TOKYO, KOMPAS.com – Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihide Suga berkomitmen untuk menjadikan Negeri “Sakura” menjadi negara yang netral karbon pada 2050.
Komitmen tersebut disampaikan Suga dalam pidato kebijakannya yang pertama sebagai PM Jepang di depan parlemen Jepang sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (27/10/2020).
Dalam rilis tersebut, LSM yang bergerak di bidang lingkungan dan penanganan krisis iklim, 350, memuji komitmen Suga karena selaras dengan Perjanjian Paris.
Kendati demikian, 350 memperingatkan bahwa komitmen tersebut harus dipenuhi dengan ketegasan terhadap aksi penanganan iklim yang tegas, rencana yang ambisius dan eksekusi yang konkret.
350 turut menyoroti rencana Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) dalam Perjanjian Paris.
Baca juga: Pemuda Jepang Ciptakan Layanan Teman Bercerita untuk Tekan Angka Bunuh Diri
Pasalnya, Jepang mengirimkan kembali NDC 2015 ke PBB pada Maret tanpa revisi. Hal itu menuai kritik internasional.
Sebagai penghasil emisi karbon terbesar kelima di dunia, dan mengingat tanggung jawab historis mereka terhadap emisi gas rumah kaca, 350 menilai Jepang harus secara kompeten merevisi NDC mereka untuk memenuhi tujuan iklimnya.
Selain itu, Jepang juga harus menghapus rencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, salah satu penyumbang emisi karbon global terbesar.
Asia adalah satu-satunya benua di mana kapasitas terpasang PLTU batu bara semakin meningkat, dan sebagian besar proyek tersebut didanai oleh bank-bank Jepang.
Untuk mewujudkan tujuan netral karbon pada 2050, janji Suga untuk "secara radikal mengubah kebijakan tentang PLTU batu bara" harus disertai dengan perubahan kebijakan yang konkret.
Baca juga: Pertama Kalinya dalam 13 Tahun, Jepang Akan Rekrut Astronaut pada 2021
Hal itu untuk menghentikan investasi PLTU batu bara baik di Jepang maupun di luar negeri.
Teknologi inovatif seperti daur ulang karbon yang dilontarkan Suga, seperti teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon dioksida (CCUS) adalah teknologi masa depan yang tidak pasti.
Rencana tersebut selalu digadang-gadang bakal terealisasi. Jika saja teknologi tersebut tidak dapat terealisasikan, dan tujuan untuk menangkap karbon tidak tercapai, justru akan semakin menambah beban berat bagi bumi.
Selain itu, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Jepang telah terbukti memiliki masalah limbah atau keselamatan.
Baca juga: PM Jepang Yoshihide Suga Kunjungi Indonesia, China Sebut sebagai Ancaman
Jepang juga dituntut secara aktif berinvestasi dalam penghematan energi dan energi terbarukan, yang semakin banyak tersedia dan terjangkau di seluruh dunia.