Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Berdaya: Phillis Wheatley, Seorang Budak Wanita Kulit Hitam Merdeka karena Puisi

Kompas.com - 21/10/2020, 11:39 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

KOMPAS.com - Pada 1761, John Wheatley, seorang pedagang yang sukses, membeli seorang gadis Afrika dari kapal budak di Boston. Keluarga Wheatley menamainya Phillis.

Pergi jauh dari rumahnya di Afrika Barat, Phillis cukup beruntung hidup bersama keluarga Wheatley. Putri keluarga itu mengajari Phillis membaca Alkitab serta bahasa Inggris, Latin, dan Yunani klasik.

Zaman itu, beberapa tuan kolonial mengajari budak mereka membaca, tetapi sangat jarang bagi budak menerima pendidikan sebanyak gadis yang kemudian dikenal sebagai Phillis Wheatley.

Phillis ternyata adalah anak yang luar biasa, melalui pendidikan yang diberikan, ia dapat menghasilkan banyak karya puisi, sebagaimana yang dilansir dari Mass Moments.

Meskipun, dia tidak bisa berbahasa Inggris ketika dijual ke John Wheatley, tapi dia belajar dengan cepat. Pada 1765 dia telah menyusun puisi pertamanya.

Puisi pertama Phillis diterbitkan pada 1767, saat usianya sekitar 14 tahun.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Apa Kamu Tahu, Ini Para Pemimpin Terkuat Dunia di Zaman Kuno?

Pada Oktober 1770, Phillis menulis sebuah elegi untuk George Whitefield, seorang pendeta Injili yang terkenal dari Inggris, yang meninggal secara tak terduga saat bepergian di Massachusetts, AS.

Surat kabar di Boston, Newport, New York, dan Philadelphia menerbitkan puisi itu. Elegi Phillis sampai juga ke Selina Hastings, Countess of Huntingdon dan pengagum berat Whitefield.

Countess, kemudian mengirim puisi Phillis ke koran London, yang dicetak ulang berkali-kali.

Pada awal 1770-an, Phillis Wheatley telah menulis cukup banyak puisi untuk menerbitkan sebuah buku.

Namun, kebanyakan orang kulit putih percaya bahwa pria dan wanita keturunan Afrika tidak memiliki kapasitas intelektual.

Oleh karena itu, John Wheatley mengumpulkan sekelompok warga Boston yang paling dihormati, termasuk gubernur dan John Hancock, untuk "memeriksa" karya Phillis dan menjamin keaslian puisi itu.

Orang-orang itu lalu setuju untuk menulis kata pengantar buku Phillis, yang menjamin "Dunia bahwa Puisi yang ditentukan dalam Halaman berikut ini (seperti yang kami yakini) ditulis oleh PHILLIS, seorang Gadis Negro muda."

Terlepas dari dukungan ini, keluarga Wheatley tidak dapat menemukan penerbit untuk buku tersebut di kelompok itu, dan Countess of Huntingdon menawarkan untuk membiayai penerbitan di Inggris.

Putra keluarga Wheatley menemani Phillis, yang masih diperbudak, ke London untuk membantu mempersiapkan puisinya.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Diskriminasi Wanita Membuat Para Ilmuwan Ini Tidak Terkenal, Adakah yang Kamu Tahu?

Pada 1773, penerbit London menerbitkan buku syairnya, yang membuatnya menjadi orang Afrika pertama di Amerika yang menerbitkan buku puisi.

Buku puisi berjudul Poems on Various Subjects, Religious and Moral, karya Phillis Wheatley, diterbitkan pada September 1773, saat ia berusia sekitar 20 tahun.

Penerbitan buku Phillis adalah pencapaian luar biasa untuk masa itu mengingat latar belakang ras, gender, serta status sosial Phillis Wheatley.

John Wheatley seperti dilansir dari Deutsche Welle pada Jumat (16/10/2020) menuliskan kekagumannya bahwa tanpa pendidikan sekolah formal, dan hanya dalam jangka waktu 16 bulan sejak tiba di Boston, gadis Afrika itu telah menguasai bahasa Inggris dengan sangat baik dan mampu membaca bagian-bagian sulit dari naskah kitab suci.

Ia juga mampu membaca teks klasik Latin dalam bahasa aslinya.

“Dia punya kecenderungan kuat dalam mempelajari bahasa Latin, dan telah membuat kemajuan dalam hal ini,” tulis John Wheatley dalam pengantar di buku puisi Phillis.

Pada tahun pertamanya, buku itu dicetak ulang 4 kali di London.

Meskipun bukunya tersedia di koloni-koloni pada tahun berikutnya, edisi Amerika baru diterbitkan pada 1786, setelah kematian Phillis. Pada tahun-tahun terakhir abad ke-18, tujuh edisi muncul.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Bagaimana Standar Kecantikan Berevolusi dari Era Primitif hingga Sekarang

Akhir perbudakan Phillis

Di salah satu puisinya, Phillis menuliskan mengalamannya dijual sebagai budak dari Afrika ke Amerika, yang berjudul "On Being Brought from Africa to America" dalam bukunya berjudul Poems on Various Subjects, Religious and Moral, sebagaimana yang dikutip dari Gutenberg.org.

Puisi Phillis Wheatley berjudul On Being Brought from Africa to America dalam buku berjudul Poems on Various Subjects, Religious and Moral, yang berisi tentang pengalamannya dalam perbudakan. Via Gutenberg.org Puisi Phillis Wheatley berjudul On Being Brought from Africa to America dalam buku berjudul Poems on Various Subjects, Religious and Moral, yang berisi tentang pengalamannya dalam perbudakan.

Melansir dari artikel Deutsche Welle pada Jumat (16/10/2020), puisi itu menggambarkan keyakinan bahwa Tuhan Maha Ada dan Maha Penyelamat. Ia juga mengungkapkan bahwa kaum berkulit hitam juga bisa bergabung dalam sebuah gerbong kereta yang berisi malaikat.

Phillis pun banyak menulis puisi tentang kematian. Kematian seorang bocah berusia 5 tahun, kematian seorang pemuda, dan puisi pemakaman atas matinya seorang bayi berusia 12 bulan, adalah sebagian kecil puisi kematian yang ia tulis.

Buku ini ternyata diterima publik dengan baik, bahkan menurut laman internet Britannica, yang menurut informasi yang dikutip dari artikel Deutsche Welle pada Jumat (16/10/2020), Phillis juga ikut populer di London berkat pembawaan dan kepribadiannya.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Diet Jepang 1975, Rahasia Panjang Umur Wanita Jepang

Setelah buku itu terbit, pada 18 Oktober 1775 keluarga Wheatley memutuskan untuk membebaskan Phillis dari perbudakan.

Berstatus merdeka, perempuan berdaya ini kemudian menulis lebih banyak lagi puisi, salah satunya tentang George Washington yang kemudian menjadi presiden pertama Amerika Serikat.

Ia menikah dengan seorang lelaki Afrika-Amerika yang juga orang merdeka.

Meski sempat mengenyam kepopuleran, nasib Phillis Wheatley di akhir hidupnya tidak begitu bagus.

Setelah pernikahan yang penuh kesulitan, utamanya dalam hal keuangan, Phillis meninggal dunia dalam kemiskinan pada usia terbilang muda, 31 tahun, pada 1784 di Boston.

Pada tahun-tahun sebelum Perang Sipil, kaum abolisionis sering mengutip puisi Phillis Wheatley sebagai bukti kemampuan intelektual pria dan wanita kulit hitam.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Cara Wanita Romawi Kuno Menjaga Pesonanya di Mata Lelaki

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com