Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/10/2020, 14:30 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Krisis politik kembali terjadi di Malaysia di saat negeri itu juga menghadapi peningkatan kasus baru COVID-19, dengan salah seorang yang positif adalah Menteri Agama Zulkifli Al-Bakri.

Pada Senin (5/10/2020), negara tersebut mencatat 432 kasus baru, dengan tiga di antaranya berasal dari luar negeri.

Menteri Urusan Agama Malaysia Zulkifli Mohamad Al-Bakri mengumumkan dirinya positif mengidap Covid-19.

Baca juga: Mahathir Mengaku Diabaikan Anwar Ibrahim sejak Diampuni Raja Malaysia

Perdana Menteri Muhyiddin Yassin dan sebagian besar anggota kabinetnya sedang melakukan karantina mandiri selama 14 hari sebagai tindakan berjaga-jaga setelah sebelumnya mengadakan kontak dekat dengan Zulkifli.

"Saya akan tetap bekerja dari rumah dan menggunakan pertemuan video untuk rapat-rapat yang harus saya lakukan," kata PM Muhyiddin dalam sebuah pernyataan.

Semua ini terjadi di tengah memanasnya situasi politik di sana.

Tokoh yang sudah lama menjadi oposisi di Malaysia, Anwar Ibrahim, akhir September lalu mengatakan telah memegang dukungan mayoritas parlemen sehingga bisa menggantikan Muhyiddin sebagai Perdana Menteri.

"Kami memiliki [dukungan] mayoritas yang kuat dan dahsyat ... yang berarti pemerintahan Muhyiddin sudah jatuh," kata dia.

Perdana Menteri hanya bisa diangkat setelah mendapat mandat dari Yang di-Pertuan Agong Malaysia.

Baca juga: Musuh Politik Bebuyutan, Akankah UMNO Lapangkan Jalan Anwar Ibrahim Jadi PM?

Namun, Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah yang berkuasa saat ini, belum bisa bertemu Anwar Ibrahim karena masih dirawat di rumah sakit akibat keracunan makanan.

Ketika Perdana Menteri Muhyiddin mengambil alih jabatan bulan Februari setelah mengklaim mendapat dukungan mayoritas di parlemen, Raja Malaysia mengadakan pembicaraan langsung dengan 221 anggota parlemen untuk mengukuhkan apakah mereka memang mendukung Muhyiddin.

Hal ini menimbulkan spekulasi apakah Sultan Abdullah memang benar-benar sakit sehingga perlu dirawat minggu lalu.

"Saya merasa bahwa tidak semua orang di UMNO atau di partai lain mendukung Anwar Ibrahim," kata Ibrahim Suffian, pengamat politik di Merdeka Centre, Kuala Lumpur kepada ABC.

Baca juga: Raja Malaysia Pegang Kunci Apakah Anwar Ibrahim Akan Jadi PM Malaysia

Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dan Pemimpin Oposisi Malaysia Anwar IbrahimReuters Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dan Pemimpin Oposisi Malaysia Anwar Ibrahim

UMNO, atau United Malays National Organisation, yang berkuasa di Malaysia sejak merdeka sampai 2018, tetap menjadi lawan yang tangguh dalam dunia politik negara tersebut.

Ketika menjabat sebagai wakil perdana menteri UMNO di bawah pemerintahan Mahathir Mohamad, Anwar berkesempatan besar untuk mengambil posisi perdana menteri.

Namun, ia harus dipenjara pada tahun 1998 atas tuduhan korupsi dan sodomi yang diduga merupakan rekayasa.

"Anwar belum menunjukkan atau menyebut nama siapa saja yang mendukungnya. Mungkin ia sengaja tidak mengungkapkannya sampai bertemu dengan Sultan," kata Ibrahim Suffian.

Baca juga: Tanggapi Anwar Ibrahim, Muhyiddin: Saya Masih PM Malaysia yang Sah

"Ini adalah waktu menunggu dan melihat apakah benar Anwar Ibrahim memiliki dukungan mayoritas yang katanya sudah didapatkan."

Muhyiddin mengatakan ia masih merupakan Perdana Menteri yang berkuasa, sampai ada bukti sebaliknya.

Hasil pemilihan lokal di negara bagian Sabah di Pulau Kalimantan, di mana partai-partai yang mendukung Muhyiddin menempati posisi teratas, memperkuat keraguan akan pernyataan Anwar Ibrahim.

Kasus Covid-19 di Malaysia masih relatif stabil

Malaysia yang memiliki populasi penduduk sebanyak 32 juta orang, sudah menerapkan lockdown ketat di awal pandemi.

Karenanya negara yang sempat menjadi episentrum di Asia Tenggara tersebut berhasil menekan penyebaran Covid-19.

Kasus positif yang tercatat resmi sejauh ini adalah 13 ribu, dengan 137 kematian.

Baca juga: Roller Coaster Politik Anwar Ibrahim: Bangkit, Jatuh, dan Bangkit Lagi

Ini terjadi bahkan di saat Malaysia sempat tidak memiliki menteri kesehatan beberapa saat ketika pemerintahan Mahathir Mohamad digantikan oleh Muhyiddin bulan Februari lalu.

"Ada dua masalah yang berbeda, politik sehari-hari di satu sisi, dan pandemi di sisi lain," kata Sin Yee Koh, dosen senior di Monash University, Malaysia.

"Situasi pandemi bisa ditangani menggunakan metode ilmiah, seperti tes, pelacakan, pembatasan perjalanan, perawatan kesehatan, komunikasi yang konsisten, dan yang lainnya," katanya.

Komunikasi konsisten yang dimaksudkan adalah penekanan berulang-ulang akan protokol keamanan dan kebersihan pribadi, serta prosedur pelaksanaan standar.

"Dan sejauh ini usaha ini cukup terkoordinasi dengan baik," katanya.

Baca juga: Anwar Ibrahim Mengaku Kantongi Suara Mayoritas, Ini Respons Mahathir Mohamad

Pemimpin Oposis Malaysia Anwar Ibrahim dan Mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad menghadiri konferensi pers Pakatan Harapan pada 21 Februari 2020 di Yayasan Perdana, Putrajaya.MALAY MAIL/AHMAD ZAMZAHURI Pemimpin Oposis Malaysia Anwar Ibrahim dan Mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad menghadiri konferensi pers Pakatan Harapan pada 21 Februari 2020 di Yayasan Perdana, Putrajaya.

Namun, pemilihan lokal di Sabah kelihatannya telah menyebabkan peningkatan kasus virus corona.

Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia, Noor Hisham Abdullah, memperingatkan "awal dari gelombang penularan baru".

"Untuk melandaikan kurva, semua kembali kepada kita. Kita sudah pernah berhasil sebelumnya, dan kita bisa melakukannya lagi," katanya.

Baca juga: Anwar Ibrahim Klaim Kantongi Suara Mayoritas yang Kuat dan Meyakinkan

Dengan hasil pemilihan di Sabah, yang dimenangkan oleh koalisi pemerintahan saat ini, Pemerintah nasional dapat mengumumkan pemilihan cepat pada 2020 ini.

Namun, usulan seperti itu ditentang kemungkinannya oleh Mahathir Mohamad.

"Saya yakin kalau pemilihan umum dilakukan sekarang, banyak orang yang akan terpapar COVID-19, banyak yang akan meninggal," katanya seperti dikutip kantor berita Malaysia Bernama.

"Pertanyaannya adalah apakah kita mengedepankan prioritas politik, atau nyawa manusia."

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com