Ketika permusuhan Arab terhadap Israel meningkat, negara baru itu mencoba menjangkau komunitas non-Arab di Timur Tengah.
Ini menemukan celah dengan Kurdi Irak yang, seperti Israel, menentang pemerintah pusat di Baghdad.
Israel kemudian berusaha memberikan bantuan kemanusiaan dan militer kepada Kurdi yang terluka di bawah kampanye militer brutal Saddam Hussein di utara sepanjang 1980-an dan 1990-an.
Pada 2017, Israel mendukung referendum kemerdekaan yang kontroversial di Irak utara, bahkan ketika sekutu Arbil termasuk Amerika Serikat menentang pemungutan suara tersebut.
Menjelang referendum, aktivis Kurdi Nabaz Rashad dengan antusias berkampanye untuk kemerdekaan.
Baca juga: Selang Sepekan, Jet Tempur Israel Gempur Suriah Lagi
Banyak teman Arabnya di seluruh Irak dan negara lain mengkritik upayanya, mengatakan negara Kurdi akan membentuk "Israel kedua di Timur Tengah".
Sekarang, Rashad yang berusia (35 tahun) melihat gelombang " normalisasi" sebagai sesuatu yang menyakitkan.
"Itu murni kemunafikan," kata Rashad kepada AFP.
Meski begitu, dia berharap hal itu bisa membawa stabilitas ke Timur Tengah, wilayah yang terkoyak oleh konflik selama beberapa dekade.
"Selain itu, sebagai orang Kurdi, itu memberi saya harapan ketika saya melihat negara baru dikenalkan atau lahir," kata Rashad.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan