Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Resmi Keluar dari Perjanjian Paris di Tengah Ketidakpastian Pemilu

Kompas.com - 05/11/2020, 06:40 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat secara resmi keluar dari Perjanjian Paris pada Rabu (4/11/2020), sesuai janji lama Presiden Donald Trump di tengah ketidakpastian hasil pemilu. 

Namun, hasil dari kontestasi pemilu Amerika yang ketat saat ini akan menentukan lamanya negara ini menarik diri dari Perjanjian Paris.

Sebab, seperti yang dilansir dari Reuters pada Rabu (4/11/2020), saingan Trump dari Partai Demokrat, Joe Biden, telah berjanji untuk bergabung dalam perjanjian tersebut jika terpilih.

Baca juga: Pilpres AS: Kemenangan Sementara Joe Biden dan 5 Kesimpulannya

"Penarikan AS akan memberikan celah dalam rezim kami, dan upaya global untuk mencapai tujuan dan ambisi Perjanjian Paris," kata Patricia Espinosa, Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).

Amerika Serikat masih tetap menjadi anggota UNFCCC dan Espinosa mengatakan badan tersebut akan "siap membantu AS dalam upaya apa pun untuk bergabung kembali dengan Perjanjian Paris."

Trump pertama kali mengumumkan niatnya untuk menarik Amerika Serikat dari pakta tersebut pada Juni 2017, dengan alasan hal itu akan merusak ekonomi AS.

Baca juga: Update Hasil Pilpres AS: Michigan Bergoyang Arah ke Biden

Pemerintah secara resmi menyampaikan pemberitahuan penarikan ke PBB setahun yang lalu, pada 4 November 2019.

Pengunduran diri tersebut menjadikan Amerika Serikat satu-satunya negara dengan 197 penandatangan yang telah menarik diri dari perjanjian yang dibuat pada 2015.

UNFCCC, Inggris, Perancis, Chili dan Italia mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama bahwa mereka "mencatat dengan menyesal" penarikan AS.

Baca juga: Pilpres AS: Skenario Kiamat yang Ditakutkan Rakyat Amerika Mulai Terwujud

“Kami tetap berkomitmen untuk bekerja dengan semua pemangku kepentingan AS dan mitra di seluruh dunia untuk mempercepat aksi iklim,” kata pernyataan itu.

“Jika penyangkal iklim tetap mengontrol Gedung Putih dan Kongres, mewujudkan planet yang aman iklim akan lebih menantang,” kata Laurence Tubiana, mantan diplomat Perancis yang berperan dalam perantara kesepakatan Paris, yang kini mengepalai Yayasan Iklim Eropa nirlaba.

Penarikan itu sebagai "peluang yang hilang", menurut Tanguy Gahouma-Bekale, ketua Kelompok Negosiator Afrika dalam pembicaraan iklim global.

Baca juga: 5 Negara Bagian Ini Bakal Jadi Penentu Hasil Pilpres AS, Apa Saja?

Ia mengatakan penarikan diri AS juga akan menyebabkan kekurangan dalam keuangan iklim.

Ia merujuk pada janji era Barack Obama untuk menyumbang 3 miliar dollar AS (Rp 43,7 triliun) sebagai dana untuk membantu negara-negara yang rentan mengatasi perubahan iklim.

Bantuan dana dari AS saat ini baru terkirim 1 miliar dollar AS (Rp 14,5 triliun).

Baca juga: Hasil Pilpres AS: Perolehan Suara Trump dan Joe Biden Sangat Ketat dan Sengit

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

[POPULER GLOBAL] Sejarah Kelam Serangan Israel di Iran | Aksi Pria Perancis Lawan Penikam di Sydney

[POPULER GLOBAL] Sejarah Kelam Serangan Israel di Iran | Aksi Pria Perancis Lawan Penikam di Sydney

Global
Menlu China Wang Yi Akan ke Indonesia Pekan Ini

Menlu China Wang Yi Akan ke Indonesia Pekan Ini

Global
Ukraina Kehabisan Rudal untuk Lindungi Pembangkit Listrik Utama

Ukraina Kehabisan Rudal untuk Lindungi Pembangkit Listrik Utama

Global
Bom-bom Israel Seberat 453 Kg Ditemukan di Sekolah-sekolah Gaza

Bom-bom Israel Seberat 453 Kg Ditemukan di Sekolah-sekolah Gaza

Global
Israel Lancarkan Serangan Diplomatik ke Iran, Minta 32 Negara Jatuhkan Sanksi

Israel Lancarkan Serangan Diplomatik ke Iran, Minta 32 Negara Jatuhkan Sanksi

Global
Terumbu Karang Dunia Alami Pemutihan Massal, Ada Apa?

Terumbu Karang Dunia Alami Pemutihan Massal, Ada Apa?

Global
Lawrence Wong Akan Jadi PM Baru Singapura pada 15 Mei 2024

Lawrence Wong Akan Jadi PM Baru Singapura pada 15 Mei 2024

Global
NASA Ungkap Asal-usul Benda Luar Angkasa yang Tembus Atap Rumah Warga AS

NASA Ungkap Asal-usul Benda Luar Angkasa yang Tembus Atap Rumah Warga AS

Global
Restoran Italia Tawarkan Sebotol Anggur Gratis pada Pelanggan yang Tak Main Ponsel

Restoran Italia Tawarkan Sebotol Anggur Gratis pada Pelanggan yang Tak Main Ponsel

Global
Perjalanan Hubungan Israel dan Iran, dari Sekutu Jadi Musuh

Perjalanan Hubungan Israel dan Iran, dari Sekutu Jadi Musuh

Internasional
Rangkuman Hari Ke-782 Serangan Rusia ke Ukraina: PLTN Hampir Terjadi Insiden | Biden Ajukan Permohonan Bantuan

Rangkuman Hari Ke-782 Serangan Rusia ke Ukraina: PLTN Hampir Terjadi Insiden | Biden Ajukan Permohonan Bantuan

Global
Surat Kabar Lebanon Perkenalkan Presiden AI demi Pecah Kebuntuan Politik

Surat Kabar Lebanon Perkenalkan Presiden AI demi Pecah Kebuntuan Politik

Global
Badan Nuklir PBB: Sikap Sembrono Rusia-Ukraina di PLTN Zaporizhzhia Bahayakan Dunia

Badan Nuklir PBB: Sikap Sembrono Rusia-Ukraina di PLTN Zaporizhzhia Bahayakan Dunia

Global
Pria Perancis yang Melawan Pelaku Penikaman Massal Sydney Dijanjikan Visa Australia

Pria Perancis yang Melawan Pelaku Penikaman Massal Sydney Dijanjikan Visa Australia

Global
PBB: Iran Tutup Fasilitas Nuklir Usai Serang Israel

PBB: Iran Tutup Fasilitas Nuklir Usai Serang Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com