WASHINGTON, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) mencoba berupaya mengakhiri pertempuran paling mematikan yang berlangsung antara pasukan Azerbaijan dan etnis Armenia, pada Jumat (23/10/2020).
Di Washington, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bertemu secara terpisah dengan menteri luar negeri Azerbaijan dan Armenia dalam upaya baru untuk mengakhiri pertumpahan darah yang berlangsung hampir sebulan dan menurut Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin telah menewaskan 5.000 orang.
Gagalnya 2 upaya gencatan senjata oleh Rusia telah meredupkan harapan untuk segera mengakhiri pertempuran yang pecah pada 27 September di Nagorno-Karabakh, wilayah Azerbaijan yang memisahkan diri dan dikendalikan oleh etnis Armenia.
Presiden AS Donald Trump mengatakan "kemajuan yang baik" sedang dibuat terkait konflik Azerbaijan-Armenia, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut dan menolak untuk mengatakan, apakah dia telah berbicara dengan para pemimpin dari kedua negara.
“Kami bekerja dengan Armenia. Kami memiliki hubungan yang sangat baik dengan Armenia...Kami akan lihat apa yang terjadi," katanya kepada wartawan di Oval Office, seperti yang dilansir dari Reuters pada Jumat (23/10/2020).
Baca juga: Putin: Korban Tewas Perang Azerbaijan-Armenia Hampir 5.000 Orang
Sejumlah pengunjuk rasa dari kedua sisi memegang bendera dan spanduk masing-masing negara, yang berteriak di luar Departemen Luar Negeri pada Jumat.
Kedua menteri mengadakan pertemuan terpisah dengan Pompeo yang berlangsung sekitar 30 hingga 40 menit.
Berbicara pada acara virtual yang diadakan oleh lembaga pemikir Dewan Atlantik, Menteri Luar Negeri Armenia Zohrab Mnatsakanyan mengatakan dia mengadakan pertemuan "sangat produktif" dengan Pompeo.
“Kami telah menilai cara di mana kami dapat segera, tanpa penundaan, mencapai pembentukan gencatan senjata dan kembali ke resolusi damai. Saya pikir apa yang kami dengar dari Amerika Serikat sangat menggembirakan,” kata Mnatsakanyan.
Dia mengatakan diskusi saat ini di antara ketua Grup Minsk, yang dibentuk untuk menengahi konflik dan dipimpin oleh Perancis, Rusia, dan Amerika Serikat, difokuskan pada parameter gencatan senjata itu dan bagaimana mempertahankannya.
Baca juga: Azerbaijan Klaim Tentaranya Lebih Superior Dibandingkan Armenia
Kekuatan dunia ingin mencegah perang yang lebih luas yang melibatkan Turki, pendukung kuat Azerbaijan, dan Rusia, yang memiliki pakta pertahanan dengan Armenia.
Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan kepada wartawan di Istanbul bahwa dia berharap Moskwa dan Ankara dapat bekerjasama dalam menyelesaikan konflik dan menegaskan kembali tuntutan untuk peran Turki dalam mediasi.
"Turki percaya mereka memiliki hak yang sama dengan Rusia untuk terlibat di sini demi perdamaian," ujar Erdogan.
Washington, Paris, dan Moskwa, yang lama memimpin perundingan, telah mengabaikan seruan tersebut, dan perbedaan terkait konflik semakin mempererat hubungan antara Ankara dan sekutu NATO-nya.
Baca juga: Tuduh Azerbaijan yang Langgar Gencatan Senjata, Begini Klaim Armenia
Pompeo menuduh Turki memicu konflik dengan mempersenjatai pihak Azeri, tapi Ankara membantah telah mengobarkan konflik.
Dalam bentrokan terbaru, kementerian pertahanan Azerbaijan melaporkan pertempuran telah masuk di daerah-daerah yang dekat dengan garis kontak, yang memisahkan kedua belah pihak.
Kementerian pertahanan Armenia juga melaporkan pertempuran di beberapa daerah dan mengatakan kota Martuni di Nagorno-Karabakh telah dibom pada malam hari. Namun, Azerbaijan membantah melakukannya.
Azerbaijan telah menyatakan kekhawatirannya tentang keamanan jaringan pipa yang digunakan untuk mengekspor minyak dan gas Azeri, yang letaknya dekat dengan pertempuran. Meskipun, sejauh ini tidak ada yang rusak.
Pompeo mengatakan pada pekan ini dia berharap "jalan yang benar ke depan" dapat ditemukan pada pembicaraan itu.
Namun, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan dia tidak melihat resolusi diplomatik dari konflik tersebut pada tahap ini.
Begitu pula Presiden Azeri Ilham Aliyev menggambarkan prospek penyelesaian damai "sangat jauh".
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang telah berusaha untuk menyetujui pernyataan tentang konflik tersebut, tetapi negosiasi terhenti karena beberapa anggota menginginkan referensi ke resolusi PBB sebelumnya. Sementara Rusia, Amerika Serikat dan Prancis tidak.
Baca juga: Serangan Rudal Armenia Bergeser ke Tengah Azerbaijan, 2 Kota Meledak
Pernyataan seperti itu harus disetujui melalui konsensus. Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy membenarkan bahwa dewan tidak lagi mengerjakan urusan itu.
Sekitar 30.000 orang tewas dalam perang 1991-1994 di Nagorno-Karabakh.
Armenia menganggap daerah kantong itu sebagai bagian dari tanah air bersejarah mereka. Sedangkan, Azeri menganggap tanah yang diduduki secara ilegal itu harus dikembalikan ke kendali mereka.
Pasukan Azeri mengatakan Armenia telah membuat keuntungan teritorial, termasuk kontrol penuh atas perbatasan dengan Iran, yang dibantah Armenia.
Pemerintahan etnis Armenia Nagorno-Karabakh mengatakan pasukannya telah menangkis banyak serangan dari Azerbaijan.