Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres AS: Dampak terhadap Ekonomi Indonesia dan Konflik Laut China Selatan

Kompas.com - 04/11/2020, 17:35 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Kedua kandidat yang bersaing dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat dinilai memiliki pandangan yang berbeda 180 derajat dalam hal kebijakan ekonomi, perdagangan internasional, dan politik luar negerinya.

Lantas, apa dampak pemilu AS bagi Indonesia dan konflik di Laut China Selatan?

Melansir BBC Indonesia pada Senin (2/11/2020), salah satu topik utama yang menjadi sorotan banyak pemilih dan negara lain dalam pilpres AS adalah perang dagang dengan China.

Perang dagang ini secara tidak langsung menekan kinerja ekspor dan impor dunia, serta memberikan dampak negatif terhadap perekonomian global, termasuk ekonomi Indonesia.

Sejumlah ekonom di Indonesia meyakini, ekonomi Indonesia dan dunia akan sulit membaik jika Presiden Donald Trump kembali terpilih.

Kondisi akan berbalik, jika justru penantangnya dari Partai Demokrat, Joe Biden, yang terpilih menjadi presiden.

Pengamat hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Makmur Keliat, mengatakan meski tidak ada dampak langsung dari pemilu AS terhadap Indonesia, dia memandang Indonesia akan diuntungkan jika tak ada lagi perang dagang antara AS dan China, seperti yang terjadi selama 4 tahun terakhir di bawah pemerintahan Trump.

"Kita harus mencatat dengan jelas bahwa kita tidak terlalu penting bagi Amerika secara perdagangan, tetapi kita menganggap Amerika Serikat penting bagi kita secara perdagangan dan investasi," ujar Makmur kepada BBC News Indonesia, Senin (26/10/2020).

"Bagi Indonesia hubungan akan menjadi lebih baik, jika Amerika dan China dalam hubungan yang lebih bersifat kerjasama daripada konflik," lanjutnya kemudian.

Berdasarkan sejumlah jajak pendapat, posisi Biden di atas angin untuk memenangi pemilu di AS. Jika Biden terpilih, diproyeksikan akan menormalisasi hubungannya dengan China. Namun hasil akhir pemilu bisa jadi lain, seperti yang terjadi pada pilpres AS 2016.

Baca juga: Pilpres AS: Bagaimana jika Trump dan Biden Tak Memperoleh 270 Electoral College sebagai Syarat?

Siapa yang lebih diinginkan untuk menang?

Ekonom dari Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Malik Zaini, mengatakan jika Trump kembali terpilih, dia kemungkinan akan kembali memangkas pajak seperti yang sudah dia lakukan pada periode sebelumnya.

Pada saat yang sama, stimulus fiskal yang direncanakan Trump dalam periode 2021-2024 hanya akan terbatas sekitar 334 miliar dollar AS (Rp 4,9 kuadriliun), sebagai konsekuensi berlanjutnya pemotongan pajak yang membuat penerimaan negara lebih rendah.

Sedangkan pesaingnya dari Partai Demokrat, Joe Biden, dalam manifesto kebijakan ekonominya menegaskan akan melakukan kebijakan yang berbeda 180 derajat dengan Trump, seperti menaikkan berbagai macam pajak, termasuk pajak korporasi yang diperkirakan akan naik 15 persen seperti sebelum era Trump dan pajak pendapatan.

Dari sisi belanja negara, Biden yang pernah menjabat sebagai wakil presiden pada era Presiden Barack Obama berjanji memberikan stimulus fiskal yang jauh lebih besar dibanding Trump, yakni sekitar 2,5 triliun dollar AS (Rp 36,5 kuadriliun) selama periode 2021-2024.

"Karena ekonomi Amerika merupakan 30 persen dari ekonomi dunia. Maka, ketika AS melakukan stimulus besar pasti dampaknya akan cukup besar bagi negara emerging market, maupun di seluruh dunia," jelas Ahmad Malik.

Konsekuensi jika Trump menjadi presiden lagi, ujar Ahmad, kemungkinan pemulihan ekonomi akan jauh lebih lamban. Namun, jika Biden yang terpilih, pemulihan ekonomi dunia akan semakin cepat.

Laporan terbaru lembaga riset Moody's Analytics memproyeksikan ekonomi AS akan tumbuh lebih tinggi jika Biden sebagai presiden AS, yakni naik 4,2 persen pada periode 2020-2014.

Sementara, jika Trump kembali terpilih, ekonomi AS diproyeksikan hanya akan tumbuh sebesar 3 persen pada periode yang sama.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi global sejak 2019 telah mengalami penurunan akibat perang dagang Amerika Serikat dengan China.

Perlambatan ekonomi pada 2020 pun diperburuk oleh menyebarnya virus corona yang saat ini telah menjangkiti 213 negara. Bahkan, Indonesia sebagai negara berkembang harus merasakan kontraksi minus 5,23 persen pada kuartal III-2020.

Adapun Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen.

Baca juga: Trump Klaim Menang Pilpres AS meski Penghitungan Belum Selesai

Apa dampaknya bagi ekonomi dan perdagangan Indonesia?

Dari sisi perdagangan internasional, menurut Ahmad Malik, jika Trump kembali ke Gedung Putih dia akan melanjutkan perang dagang dengan China.

Sementara Biden akan cenderung akan mengatasi sengketa perdagangan dengan China secara multilateral, melalui organisasi perdagangan dunia (WTO).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com