Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Australia Putus Asa, Desak agar Backpacker Segera Didatangkan

Kompas.com - 24/10/2020, 17:23 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Kalangan petani dan pelaku usaha pariwisata Australia mendesak pemerintah untuk memperbolehkan pekerja backpacker datang kembali pada musim panen akhir tahun ini.

Para backpacker, termasuk pemegang Work and Holiday Visa (WHV) diharapkan membantu memetik buah, merawat anak-anak petani, hingga menggerakkan sektor pariwisata.

Permintaan itu disampaikan melalui surat resmi ke pemerintah yang saat ini sedang mengantisipasi kekurangan tenaga kerja sektor pertanian pada musim panas ini.

Di sisi lain, pemerintah juga masih dihadapkan dengan persoalan pemulangan sekitar 30 ribu warga Australia yang hingga kini masih berada di luar negeri.

Federasi Petani Nasional Australia (NFF) bersama organisasi backpacker (BYTAP) dalam suratnya menyerukan agar program Working Holiday Maker segera dibuka kembali.

Baca juga: Menikmati Kerja, 3 WNI di Australia Belum Pensiun di Usia 70 Tahun

Jumlah backpacker di Australia mengalami penurunan sekitar 50 persen sejak perbatasan negara ini ditutup untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Hal ini diperkirakan akan mengakibatkan kekurangan sedikitnya 20.000 pekerja.

Dalam surat yang dikirim ke 30 politikus federal, NFF dan BYTAP mengatakan para backpacker harus diizinkan masuk ke Australia untuk membantu panen, menjadi asisten rumah tangga petani serta menghidupkan kembali sektor pariwisata.

Ketua NFF Tony Mahar menjelaskan pekerja backpacker biasanya memenuhi 80 persen dari seluruh tenaga kerja sektor pertanian di Australia.

"Sebuah laporan menyebutkan tanpa adanya pekerja working holiday ini, maka industri buah dan sayuran akan mengalami kerugian 6,3 miliar dollar (Rp 92 triliun) serta peningkatan biaya produksi hingga 60 persen," katanya.

Baca juga: Suka Duka Penyewa Rumah Asal Meksiko di Australia: Negaramu Tak Masuk Daftar

Juru bicara BYTAP Wendi Aylward menambahkan, pekerja backpackers setiap tahun berkontribusi sekitar 3,2 miliar dollar bagi perekonomian Australia.

"Setiap pekerja working holiday membawa uang 5.000 dollar AS (Rp 73 juta) sebagai syarat visa mereka dan menghabiskan 10.300 dollar AS (Rp 150 juta) selama tinggal di sini," kata Wendi.

Kekurangan 26.000 pekerja

Laporan ABC News pada Agustus lalu menyebutkan, kalangan industri ini menyusun rencana untuk mempekerjakan backpacker secara aman dalam situasi Covid-19.

Mereka diharapkan berasal dari negara-negara dengan tingkat infeksi Covid-19 yang rendah, menjalani tes yang ketat, serta dikarantina di Australia sebelum mulai bekerja.

Dalam rencana tersebut, Federasi Petani dan BYTAP mengusulkan agar biaya visa untuk backpacker ini diganti menjadi biaya tes Covid-19, serta biaya karantina diambilkan dari pajak atau potongan dana pensiun dari gaji backpacker itu sendiri.

Baca juga: Santi Whiteside, Perempuan Berdarah Batak yang Ikut Pilkada Australia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com