Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons Keras Partai Utama Syiah di Lebanon atas Perundingan Negara Itu dengan Israel

Kompas.com - 15/10/2020, 08:23 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber AFP

BEIRUT, KOMPAS.com - Perundingan antara Lebanon dan Israel pada Rabu (14/10/2020) yang diperantarai PBB dan Amerika Serikat (AS) menuai respons keras dari partai utama Syiah Lebanon.

Melansir AFP, perundingan yang ditujukan untuk menyelesaikan sengketa perbatasan laut itu membuka jalan eksplorasi minyak dan gas dalam "waktu yang tepat".

Dengan tidak adanya hubungan diplomatik, perundingan pada Rabu kemarin merupakan interaksi resmi yang jarang sekali terjadi.

Baca juga: Lebanon dan Israel Memulai Perundingan Perbatasan Maritim Bersejarah

Meski begitu, pada Selasa malam sebelum perundingan, partai-partai utama Syiah di Lebanon, Hezbollah dan Amal mengeluarkan pernyataan yang mengeluhkan kehadiran warga sipil dalam perundingan.

"Ini merugikan posisi dan kepentingan Lebanon... dan sama saja dengan menyerah pada logika Israel yang meminta normalisasi," kata mereka.

Lebanon, yang terperosok dalam krisis ekonomi terburuk sejak perang saudara antara 1975-1990, berupaya menyelesaikan sengketa perbatasan maritim sehingga dapat menekan pencarian lepas pantai untuk minyak dan gas.

Baca juga: Dubes RI Hajriyanto: Krisis Mengubah Budaya Politik di Lebanon

Pada Februari 2018, Lebanon menandatangani kontrak pertamanya untuk pengeboran di dua blok di Mediterania dengan konsorsium yang terdiri dari raksasa energi Total, ENI dan Novatek.

Eksplorasi salah satu blok lebih itu dianggap kontroversial karena sebagian terletak di area seluas 860 kilometer persegi yang diklaim oleh Israel dan Lebanon.

Seorang sumber senior di kementerian energi Israel mengatakan kepada AFP bahwa sengketa perbatasan "semoga dapat diselesaikan dalam waktu beberapa bulan."

Baca juga: Israel Menambah Kapal Rudal untuk Amankan Industri Gas dari Ancaman Hezbollah

"Kami tidak berilusi. Tujuan kami bukanlah untuk menciptakan semacam normalisasi atau proses perdamaian di sini."

Lebanon sendiri bersikeras bahwa negosiasi tersebut murni teknis dan tidak melibatkan normalisasi politik lunak dengan Israel.

Reaksi beragam

Reaksi terhadap pembicaraan tersebut beragam di Lebanon, negara yang masih belum pulih dari ledakan besar pada 4 Agustus 2020 di pelabuhan Beirut yang menewaskan lebih dari 190 orang dan melukai ribuan orang.

Media Harian pro-Hezbollah, Al-Akhbar pada hari Senin lalu menyebut perundingan itu sebagai "momen kelemahan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk Lebanon", dengan alasan bahwa Israel adalah pihak "penerima manfaat" yang sebenarnya.

Baca juga: Pemimpin Hezbollah: Perancis Jangan Bertindak Layaknya Penguasa Lebanon

Hezbollah adalah kelompok bersenjata yang telah berperang beberapa kali melawan Israel dan kekuatan utama dalam politik Lebanon.

Pada hari Kamis, blok parlemen Lebanon menekankan bahwa pembatasan perbatasan laut Lebanon dengan Israel tidak berarti "rekonsiliasi" atau "normalisasi".

Setelah perang tahun 2006, pembicaraan rutin antara perwira militer Israel dan Lebanon diadakan kembali di bawah naungan pasukan penjaga perdamaian PBB, UNIFIL.

Baca juga: Hezbollah dan Hamas Bertemu, Ini yang Mereka Bicarakan soal Israel

Selain diskusi tentang perbatasan laut yang difasilitasi oleh AS, jalur yang diperantarai oleh UNIFIL juga akan membahas sengketa perbatasan darat yang belum selesai.

Ilmuwan politik Hilal Khashan dari American University of Beirut mengatakan pembicaraan ini akan menjadi lebih kompleks karena mereka tidak diragukan lagi akan mengangkat masalah persediaan senjata hebat yang dipegang oleh Hezbollah, satu-satunya kelompok Lebanon yang tidak dilucuti setelah perang saudara.

"Hizbullah tidak akan setuju menyerahkan persenjataannya," kata Khashan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com