Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres AS: Dampak terhadap Ekonomi Indonesia dan Konflik Laut China Selatan

Kompas.com - 04/11/2020, 17:35 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

Jika Amerika Serikat melepas kepentingan di Indonesia begitu saja, maka pasar Indonesia akan didominasi China.

"Jadi untuk balancing itu, Joe biden akan lebih cerdas untuk mengambil sikap dengan menggandeng Indonesia. Saya melihat ada peluang perbaikan," lanjut Bhima.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan setidaknya ada 143 perusahaan yang siap merelokasi investasi pabriknya dari China.

Perusahaan-perusahaan itu berasal dari Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong dan China dengan potensi penyerapan tenaga kerja lebih dari 300 ribu.

Lima hari menjelang pilpres AS, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berkunjung ke Indonesia, setelah sebelumnya Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto mengunjungi AS beberapa pekan sebelumnya.

Dalam konferensi pers bersama dengan mitranya dari Indonesia, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan kedua negara sepakat memperkuat kerja sama.

"Kami sepakat bahwa kedua negara dengan skala ekonomi seperti yag kami miliki, bisa melakukan lebih banyak perdagangan lagi. Akan ada lebih banyak investasi di sini dari Amerika Serikat, terutama dalam sektor digital, energi dan infrastruktur," jelas Pompeo pada Kamis (29/10/2020).

Baca juga: Pilpres Amerika, Trump Berpeluang Baik dan Optimistis Menang

Mencari dukungan Indonesia di Laut China Selatan?

Dalam kesempatan yang sama, dia meneguhkan visi kedua negara akan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka dan memuji "tindakan tegas" Jakarta dalam melindungi kedaulatannya di perairan sekitar Kepulauan Natuna yang diklaim China sebagai wilayahnya.

"Saya berharap dapat bekerja sama dalam cara-cara baru untuk memastikan keamanan maritim dan melindungi rute perdagangan tersibuk di dunia itu," kata Pompeo

Sementara, Menteri Luar Negeri Reto Marsudi menegaskan bagi Indonesia, "Laut China Selatan harus dijaga sebagai laut yang stabil dan damai".

Istilah "Indo-Pasifik" menggambarkan visi geopolitik baru Presiden AS Donald Trump untuk Asia, yang menekankan kebangkitan India di hadapan meningkatnya pengaruh China.

Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa di Kementerian Luar Negeri, Ben Perkasa Drajat, memandang Indonesia dan ASEAN sangat penting bagi AS, "terutama dalam situasi saat ini ketika ada kemungkinan peralihan kekuasaan di AS".

"Masalah lainnya adalah bagaimana membendung, bagaimana menyeimbangkan persaingan AS dan China di kawasan, yang tercermin dalam situasi di Laut China Selatan. Itu mikro kosmos bagaimana persaingan AS-China," ujar Ben dalam diskusi US Post-Election Foreign Policy in South Asia pada Kamis (22/10).

Akan tetapi, seperti ditegaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi September lalu, Indonesia berpijak pada politik luar negeri bebas aktif dan tidak pernah mengizinkan militer asing beroperasi di negaranya.

Baca juga: Pilpres AS: Percobaan Ketiga Joe Biden demi Menjadi Presiden

"Secara tegas saya ingin menekankan bahwa sesuai dengan garis dan prinsip politik luar negeri Indonesia, maka wilayah Indonesia tidak dapat dan tidak akan dijadikan basis atau pangkalan maupun fasilitas militer bagi negara manapun," ujar Retno dalam konferensi pers awal September lalu.

Pernyataan tegas Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, merupakan tanggapan atas laporan Pentagon berjudul "Military and Security Development Involving the People's Republic of China 2020".

Dalam laporan itu, Indonesia disebut akan dijadikan salah satu negara yang menjadi target lokasi fasilitas logistik militer China, bersama dengan negara-negara lain seperti Myanmar, Thailand, Singapura dan Sri Lanka.

Sementara, pakar ilmu politik dari University of Tennessee-Knoxville, Profesor Brandon Prins, berargumen terlepas dari siapapun yang memenangi pilpres, keterlibatan AS dalam isu Indo-Pasifik akan semakin dalam karena signifikansi Asia bagi Amerika dan ekonomi global, serta kepentingan keamanan AS di kawasan itu.

"Menurut saya, strategi AS ke depan tentu saja untuk memenangkan kembali dukungan dari Asia untuk kepemimpinan AS, mungkin akan ada dorongan terhadap keamanan kolektif di antara negara-negara Asia Pasifik terlepas dari siapa yang menjabat," ungkap Prins.

"Jelas akan ada lebih banyak kemitraan multilateral, jika Biden menang, dan menurut saya ke depan perlu ada pengakuan bahwa sebagian besar negara di Indo Pasifik tidak benar-benar ingin dipaksa untuk memilih AS atau China," ujar Prins kemudian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com