Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gagal Redakan Demo, PM Thailand Cabut Dekrit Darurat

Kompas.com - 22/10/2020, 14:14 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

BANGKOK, KOMPAS.com - Perdana Menteri Thailand mencabut dekrit darurat yang bertujuan memadamkan demo pro-demokrasi pada Kamis (22/10/2020).

Dekrit itu dicabut lantaran gagal menyudahi unjuk rasa yang berlangsung setiap hari, untuk menuntut pengunduran diri PM Thailand dan reformasi monarki.

Demo besar yang dipimpun para mahasiswa ini dimulai sejak pertengahan Juli. Sebagian besar demonstran yang berusia muda menyerukan pencopotan Perdana Menteri Prayuth Chan-o-Cha, dan revisi undang-undang yang ditulis ulang oleh militer pada 2017.

Baca juga: PM Thailand Berencana Segera Cabut Dekrit Darurat di Tengah Meluasnya Kericuhan

Beberapa pimpinan demo juga mengeluarkan tuntutan kontroversial untuk mereformasi monarki yang sangat kuat dan kaya, dan pengaruhnya menembus setiap lapisan masyarakat "Negeri Gajah Putih".

Dekrit darurat dikeluarkan pekan lalu setelah pengunjuk rasa anti-pemerintah memberi salam tiga jari ke iring-iringan mobil kerajaan. Situasi itu belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kerajaan Thailand.

Namun larangan berkumpul lebih dari empat orang tidak memadamkan semangat puluhan ribu demonstran, yang berkumpul setiap hari di sekitar persimpangan utama Bangkok dan mendesak agar Prayuth mundur.

Baca juga: Unjuk Rasa Besar Menentang Dekrit Darurat Thailand: Kami Ingin Kebebasan

Prayuth yang merupakan mantan panglima militer dan mendalangi kudeta 2014 lalu naik menjadi PM, pada Rabu (21/10/2020) telah mengindikasikan akan mencabut dekrit darurat.

Media corong pemerintah Royal Gazette mengatakan, dekrit dan aturan-aturan itu dicabut sejak pukul 00.00 hari ini.

"Semua kondisi yang ditetapkan di bawah keadaan darurat telah dihentikan," katanya dikutip dari AFP.

Baca juga: Thailand Umumkan Dekrit Darurat: Demonstran Ditangkap, Pertemuan 5 Orang Lebih Dilarang

Selain melarang perkumpulan lebih dari empat orang, aturan-aturan itu juga memberi polisi wewenang untuk menangkap pengunjuk rasa, serta menyita peralatan eletronik yang diyakini mengancam keamanan nasional.

Sederet aturan tersebut menuai kecaman publik Thailand.

Pada Rabu (21/10/2020) Prayuth berkata dalam pidato yang disiarkan televisi, bahwa negara harus "mundur dari tepi lereng licin yang dapat dengan mudah mengarah menuju kekacauan".

Baca juga: UEA Keluarkan Dekrit, Resmikan Hubungan Damai dengan Israel

Parlemen telah dipanggil kembali untuk sesi khusus pada Senin (19/10/2020) dalam upaya menyelesaikan krisis.

Thailand telah mengalami belasan kudeta sejak berakhirnya absolutisme kerajaan pada 1932, dan yang terbaru terjadi pada 2014.

Tentara royalis yang memosisikan dirinya sebagai pelindung kerajaan, mengklaim bahwa intervensi semacam itu diperlukan untuk melindungi raja.

Baca juga: Terus Beritakan Aksi Anti-Pemerintah, Pemerintah Thailand Tutup Kantor Berita Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com