NAYPYITAW, KOMPAS.com - Penghitungan suara dimulai di Myanmar ketika pemungutan suara ditutup pada Minggu (8/11/2020).
Pemerintahan Aung San Suu Kui diyakini akan kembali berkuasa, sosok yang menjadi pahlawan di dalam negerinya meskipun reputasinya hancur di dunia internasional karena krisis Rohingya.
Pemilu ini merupakan yang kedua sejak Myanmar bebas dari junta militer pada tahun 2011.
Kali ini, pemimpin sipil dalam upaya mereka mempertahankan mayoritas absolut telah meminta warga untuk mengatasi ketakutan di tengah wabah virus corona dengan keluar dan memberikan suara mereka.
Jutaan orang berduyun-duyun datang lebih awal untuk berbaris di luar TPS bahkan sejak sebelum matahari terbit.
Baca juga: Pemilu Myanmar: Etnis Minoritas Dipinggirkan, Untungkan Jenderal dan Partai Besar
Sementara yang lain datang ketika matahari sedang terik, memberikan suara di kuil-kuil, pusat perbelanjaan dan kantor.
Di kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay, banyak warga berdesakan di TPS di luar istana kuno kota itu.
"Saya khawatir tentang kurangnya jarak sosial," kata guru sekolah Hnin Wut Yee (23) kepada AFP. "Kami semua saling mengawasi dengan curiga."
Khin Nyo (65) adalah salah satu orang yang terakhir memberikan suara di TPS Yangon yang tetap terbuka khusus untuk orang-orang yang terlambat.
"Saya menunggu sampai orang lain memilih karena saya tidak ingin terburu-buru memberikan suara," katanya kepada AFP.
Para warga wajib memakai masker di TPS namun aturan jaga jarak sosial dan fisik tidak diterapkan.
Baca juga: Pemilu Myanmar Tinggal Menghitung Hari, Aung San Suu Kyi Kemungkinan Menang Lagi
Meski kasus infeksi virus corona meningkat di negara itu dalam beberapa bulan terakhir, Suu Kyi menolak menunda pemungutan suara.
Keputusan itu dinilai oleh pengawas Internasional Crisis Group sebagai konsekuensi kesehatan masyarakat yang serius.
Kepala PBB Antonio Guterres pada Jumat (6/11/2020) menyerukan pemilu yang damai, tertib dan kredibel meskipun ada keraguan tentang kredibilitas pemungutan suara.
Hampir sebanyak 600.000 Muslim Rohingya yang tersisa di negara itu, separuh dari mereka adalah usia pemilih, dilucuti kewarganegaraannya juga hak-haknya, termasuk kesempatan mereka untuk memilih.
Baca juga: Caleg di Myanmar Ini Merayu Pemilih dengan Sembako Murah