidup.

Dua tahun kemudian, pada 2 Desember 1804, ia menobatkan dirinya sendiri sebagai Kaisar Perancis dalam sebuah upacara mewah di Katedral Notre Dame di Paris.

Paus Pius VII mempersembahkan mahkota kepada kaisar baru itu, yang mengambil dan meletakkannya di atas kepalanya, menunjukkan bagaimana ia mencapai puncak kekuasaan di Perancis dengan kemampuannya sendiri, sebagaimana yang diceritakan dalam History Extra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com