Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemimpin Pasukan Australia SAS Paksa Anggota Baru Bunuh Tahanan di Afghanistan

Kompas.com - 21/11/2020, 15:53 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

CANBERRA, KOMPAS.com - Pemimpin pasukan elite Australia SAS dilaporkan memaksa anggota baru untuk menembak mati tahanan agar mereka "berdarah".

Terungkapnya kabar itu terjadi di tengah dugaan bahwa militer "Negeri Kanguru" diduga melakukan pembunuhan ekstrayudisial di Afghanistan antara 2007-2013.

Jenderal Angus Campbell, Kepala Pasukan Pertahanan Australia, merilis laporan yang sudah disunting dari Paul Brereton, Hakim Senior Sydnye sekaligus mantan jenderal korps cadangan.

Baca juga: Whistleblower Kejahatan Perang Militer Australia di Afghanistan Akan Terima jika Dihukum, Asal Kebenaran Ditegakkan

Butuh waktu empat tahun bagi para hakim untuk menyelesaikan penyelidikan dan menyusun laporan, di mana naskahnya banyak mengalami penyuntingan.

Hakim Brereton menemukan informasi, pasukan elite SAS melakukan 39 pembunuhan ekstrayudisial saat tergabung dalam koalisi pimpinan AS di Afghanistan.

Diwartakan The Times, tudingan itu termasuk "pembunuhan pertama" yang dilakukan oleh anggota junior berdasarkan perintah dari pimpinannya.

Dilaporkan Daily Mirror Jumat (20/11/2020), perintah itu diberikan si oknum pimpinan agar setiap anggota baru merasa "berdarah".

Laporan itu juga menyebutkan senjata maupun alat komunikasi asing ditaruh di sebelah mayat korban, sehingga mereka nampak seperti prajurit guna mengelabui komandannya.

Jenderal Campbell menduga, jumlah warga Afghanistan yang dibunuh secara semena-mena oleh pasukan khusus "Negeri Kanguru" ini lebih dari 39 orang.

Baca juga: Saksi Kejahatan Perang Australia di Afghanistan: Semua Benar

"Meski enggan, saya harus menerima bahwa ini sudah terjadi kemungkinan ini (pembunuhan ekstrayudisial)," kata Jenderal Campbell.

Dia memberanikan orang-orang yang menjadi korban atau mungkin mempunyai informasi mengenai kejahatan perang itu untuk segera melapor.

Kepada ABC, Jenderal Campbell mengatakan dia sudah mengantisipasi bakal mendapatkan laporan yang tak enak mengenai tingkah laku anak buahnya.

Namun, dia tidak menyangka bahwa laporan yang dia terima bakal sangat menyesakkan. "Dan laporan ini sangat, sangat mengerikan," kata dia.

Salah satu insiden, seperti yang disebut dalam laporan itu, memuat detil yang disebut "paling memalukan dalam sejarah militer Australia".

Baca juga: 100 Anggota ISIS Tewas dalam Pertempuran Melawan Pasukan Khusus Inggris SAS

Menyusul adanya kabar tersebut, sebanyak 19 orang, baik yang masiih aktif berdinas maupun pensiunan, bakal menjalani sidang dan berpotensi kehilanhan tanda jasa jika bersalah.

Perdana Menteri Scott Morrison dilaporkan menelepon Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, beberapa jam sebelum laporan itu keluar.

Kepada Ghani, PM Morrison menjanjikan pihaknya akan lebih serius mengutusnya seraya menekankan krusialnya integritas SAS.

Sementara Menteri Pertahanan Linda Reynolds menyatakan, dia merasa sangat muak setelah membaca berbagai temuan kejahatan perang itu.

"Saya mendapatkan laporan dua pekan lalu dan ini membuat saya jijik. Seperti orang Australia umumnya, saya sangat syok dan sedih," ujar dia.

Baca juga: Berusaha Bunuh Pasukan SAS Inggris, ISIS Pasang Bom Bunuh Diri di Bra

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com