KOMPAS.com – Hubungan antara China dan Taiwan semakin menegang akhir-akhir ini.
China menganggap Taiwan adalah wilayahnya sedangkan Taiwan menyatakan bahwa negaranya adalah negara yang merdeka.
Pada Jumat (16/10/2020) Kepala Departemen Staf Gabungan dan anggota Komisi Militer Pusat, Li Zuocheng, dengan tegas akan menghancurkan plot atau tindakan separatis.
"Kami tidak berjanji untuk meninggalkan penggunaan kekuatan, dan memiliki pilihan untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan, untuk menstabilkan dan mengendalikan situasi di Selat Taiwan,” tambah Li.
Apa yang dilihat Li sebagai "plot atau tindakan separatis" mungkin dianggap orang Taiwan sebagai kedaulatan rakyat dan pelaksanaan demokrasi.
Bagaimanapun, orang Taiwan, baik yang asli pulau maupun yang merupakan imigran baru, memiliki narasi yang sangat berbeda yang lebih berakar pada sejarah.
Mereka menyadari bahwa meskipun para pejabat China telah lama mengklaim Taiwan bagian tak terpisahkan dari China, Taiwan telah berbeda dan memiliki entitasnya sendiri.
Baca juga: AS Desak Taiwan Tingkatkan Strategi Pertahanan Anti-Akses untuk Cegah Invasi China
Setiap pengunjung ke Taiwan dapat mengamati ini begitu mereka meninggalkan bandara sebagaimana dilansir dari The National Interest, Senin (19/10/2020).
Pihak berwenang di Taiwan tidak bisa menganggap enteng ancaman China.
Kritik yang dilontarkan negara-negara Barat terhadap agresifitas China hanya membuat Beijing semakin berani.
Dan sementara Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) akan terus melintasi Laut Cina Selatan, Pentagon sama sekali tidak siap untuk mengambil risiko perang dengan China.
Dengan otoritas komunis di China secara terbuka, mungkin sudah waktunya bagi AS dan Taiwan untuk menunjukkan bahaya Beijing dengan mengizinkan Taiwan memiliki senjata nuklir.
Baca juga: Dituduh Kirim Mata-mata, Taiwan: Ini Jebakan Baru China
Pemerintahan Presiden AS Bill Clinton mempopulerkan istilah "rezim nakal" sebagai negara yang mempromosikan terorisme atau bertindak agresif terhadap tetangganya.
Tetapi bagi ilmuwan politik, asal usul konsep tersebut berbeda.
Pada 1977, misalnya, ilmuwan politik Richard K Betts menulis tentang ambisi nuklir di antara negara paranoid, kerdil, dan paria.
Dia mendefinisikan Israel dan Taiwan sebagai negara paria karena negara tetangga dan regional menimbulkan tantangan eksistensial terhadap status nasional mereka.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.