Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Demonstran Thailand Lawan Keluarganya: Ayah Saya Dibutakan Cinta Terhadap Monarki

Kompas.com - 18/10/2020, 16:49 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Danai (19) menentang peringatan ayahnya. "Ayah mengajari saya bahwa mengkritik raja kami adalah dosa. Tabu," kata Danai.

Sebagai mahasiswa hukum di Bangkok, ia adalah satu dari puluhan ribu pengunjuk rasa yang memenuhi jalan-jalan ibu kota Thailand, Bangkok, setiap bulan musim panas ini, menuntut reformasi monarki.

Baca juga: Pemerintah Thailand Blokir Petisi Online Lawan Raja yang Menarik Banyak Massa

Ayahnya, Pakorn, adalah seorang pria kelas menengah atas yang suka bepergian. Namanya dan nama putranya telah disamarkan untuk melindungi identitas mereka.

Meski tidak tinggal serumah, mereka masih sering bertemu. Tetapi setiap kali mereka bertemu, mereka menghindari pembicaraan tentang satu topik: monarki.

"Jika kami membicarakannya, kami akan bertengkar dan itu akan merusak hari kami," kata Danai.

"Suatu waktu kami bertengkar di dalam mobil setelah saya mengkritik raja. Bagi ayah saya, raja tidak tersentuh. Saya bertanya, mengapa? Ia berkata saya terlalu muda untuk mengerti," ujarnya.

"Ia menjadi sangat marah, lalu diam dan tidak mau berbicara dengan saya," lanjut Danai.

Keluarga Danai bukan satu-satunya. Perselisihan mengenai peran lembaga dengan status sakral di Thailand tersebut terjadi di rumah-rumah, dari perkotaan hingga pedesaan, di seluruh negeri.

Baca juga: Demonstrasi Thailand, Mengapa Kaum Muda Bersedia Melawan Hukum dan Pimpin Aksi Besar-besaran?

Bertengkar di dunia maya

Namun, keluarga-keluarga di Thailand tidak hanya berdebat tentang monarki secara langsung. Banyak yang melakukannya di media sosial.

Dan keadaan bisa menjadi sangat ekstrem.

Ketika seorang mahasiswa di kota utara Chiang Mai mengungkap di Facebook pada September bahwa ayahnya ingin menuntutnya karena pandangan anti-monarki, sang ayah menanggapi dengan menyatakan bahwa ia tidak lagi diizinkan menggunakan nama keluarganya.

Pakorn percaya bahwa dosen-dosen di universitas bertanggung jawab atas perilaku putranya.

"Dalam masyarakat Thailand ada kelompok orang-orang garis keras yang anti-royalis. Selain itu internet dan media sosial terus menyebarkan informasi yang menyesatkan dan berita palsu. Anak muda menyerap dengan cepat tanpa filter," ujar Pakorn.

Danai menentang pandangan ayahnya tentang monarki untuk pertama kalinya saat ia berusia 17 tahun.

"Kami sedang di bioskop. Sebelum film dimulai, ketika lagu kebangsaan dimainkan seperti biasa, semua orang berdiri untuk menghormati raja. Saya tidak ingin melakukan itu, jadi saya tetap duduk. Ayah saya memaksa saya untuk bangun, tapi saya menolak. Ketika orang-orang mulai menatap kami, barulah saya berdiri. "

Baca juga: Demonstrasi Thailand Masuk Hari Keempat, Lebih Damai dari Sebelumnya

Tradisi sejarah

Sejak lahir, orang Thailand diajari untuk menghormati dan mencintai raja mereka, tetapi juga takut akan konsekuensi jika berbicara menentangnya.

Negeri "Gajah Putih" adalah salah satu dari sedikit negara dengan hukum lese majeste. Ini berarti mengkritik raja, ratu, atau pewaris takhta adalah ilegal, dan siapapun yang melakukannya dapat dipenjara hingga 15 tahun.

Kini, Danai tidak lagi berdiri di bioskop.

Sejak Juli lalu, ribuan mahasiswa telah turun ke jalan, dan terus melakukannya meskipun pemberlakuan keadaan darurat dalam beberapa hari terakhir dan penangkapan banyak pemimpin protes.

Mereka menuntut pembatasan terhadap kekuasaan dan keuangan raja yang hampir tidak terbatas.

Permintaan ini mungkin tampak remeh bagi orang-orang di belahan dunia lain, tetapi di Thailand tidak pernah ada yang menentang monarki secara terbuka dalam sejarah modern.

Protes mahasiswa tersebut mengejutkan sebagian besar warga Thailand, termasuk Pakorn.

"Saya lahir di masa pemerintahan Raja Rama IX. Ia berbuat lebih banyak untuk rakyatnya daripada untuk anak-anaknya sendiri. Ketika ia sakit, saya siap untuk meninggalkan dunia ini jika itu bisa membuatnya hidup lebih lama. Tapi Generasi Z, seperti anak saya, tidak punya pengalaman itu," sambung Pakorn.

Baca juga: 5 Fakta Kontroversial Raja Thailand Maha Vajiralongkorn

Raja baru

Bentrokan generasi ini tidak mungkin terbayangkan beberapa tahun yang lalu. Namun penobatan raja baru, Raja Maha Vajiralongkorn, mengubah segalanya.

Sang raja baru jarang terlihat di depan umum dan menghabiskan banyak waktu di Jerman, terlebih lagi sejak Thailand dilanda pandemi virus corona.

Ada banyak pertanyaan tentang keputusannya untuk secara pribadi mengambil komando seluruh unit militer yang berbasis di Bangkok, menyebabkan konsentrasi kekuatan militer di tangan kerajaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Thailand modern.

Kehidupan pribadinya juga banyak dibicarakan. Bercerai tiga kali, dia menikah tahun lalu untuk keempat kalinya.

Ia juga menunjuk seorang wanita yang pernah menjadi pengawalnya sebagai selir resminya, sebelum membuangnya, lalu memberikan gelar selir lagi.

Sebaliknya, mendiang Raja Rama IX dipandang oleh banyak orang sebagai manusia setengah dewa. Ke mana pun dia pergi, orang-orang akan bersujud di hadapannya dan menyebut diri mereka "debu di bawah kakinya".

Pakorn melihat sang mendiang raja secara langsung dua kali.

Baca juga: Diduga Berbahan Kimia, Water Cannon Polisi Thailand Bikin Mata Perih

"Suatu kali, saya berada di dalam mobil saya dan saya melihatnya mengemudi sendiri, datang dari arah yang berlawanan. Tidak ada iring-iringan mobil, tidak ada sirene. Mata kami bertemu," kata Pakorn

"Saya terkejut. Saya pikir ia hanya ingin beraktivitas seperti orang lain, santai dan informal. Saya merasa ia memiliki aura di sekelilingnya, kehadirannya sangat istimewa," sambungnya.

Namun selama 10 tahun terakhir kehidupan Rama IX, ia sakit dan menghabiskan waktunya dalam keadaan dirawat di rumah sakit.

Anak muda Thailand seperti Danai jarang melihatnya di depan umum. Meski begitu, ketika raja meninggal Danai mengunggah pesan di Facebook yang menunjukkan kesedihan dan rasa terima kasihnya pada raja.

Ia berkata kepada BBC bahwa sekarang ia menyesal telah melakukan itu.

"Saya baru menyadari bahwa apa yang saya tahu tentang dia, pada saat itu atau sebelumnya, semuanya adalah propaganda."

Baca juga: Hindari Lonjakan Kasus Covid-19, Thailand Akan Pakai Keju Swiss

Mempertanyakan masa lalu

Danai tidak bisa memahami perasaan ayahnya terhadap raja.

"Ia dibutakan oleh cintanya pada monarki. Bicara dengannya seperti bicara dengan tembok. Ia tidak mau mendengarkan. Untuk saat ini, satu-satunya hal yang saya inginkan dari ayah adalah ia berpikiran terbuka tentang subjek ini, seperti yang biasanya ia lakukan dengan persoalan lain," ujar Danai.

Danai percaya ibunya juga seorang royalis tetapi tidak mendukung monarki sebesar ayahnya. Ibunya tidak pernah mengkritik monarki dan ia berpikir aksi protes akan gagal.

"Ibu saya berpikir bahwa mereformasi monarki adalah sesuatu yang di luar jangkauan dan para pengunjuk rasa tidak dapat mewujudkannya," kata Danai.

Pakorn berkata ia tidak tahu apakah menjadi tua dan bijak di masa depan akan membantu putranya untuk lebih dekat dengannya lagi, dan mengembalikan mereka ke keadaan yang sama seperti dulu.

Danai juga tidak yakin.

Baca juga: Abaikan Aturan Berkumpul, Ribuan Demonstran Thailand Masih Penuhi Jalan

"Mungkin saja saya berubah pikiran tentang institusi. Tapi saya rasa itu tidak akan terjadi karena saya akan bertambah tua," ujarnya.

"Itu tergantung pada apa yang terjadi dalam kenyataan dan informasi yang saya terima," sambung Danai.

Memburuknya hubungan mereka karena pandangan yang berlawanan tentang raja mencerminkan perpecahan generasi yang melambangkan masyarakat Thailand.

Sejak protes mahasiswa dimulai, keluarga di seluruh Thailand menjadi semakin terpecah.

Orang tua dan anak-anak, saudara laki-laki dan perempuan, bibi dan keponakan semuanya menjadi orang asing.

Satu generasi muda Thailand mempertanyakan monarki dan segala sesuatu yang diwakilinya.

Dan ini mungkin baru awal dari perjuangan internal yang panjang.

Baca juga: Dianggap Bahayakan Ratu, 2 Aktivis Thailand Ditangkap

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com