Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Kedua Covid-19 di Eropa Lebih Buruk dari Gelombang Pertama

Kompas.com - 19/10/2020, 15:18 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Eropa kembali berada dalam cengkeraman kembalinya Covid-19, setelah Inggris, Spanyol, dan Perancis masing-masing melaporkan ribuan kasus harian baru.

Tingkat infeksi di sejumlah negara sekarang lebih tinggi dibanding bulan Maret dan April, setelah banyak aturan pembatasan dikurangi selama musim panas.

Tapi kini banyak daerah yang dipaksa untuk memberlakukan kembali aturan pembatasan, meskipun sebagian besar negara menolak lockdown nasional.

Baca juga: Kasus Covid-19 Terus Meningkat di Inggris, Anti-Lockdown Gelar Aksi Tolak Pembatasan

Puncak gelombang kedua lebih tinggi

Pada gelombang pertama, jumlah kasus Covid-19 baru harian Perancis puncaknya mencapai lebih dari 7.500 kasus di tanggal 31 Maret.

Sementara puncak gelombang kedua tercatat pada hari Minggu (11/10/2020) pekan lalu dengan jumlah kasus baru 26.675 dalam 24 jam, atau tiga kali lipat lebih dari puncak pertama.

Spanyol telah mencatat lebih dari 30.000 kasus dalam sepekan terakhir, dengan lebih dari 20.000 di antaranya berasal dari wilayah Madrid saja.

Pada gelombang pertama, puncak kasus harian di Inggris adalah 7.860 pada 10 April, yang telah melonjak menjadi 17.540 pada 8 Oktober.

Namun, ini hanya kasus baru yang dilaporkan dari lokasi tes Covid-19. Angka-angka ini diketahui di bawah jumlah infeksi yang sebenarnya, karena banyak orang tidak bergejala sehingga kecil kemungkinannya untuk dites.

Peneliti dari Imperial College London memeriksa 175.000 orang di Inggris, baik yang bergejala atau tidak, dan menemukan 824 di antaranya positif Covid-19. Penelitian ini digunakan sebagai dasar perkiraan bahwa ada sekitar 45.000 infeksi harian baru antara 18 September dan 5 Oktober.

Jumlah yang terinfeksi bisa lebih dari dua kali lipat atau tiga kali lipat hasil tes positif baru harian resmi yang dilaporkan selama kurun waktu itu.

Baca juga: Langgar Aturan Covid-19, Ratusan Orang yang Mengantre untuk Pesta Seks Dibubarkan

Lelah dengan pembatasan saat musim panas

Musim panas adalah musim liburan dan merupakan kesempatan emas bagi perekonomian Eropa, sehingga banyak negara mencabut berbagai batasan untuk mengaktifkan pariwisata.

Banyak orang merasa telah memperoleh kembali kebebasan mereka dan merasa lebih tidak perlu mematuhi aturan menjaga jarak fisik selama musim panas, seperti yang sedang diteliti Imperial College di London, Inggris.

Para peneliti menemukan bahwa banyak orang Eropa yang disurvei telah melonggarkan perilaku mereka dalam beberapa bulan terakhir, dibandingkan pada April yang lalu.

Memang, gelombang kedua Eropa menunjukkan adanya unsur kelelahan akibat sejumlah pembatasan yang diberlakukan berbulan-bulan pada kehidupan sehari-hari yang menggoyahkan ekonomi.

Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Eropa Hans Kluge mengakui: "Sangat mudah dan alami untuk merasa apatis dan kehilangan motivasi, serta kelelahan."

Ia meminta otoritas Eropa untuk mendengarkan publik dan bekerja sama dengan mereka melalui "cara yang baru dan inovatif" untuk membangkitkan kembali perang melawan Covid-19.

Baca juga: Tak Percaya Covid-19 dan Gelar Pesta, Pria Ini Sedih 2 Keluarganya Meninggal

Pembatasan berlaku lagi, tapi belum lockdown nasional

Dalam beberapa pekan terakhir, banyak pemimpin Eropa telah mengumumkan pembatasan yang lebih terfokus dan terlokalisasi, tetapi belum ada yang memberlakukan lockdown nasional.

Pemerintah Perancis memberlakukan kembali pembatasan di banyak daerah perkotaan, termasuk membatasi kapasitas restoran dan ruang kelas di sekolah, serta menutup bar dan pusat kebugaran.

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez memperkenalkan pembatasan perjalanan ke dan dari Madrid, yang telah memicu protes dan membuat administrasinya dilabeli "kriminal dan totaliter" oleh para lawan politiknya dari sayap kanan.

Seperti Perancis dan Spanyol, pemerintah Inggris tidak berencana untuk menerapkan kembali lockdown nasional meskipun ada sejumlah kasus yang tercatat.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah memilih menerapkan "pendekatan yang proporsional" dengan memberlakukan sistem peringatan yang terbagi menjadi tiga tingkat di seluruh Inggris (sedang, tinggi, dan sangat tinggi) tergantung pada tingkat keparahan wabah.

Sebelum munculnya gelombang kedua di Eropa, Jerman menjadi panutan bagi pendekatannya yang berhasil memerangi virus.

Gambaran ini akan sulit dipertahankan, karena dalam beberapa hari terakhir negara ini telah mengalami peningkatan kasus harian tertinggi sejak puncaknya pada awal April.

Ibu kota Jerman, Berlin, yang terkenal dengan kehidupan malamnya, sejak 10 Oktober lalu mengalami aturan jam malam untuk yang pertama kalinya dalam 70 tahun terakhir.

Eropa bisa belajar dari kesuksesan negara-negara seperti Vietnam

Sebaliknya, beberapa negara Asia Tenggara melakukannya dengan sangat baik.

Selama dua pekan terakhir, Vietnam, Thailand dan Kamboja telah melaporkan rata-rata sekitar 0-5 kasus baru setiap hari meskipun berpopulasi padat.

Penting untuk dicatat bahwa mungkin ada kekurangan penghitungan dalam jumlah kasus dan kematian, tetapi ini tidak mengurangi keberhasilan luar biasa yang telah dicapai oleh negara-negara ini.

Jumlah total kasus di Vietnam hanya 1.113, sangat rendah untuk populasinya yang hampir 100 juta jiwa.

Salah satu taktik yang digunakan oleh otoritas kesehatan adalah pengujian yang menyasar pada orang-orang tertentu, di mana mereka berfokus pada individu berisiko tinggi dan pada hunian serta lingkungan tempat ditemukannya kasus yang terkonfirmasi.

Baca juga: Dianggap Menyepelekan Covid-19, Topeng Virus Corona Dihapus Amazon

Otoritas kesehatan juga telah menerapkan pelacakan kontak secara ekstensif, dan bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang berisiko terpapar, terlepas dari gejalanya.

Vietnam juga mendirikan fasilitas karantina untuk orang yang terinfeksi dan pelancong internasional untuk menekan penyebaran wabah pada level rumah tangga.

Di Thailand, relawan kesehatan telah mengunjungi area klaster, melakukan skala prioritas kasus, mengirim orang dengan gejala ke klinik medis untuk dites, dan menghilangkan rumor dan informasi yang salah.

Mereka juga telah mengajari orang cara mencuci tangan dengan benar, menekankan pentingnya memakai masker, dan membagikan pembersih tangan.

Selain itu, Departemen Pengendalian Penyakit Thailand telah menghubungi staf rumah sakit dari setiap provinsi untuk memastikan mereka tahu cara mendeteksi kasus dan cara mencegah wabah di rumah sakit.

Baca juga: Tak Percaya Virus Corona, Influencer Fitness Meninggal karena Covid-19

Pendidikan ini diikuti keberadaan sejumlah sukarelawan, telah membantu Thailand menjaga jumlah kasus hanya sedikit di atas 3.500.

Meskipun memiliki sistem medis yang relatif lemah, jumlah kasus Kamboja sangat rendah, hanya 283, dengan catatan nol kematian.

Negara ini telah melakukan pelacakan kontak ekstensif, dengan memanfaatkan 2.900 petugas kesehatan yang telah dilatih dalam pelacakan kontak pada awal tahun.

Negara itu juga menjalani lockdown ketat di awal pandemi termasuk dengan menutup sekolah dan tempat hiburan. Perjalanan juga telah dibatasi.

Hampir 80 persen penduduk Kamboja tinggal di daerah pedesaan dengan kepadatan penduduk yang rendah, sehingga memudahkan pengelolaan penyebaran wabah dan mengalokasikan sumber daya ke lokasi yang lebih padat dan berisiko tinggi seperti Phnom Penh, Siem Reap, dan Sihanoukville.

Setelah mengalami wabah SARS dan flu burung, banyak negara Asia yang menganggap serius ancaman Covid-19 sejak awal.

Selain itu, banyak negara menerapkan aturan pemakaian masker yang ketat dan menjaga jarak fisik sejak dini.

Pengujian yang ditargetkan, pendidikan, dan keterlibatan komunitas sangat penting dalam menanggapi Covid-19.

Baca juga: Kasus Covid-19 Kembali Naik, 20 Juta Warga Perancis Terkena Jam Malam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal Kelompok-Kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-Kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Zelensky Berterima Kasih ke Senat AS Usai Setujui Bantuan Rp 985 Triliun untuk Ukraina

Zelensky Berterima Kasih ke Senat AS Usai Setujui Bantuan Rp 985 Triliun untuk Ukraina

Global
Senat AS Setujui Bantuan Militer Rp 209,9 Triliun ke Israel

Senat AS Setujui Bantuan Militer Rp 209,9 Triliun ke Israel

Global
Argentina Surplus APBN untuk Kali Pertama dalam 16 Tahun

Argentina Surplus APBN untuk Kali Pertama dalam 16 Tahun

Global
Senat AS Setujui Paket Bantuan untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan

Senat AS Setujui Paket Bantuan untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan

Global
Rangkuman Hari Ke-790 Serangan Rusia ke Ukraina: China Bantah Dukung Perang | Ukraina Panggil Warganya di Luar Negeri 

Rangkuman Hari Ke-790 Serangan Rusia ke Ukraina: China Bantah Dukung Perang | Ukraina Panggil Warganya di Luar Negeri 

Global
Israel Dituding Bertanggung Jawab atas Kuburan Massal 340 Jenazah di RS Gaza

Israel Dituding Bertanggung Jawab atas Kuburan Massal 340 Jenazah di RS Gaza

Global
Begini Cara Perang Rugikan Perkembangan Anak-anak

Begini Cara Perang Rugikan Perkembangan Anak-anak

Global
Israel Tingkatkan Serangan di Gaza dan Perintahkan Evakuasi Baru di Wilayah Utara

Israel Tingkatkan Serangan di Gaza dan Perintahkan Evakuasi Baru di Wilayah Utara

Global
Saat Protes Menentang Perang di Gaza Meluas di Kampus-kampus Elite AS...

Saat Protes Menentang Perang di Gaza Meluas di Kampus-kampus Elite AS...

Global
[POPULER GLOBAL] Tabrakan Helikopter AL Malaysia | Ketegangan Iran Vs Israel Memuncak

[POPULER GLOBAL] Tabrakan Helikopter AL Malaysia | Ketegangan Iran Vs Israel Memuncak

Global
Ulang Tahun, Foto Pangeran Louis Diunggah ke Medsos Usai Heboh Editan Kate

Ulang Tahun, Foto Pangeran Louis Diunggah ke Medsos Usai Heboh Editan Kate

Global
Saat 313 Mayat Ditemukan di Kuburan Massal 2 RS Gaza...

Saat 313 Mayat Ditemukan di Kuburan Massal 2 RS Gaza...

Global
Rusia Batalkan Pawai Perang Dunia II untuk Tahun Kedua Beruntun

Rusia Batalkan Pawai Perang Dunia II untuk Tahun Kedua Beruntun

Global
Hampir Separuh Kota Besar di China Tenggelam karena Penurunan Tanah

Hampir Separuh Kota Besar di China Tenggelam karena Penurunan Tanah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com