Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putin Tidak Bisa Disuntik Vaksin Terbaru Rusia karena Belum Ada Sertifikasinya

Kompas.com - 25/11/2020, 09:41 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber Daily Mail

MOSKWA, KOMPAS.com - Pihak Kremlin mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak bisa mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 yang terbaru karena masih belum disertifikasi meski diklaim aman digunakan, lapor Daily Mail, Selasa (24/11/2020).

Presiden Rusia itu pekan lalu mengumumkan bahwa negaranya telah mengembangkan vaksin corona kedua, EpiVacCorona. Negara itu sebelumnya mendaftarkan vaksin virus corona pertama mereka, Sputnik V pada Agustus lalu.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Selasa mengatakan, "Kami belum memulai vaksinasi secara luas dan kepala negara tidak dapat mengambil bagian dalam vaksinasi sebagai sukarelawan. Itu tidak mungkin."

"Presiden tidak bisa menggunakan vaksin yang tidak bersertifikat," imbuhnya.

Pada bulan Oktober, Putin mengumumkan bahwa Rusia telah mendaftarkan vaksin virus corona kedua, EpiVacCorona, di tengah kompetisi global dalam produksi vaksin demi membasmi pandemi Covid-19, yang kini telah merenggut hampir 1,4 juta nyawa.

Baca juga: Rusia Uji Coba Vaksin Covid-19 Kedua Bernama EpiVacCorona, September Diperkirakan Selesai


Putin pekan lalu mengatakan bahwa Rusia memiliki perjanjian manufaktur dengan China dan India dan mendesak Brasil juga Afrika Selatan untuk juga memproduksi massal vaksin buatan Rusia.

Raksasa farmasi Pfizer dan BioNTech mengumumkan bahwa vaksin virus mereka 95 persen efektif, sementara perusahaan AS Moderna pekan lalu mengatakan bahwa hasil awal menunjukkan kandidatnya 94,5 persen efektif.

Vaksin virus corona Sputnik V pertama Rusia 95 persen efektif menurut analisis sementara kedua dari data uji klinis, berdasarkan pengembangnya pada Selasa.

Vaksin dua dosis itu akan tersedia di pasar internasional dengan harga kurang dari 10 dollar AS (sekitar Rp141.531) per dosis, namun akan gratis bagi warga Rusia.

Vaksin itu dapat disimpan pada suhu antara dua dan delapan derajat Celcius (antara 35,6 dan 46,4 derajat Fahrenheit), meski beberapa vaksin lain harus berada di dalam suhu di bawah titik beku.

Baca juga: Setelah Pfizer, Vaksin Covid-19 Sputnik V Milik Rusia Diklaim Efektif 95 Persen

Pusat Penelitian Gamaleya Rusia yang dikelola Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF) mengatakan bahwa penghitungan efektivitas vaksin didasarkan pada data awal yang diperoleh dalam 42 hari setelah dosis pertama.

Pernyataan lembaga itu juga mengatakan bahwa vaksin telah menunjukkan keefektifan 91,4 persen dalam 28 hari setelah dosis pertama, angka yang didasarkan pada 39 kasus.

Selama 42 hari kemudian, setelah dosis kedua, data menunjukkan kemanjuran vaksin di atas 95 persen.

Namun begitu, tidak disebutkan jumlah kasus infeksi virus corona yang digunakan untuk membuat penghitungan akhir.

"Analisis kedua dilakukan seminggu setelah sukarelawan mendapat dosis kedua, yang berarti bahwa tubuh mereka sebagian bereaksi terhadap kedua dosis tersebut," kata Direktur Gamaleya Alexander Gintsburg.

Baca juga: Usai Disuntik Vaksin Sputnik V, 3 Petugas Medis Rusia Baru Ketahuan Terinfeksi Covid-19

Dia mengatakan lembaganya mengharapkan tingkat kemanjuran menjadi 'lebih tinggi' pada tiga minggu setelah dosis kedua diberikan.

Pernyataan tersebut juga mengatakan bahwa sebanyak 22.000 relawan telah divaksinasi dengan dosis pertama dan lebih dari 19.000 dengan kedua dosis tersebut.

Uji coba vaksin Sputnik V di luar negeri juga sedang berlangsung di Uni Emirat Arab, Venezuela, Belarusia, dan negara-negara lain.

Rusia pada Agustus menjadi negara pertama yang mendaftarkan vaksin virus corona tetapi melakukannya sebelum uji klinis berskala besar yang masih berlangsung.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Pfizer, Sputnik V, Moderna, dan Oxford AstraZeneca, Apa Bedanya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Daily Mail

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com