Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

592 Surat Suara Pilpres AS yang Digugat Trump Tak Kantongi Bukti

Kompas.com - 12/11/2020, 15:17 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

PHILADELPHIA, KOMPAS.com - Tim kampanye Donald Trump tidak dapat menunjukkan tanda bukti adanya penipuan dari 592 surat suara yang digugat di pengadilan Pennsylvania.

Seorang hakim bertanya kepada pengacara tim kampanye Trump selama sidang pengadilan di Pennsylvania pekan ini, tentang salah satu dari banyak tuntutan hukum yang diajukkan pihaknya terhadap pemilu AS.

Apakah mereka telah menemukan tanda-tanda penipuan dari 592 surat suara yang digugat? Jawabannya, tidak.

"Menuduh orang melakukan penipuan adalah langkah yang cukup besar," kata pengacara, Jonathan Goldstein seperti yang dilansir dari Associated Press pada Kamis (12/11/2020). 

“Kami semua hanya mencoba menyelesaikan pemilihan,” imbuhnya.

Trump tidak begitu berhati-hati, bersikeras tanpa bukti bahwa surat suara pemilu untuknya telah dicuri, bahkan ketika pejabat pemilu di seluruh negeri dari kedua partai mengatakan tidak ada konspirasi yang terjadi.

Baca juga: Jajak Pendapat: 80 Persen Rakyat AS Setuju Joe Biden Menang Pilpres

Pada Rabu (11/11/2020), Trump menyasar Philadelphia, kubu Demokrat yang membantu mendorong Joe Biden memperoleh 270 suara Electoral College yang diperlukan untuk memenangkan pemilihan.

Presiden menuduh pejabat pemilu Partai Republik setempat, Al Schmidt, mengabaikan "tumpukan tindak korupsi dan ketidakjujuran".

Sementara, Twitter telah menandai setiap tweet Trump yang mengarah pada klaim penipuan pemilu yang diperdebatkan, untuk menghindari disinformasi menyebar.

Tim loyalis Trump telah mengajukan setidaknya 15 gugatan hukum di Pennsylvania dalam upaya untuk merebut kembali 20 suara elektoral negara bagian itu.

Adapun mereka juga mengajukan tuntutan di Georgia, Arizona, Nevada, dan Michigan.

Di pengadilan, para pengacara sang presiden AS ke-45 ini harus menempuh mempertaruhkan antara mengadvokasi klien dan menegakkan sumpah profesional mereka.

Baca juga: Ahli Sebut Tantangan Joe Biden Setelah Pilpres AS Mirip dengan Situasi di Indonesia

Ahli etika hukum dan aktivis pro-demokrasi telah mempertanyakan partisipasi para pengacara dalam upaya hukum itu, di mana Trump berkeras terhadap kekuasaan dan di satu sisi transisi ke presiden terpilih haruslah berjalan.

"Masalah utama di sini mungkin upaya untuk menenangkan ego, tetapi ada konsekuensi dunia nyata yang muncul dari hal itu," kata profesor Loyola Law School, Justin Levitt, mantan pejabat pemilihan Departemen Kehakiman.

“Upaya untuk menenangkan ego presiden bukanlah kejahatan tanpa korban,” ujar Levitt.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com