Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trump atau Biden, Siapa Capres AS yang Lebih Menguntungkan Indonesia?

Kompas.com - 02/11/2020, 20:50 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

"Jadi pertumbuhan ekonomi akan lebih kencang, harga komoditas dunia seperti nikel, minyak, CPO, juga logam seperti emas akan lebih tinggi ketimbang kalau Trump yang terpilih," kata Ahmad Malik.

Senada, ekonom dari Insitute for Development of Economic and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan perang dagang AS dan China telah menyebabkan "guncangan besar" baik secara langsung maupun tidak langsung pada Indonesia.

"Amerika Serikat juga melakukan pengetatan terhadap barang-barang impor dari negara-negara selain dari China. Artinya Indonesia ditargetkan sebagai negara yang mengalami penyesuaian hambatan dagang, baik tarif maupun non tarif," katanya.

Pengenaan bea masuk ini membuat produk Indonesia menjadi tidak kompetitif. Sebab, harga produk yang diekspor tersebut akan lebih mahal sehingga dikhawatirkan akan kalah bersaing.

"Kita berharap siapapun nanti yang terpilih kebijakannya tidak sama dengan kebijakan yang diambil Donald Trump pada periode pertama," jelas Bhima kemudian.

Akan tetapi, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Kamdani, memandang "Indonesia bukan mitra dagang yang cukup signifikan bagi Amerika Serikat",

Sebab bagi AS, Indonesia merupakan mitra dagang ke-50 di daftar mitra dagangnya.

"Jadi kemungkinan siapa pun yang jadi presiden AS memang tidak akan punya kebijakan dagang khusus terhadap Indonesia," kata dia.

Namun bagi Indonesia, Amerika merupakan salah satu tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia selain China dan Uni Eropa.

Lima produk ekspor andalan Indonesia ke Amerika Serikat adalah produk pakaian, hasil karet, alas kaki, produk elektronik, dan furnitur.

Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan neraca perdagangan Indonesia pada September mengalami surplus 2,44 miliar dollar AS, melanjutkan tren surplus lima bulan berturut-turut sejak Mei lalu.

Negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat (AS), India, dan Filipina menyumbang surplus nonmigas terbesar selama September 2020 yang jumlahnya mencapai 2,13 miliar dollar AS.

Dalam keterangan tertulis, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan perkembangan kinerja ekspor maupun impor Indonesia pada Juli-September 2020 yang cenderung menguat merupakan indikasi kuat bahwa perekonomian Indonesia akan segera kembali pulih dan titik kritis dampak negatif pandemi Covid-19 telah berlalu.

"Selain itu, sektor perdagangan luar negeri akan menjadi salah satu penopang membaiknya perekonomian Indonesia pada triwulan III 2020," kata dia.

Baca juga: Tiba di Jakarta, Ini Agenda Menlu AS Mike Pompeo Selama di Indonesia

Peluang investasi dari perang dagang

Akan tetapi, jika Trump kembali terpilih, tensi perdagangan antara AS dan China diperkirakan akan terus memanas, kendati telah beberapa kali ada upaya untuk meredakan ketegangan perdagangan antara kedua negara.

Bea masuk yang tinggi bagi produk impor dari China akan semakin memberatkan investor asing yang memiliki pabrik di China.

Ini membuat mereka terpaksa melirik negara lain yang mampu menampung mereka menjadi investor.

Shinta Kamdani, yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menganggap hal ini sebagai peluang.

"Kami melihat ini sebagai peluang Indonesia untuk mengambil alih, makanya kita selalu ngomong relokasi pabrik dari China, ini yang sekarang kita ambil tidak hanya dari Amerika Serikat, Jepang, Korea dan lain-lain," ujar Shinta.

"Ini yang menjadi peluang menurut kami, ASEAN sebagai manufactor hub dan Indonesia salah satunya sebagai negara ASEAN yang bisa menjadi bagian dari relokasi," jelasnya kemudian.

Senada, Bhima Yudhistira dari INDEF mengatakan posisi Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN membuat Indonesia menjadi pasar dagang dan tujuan investasi yang potensial terlepas dari siapa pun presiden yang memimpin Amerika Serikat.

"Mereka pasti akan melihat Indonesia sebagai battleground dari kepentingan antara China dan negara-negara Barat," kata Bhima.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com