Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenangan Joe Biden Bakal Untungkan Negara Ini untuk Lawan China

Kompas.com - 14/11/2020, 15:31 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

WILMINGTON, KOMPAS.com - Presiden AS terpilih Joseph Biden akan memberi kekuatan bagi negara-negara Asia Tenggara yang berselisih dengan China yang jauh lebih kuat, terkait sengketa Laut China Selatan, dengan berpihak pada mereka tanpa mengundang konflik bersenjata, demikian yang diyakini para analis.

Mereka meninjau catatan pemerintahan mantan presiden AS Barack Obama, di mana Biden menjadi wakil presiden, untuk mendapatkan petunjuk mengenai apa yang mungkin dilakukan Biden di kawasan itu.

Obama mengupayakan apa yang disebut pemerintahnya sebagai “berporos ke Asia” sejak 2011 sewaktu kawasan ini menjadi lebih vital bagi kepentingan ekonomi AS.

Baca juga: Birukan Georgia, Joe Biden Menangi Pilpres AS dengan 306 Electoral Votes

Ia berupaya meningkatkan perjanjian militer dengan lima sekutu di Asia-Pasifik, memajukan perjanjian perdagangan bebas Kemitraan Trans-Pasifik yang dibatalkan Trump pada tahun 2017, dan meluncurkan program untuk generasi muda yang dimaksudkan untuk membangun hubungan antar warga.

Berdasarkan catatan tersebut, para ilmuwan berpendapat Biden dapat diharapkan memberi lebih banyak penekanan pada diplomasi, daripada langkah-langkah militer yang disukai Presiden Donald Trump, yang mencakup pelayaran kapal-kapal angkatan laut melalui perairan sengketa dan penjualan senjata ke lawan-lawan China di kawasan tersebut.

Pendekatan Trump telah membuat resah beberapa pemimpin Asia Tenggara, yang menginginkan hubungan yang stabil dengan kedua negara adidaya itu.

Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam bersaing dengan China dalam sengketa kedaulatan maritim, sementara bergantung pada negara tetangganya yang komunis itu dalam soal bantuan ekonomi.

Negara-negara tersebut melalui ASEAN, sekarang dapat mengharapkan seorang pemimpin AS yang akan mendukung mereka dalam menyusun suatu pedoman perilaku maritim dengan China, kata Alan Chong dari S Rajaratnam School of International Studies di Singapura.

Baca juga: Di Hari Pelantikan Biden dan Harris Diperkirakan Bertambah Lebih dari 8 Juta Kasus dan 70.000 Kematian karena Covid-19

China dan ASEAN telah berusaha keras menyusun pedoman yang dimaksudkan untuk mencegah konflik tak diinginkan, sejak 2002. China telah bertahun-tahun menghentikan upayanya sebelum menghidupkan kembali gagasan itu pada tahun 2017.

Para pejabat AS “tidak perlu terlibat langsung dan memicu sensitivitas China,” jelas Chong. “Mereka hanya perlu diam-diam mendukung ASEAN dalam merundingkan pedoman perilaku. Tentu saja, rencana ASEAN akan selalu disesuaikan dengan Washington,” lanjutnya.

Washington menganggap banyak negara Asia Tenggara sebagai sekutu yang dapat membantu membendung China, jika diperlukan.

China mengutip catatan historisnya sehubungan dengan klaim terhadap sekitar 90 persen perairan yang disengketakan. Negara-negara lain menyatakan klaim China tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif mereka.

Para pemimpin di berbagai penjuru Asia Tenggara “pada dasarnya menyambut baik siapapun” selama kekuatan lainnya menghindari konflik,” kata Huang Kwei-bo, wakil dekan Fakultas Hubungan Internasional di National Chengchi University di Taipei.

Baca juga: Joe Biden Menang Pilpres AS, Akankah Para Pemimpin Teluk Arab Hadapi Kenyataan Baru?

Selama dekade lalu, China telah membuat berang Vietnam dengan mengirim kapal-kapal survei dan anjungan minyak ke perairannya, membuat hubungannya dengan Malaysia dingin karena aktivitas garda pantainya dan membuat marah Filipina karena mengambil alih kawasan sengketa yang kaya ikan. China memiliki angkatan bersenjata terkuat di Asia.

PM Malaysia Muhyiddin Yassin dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengeluarkan pernyataan publik berisi ucapan selamat kepada Biden pada hari Minggu lalu, disusul oleh Sultan Brunei Hassanal Bolkiah keesokan harinya.

Duterte, meskipun menjalin persahabatan dengan Beijing sejak 2016, mengatakan melalui media di Filipina bahwa ia berharap ada perbaikan hubungan dengan AS di bawah Biden yang didasarkan pada “komitmen bersama bagi demokrasi, kebebasan dan supremasi hukum.” Kata-kata itu kerap digunakan untuk menggambarkan kontras dengan pemerintahan otoriter China.

Biden belum berbicara dengan salah satu pemimpin China atau Asia Tenggara sejak akhir pekan lalu, sewaktu ia dan pasangannya, wakil presiden terpilih Senator Kamala Harris, diproyeksikan menang dalam pemilihan presiden 3 November dari Trump dan pasangannya, wakil presiden Mike Pence.

Baca juga: Trump Akan Deklarasi Maju Pilpres 2024 Usai Sertifikasi Kemenangan Biden

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Taliban Berlakukan Kembali Hukuman Rajam Perempuan Berzina, Digelar di Depan Umum Sampai Mati

Taliban Berlakukan Kembali Hukuman Rajam Perempuan Berzina, Digelar di Depan Umum Sampai Mati

Global
Jubir Gedung Putih Analogikan Rusia Seperti Penjual Pupuk Kandang, Apa Maksudnya?

Jubir Gedung Putih Analogikan Rusia Seperti Penjual Pupuk Kandang, Apa Maksudnya?

Global
Perancis Setujui RUU Larangan Diskriminasi Berdasarkan Gaya Rambut

Perancis Setujui RUU Larangan Diskriminasi Berdasarkan Gaya Rambut

Global
Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Global
Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Global
Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Global
Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Global
Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Global
Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Global
Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Global
Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Global
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Global
[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

Global
Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Global
Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com