Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iran Tolak Persyaratan Joe Biden untuk Capai Kesepakatan Nuklir

Kompas.com - 04/12/2020, 20:04 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

TEHERAN, KOMPAS.com - Iran menolak prasyarat dari pemerintahan baru AS, Joe Biden terhadap program nuklirnya dan meminta AS harus kembali kepada kesepakatan 2015 sebelum pembicaraan kedua negara dapat digelar.

Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan AS memiliki "komitmen" sendiri yang harus dilaksanakan.

Presiden AS terpilih, Joe Biden, mengatakan dia akan bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir dan mencabut sanksi atas Iran, apabila Teheran kembali kepada "kepatuhan ketat dengan kesepakatan nuklir".

Kedua negara agaknya menginginkan masing-masing pihak terlebih dahulu mengadopsi ulang ketentuan perjanjian, seperti yang dilansir dari BBC Indonesia pada Jumat (4/12/2020).

Baca juga: AS: Iran Tak Akan Lakukan Serangan Balasan Sebelum Pelantikan Joe Biden

Pada Mei 2018, Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan yang dinegosiasikan oleh pemerintahan Barack Obama.

Trump lantas menerapkan kembali sanksi ekonomi yang ketat terhadap Iran, dengan menargetkan pada sektor minyak dan keuangan negara itu.

Semenjak saat itulah, Teheran telah melampaui batas aktivitas nuklirnya yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan awal.

Tindakan Iran ini meningkatkan kecurigaan bahwa mereka dapat menggunakan program itu sebagai kedok untuk mengembangkan proyek bom nuklir.

Namun, pemerintah Iran berkeras bahwa ambisi nuklirnya sepenuhnya untuk tujuan damai.

Kesepakatan tersebut dirancang untuk membatasi program nuklir Iran dengan cara yang dapat diverifikasi dengan imbalan adanya keringanan sanksi.

Baca juga: Trump Peringatkan Pejabat Luar Negeri AS untuk Tidak Memulai Perang Dunia III dengan Iran

Posisi Iran sekarang dalam kesepakatan nuklir

Berbicara dalam konferensi virtual yang diselenggarakan oleh Italia pada Kamis (3/12/2020), Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan AS telah "melakukan pelanggaran berat" terhadap resolusi PBB yang mendukung kesepakatan nuklir.

Hal itu terjadi ketika AS meninggalkan perjanjian nuklir pada 2018, sehingga Zarif menggambarkan pemerintahan Trump sebagai "rezim brengsek".

"Amerika Serikat harus menghentikannya, Amerika Serikat harus menghentikan pelanggaran hukum internasionalnya," kata Zarif.

"Itu tidak membutuhkan negosiasi apa pun," tambahnya.

Zarif melanjutkan dengan mengatakan bahwa AS "tidak dalam posisi untuk menetapkan persyaratan".

Biden, yang akan dilantik sebagai presiden AS ke-46 pada 20 Januari, mengatakan dia akan memprioritaskan upaya untuk mengembalikan AS dalam perjanjian awal.

Dia juga melihat pada langkah pencabutan sanksi atas Iran, tetapi Teheran harus terlebih dulu mematuhi persyaratannya.

Joe Biden mengatakan kepada New York Times pada pekan ini, bahwa "hal ini akan sulit", tetapi "hal terakhir yang kita butuhkan di bagian dunia itu adalah membangun kemampuan nuklir ".

Baca juga: Israel Datangkan 7 Kapal Misil Baru, Bisa Lebih Kuat untuk Lawan Iran

Pada Rabu (2/12/2020), parlemen Iran mengesahkan undang-undang yang akan mencegah inspeksi PBB terhadap situs nuklirnya.

Undang-undang itu juga mengharuskan pemerintah untuk melanjutkan pengayaan uranium hingga 20 persen, jauh di atas taraf 3,67 persen yang disepakati pada kesepakatan nuklir 2015, jika rangkaian sanksi yang melumpuhkan Iran tidak dikurangi dalam kurun waktu dua bulan

Uranium yang diperkaya ke tingkat yang jauh lebih tinggi dapat digunakan dalam bom nuklir, meskipun, setelah 20 persen tercapai, secara teknologi lebih mudah untuk mencapai tingkat kemurnian yang dibutuhkan.

Presiden Hassan Rouhani mengatakan dia menentang penerapan undang-undang tersebut.

Sementara Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang merupakan otoritas tertinggi di negara itu, masih harus menjelaskan posisinya dalam UU tersebut.

Undang-undang itu diloloskan setelah terjadi pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir ternama Iran, Mohsen Fakhrizadeh, yang memainkan peran penting dalam program nuklir negara itu.

Mohsen Fakhrizadeh tewas dalam serangan misterius di sebuah jalan di luar ibu kota Teheran pada Jumat lalu.

Iran yakin Israel dan kelompok oposisi yang diasingkan menggunakan senjata kendali jarak jauh untuk melakukan penembakan.

Baca juga: Iran Keluarkan UU untuk Tingkatkan Kemampuan Nuklir dan Cegah Inspeksi PBB

Israel belum secara terbuka mengomentari tuduhan keterlibatannya.

Ketika Trump membatalkan perjanjian nuklir, dia mengatakan ingin memaksa Iran agar merundingkan kesepakatan baru yang akan membatasi program nuklirnya dan juga menghentikan pengembangan rudal balistiknya.

Iran menolaknya dan pada Juli 2019 negara itu melanggar batas 3,67 persen pada pengayaan uranium. Tingkat pengayaan tetap stabil hingga 4,5 persen semenjak saat itu.

Teheran menyatakan pada Januari bahwa mereka tidak akan lagi mematuhi batasan apa pun yang diberlakukan oleh kesepakatan tersebut.

Mereka mengatakan tidak akan mengamati batasan kapasitasnya untuk pengayaan, tingkat pengayaan, stok bahan yang diperkaya, atau penelitian serta pengembangannya.

Bulan lalu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan Iran memiliki lebih dari 12 kali jumlah uranium yang diperkaya dari batas yang diizinkan berdasarkan perjanjian.

Baca juga: Iran Identifikasi Pembunuh Ilmuwan Nuklir Mohsen Fakhrizadeh

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Tokoh-tokoh Kunci dalam Sidang Donald Trump

Tokoh-tokoh Kunci dalam Sidang Donald Trump

Global
Hezbollah Klaim Luncurkan Drone ke 2 Pangkalan Israel

Hezbollah Klaim Luncurkan Drone ke 2 Pangkalan Israel

Global
Ukraina Akan Panggil Warganya di Luar Negeri

Ukraina Akan Panggil Warganya di Luar Negeri

Global
Viral Insiden Berebut Kursi dalam Kereta, Wanita Ini Tak Segan Duduki Penumpang Lain

Viral Insiden Berebut Kursi dalam Kereta, Wanita Ini Tak Segan Duduki Penumpang Lain

Global
7 Tahun Dikira Jantan, Kuda Nil di Jepang Ini Ternyata Betina

7 Tahun Dikira Jantan, Kuda Nil di Jepang Ini Ternyata Betina

Global
Perusahaan Asuransi AS Ungkap Pencurian Data Kesehatan Pribadi Warga AS dalam Jumlah Besar

Perusahaan Asuransi AS Ungkap Pencurian Data Kesehatan Pribadi Warga AS dalam Jumlah Besar

Global
China Kecam AS karena Tuduh Beijing Pasok Komponen ke Rusia untuk Perang di Ukraina

China Kecam AS karena Tuduh Beijing Pasok Komponen ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Global
Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Global
AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

Global
Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Global
Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Global
Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Global
Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Global
Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Global
Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com