Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tengah Sengketa Armenia-Azerbaijan, Nagorno-Kabarakh Ingin Perjuangkan Republik Sampai Mati

Kompas.com - 03/10/2020, 11:56 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Newsweek

STEPANAKERT, KOMPAS.com - Seorang pejabat senior yang mewakili gerakan wilayah Nagorno-Karabakh yang berada di jantung konflik antara Armenia dan Azerbaijan menyebutkan perlawanan mereka adalah perjuangan sampai mati.

Nagorno-Kabarakh adalah wilayah yang mendeklarasikan sebagai negara sendiri. Sebagai republik kecil, menurutnya kekalahan bisa berarti akhir dari pemerintahannya, yang tidak diakui secara internasional.

"Ini pertarungan eksistensial," kata Robert Avetisyan, perwakilan tetap untuk Amerika Serikat dari Republik Artsakh, yang dikenal dunia sebagai Nagorno-Kabarakh.

Melansir Newsweek pada Sabtu (2/10/2020), Avetisyan lahir dan besar di tanah yang selama sekitar 1 abad menjadi pusat perselisihan etnis dan teritorial antara rival Kaukasus Selatan, Armenia dan Azerbaijan.

Nagorno-Kabarakh adalah rumah bagi mayoritas Kristen Armenia yang memimpin Republik Artsakh, dianggap oleh PBB sebagai bagian dari Azerbaijan, negara Muslim Syiah yang lebih besar, yang seluruhnya mengelilingi wilayah yang memisahkan diri ini.

Baca juga: Azerbaijan Mengaku Bunuh dan Lukai 2.300 Tentara Armenia di Nagorny Karabakh

Armenia percaya bahwa akhir dari perang itu tergantung pada penduduk setempat sendiri untuk memutuskan, suatu sikap yang telah lama memecah belah Yerevan dan Baku.

Armenia dan Azerbaijan pertama kali bertempur setelah runtuhnya Kekaisaran Rusia selama Perang Dunia I, ditambah lagi ketika Uni Soviet runtuh pada 1980-an dan 1990-an.

Saat itu, ada puluhan ribu orang tewas dalam bentrokan yang paling mematikan. Sejak itu, mereka telah berdebat secara sporadis dalam beberapa dekade, hingga kekerasan terburuk terjadi saat pertempuran baru meletus pada Sabtu lalu (26/9/2020).

Pada keesokan harinya, Avetisyan kembali ke kampung halamannya, setelah dari Washington.

Avetisyan menggambarkan situasinya kepada Newsweek dari ibu kota Nagorno-Kabarakh, Stepanakert, ketika sirene serangan udara meraung menjadi latar suara kehidupan di sana.

Baca juga: Armenia Tuding Jet Tempur Mereka Dijatuhkan Turki di Nagorny Karabakh

"Jika dunia sedang mempertimbangkan keterlibatan 'sebelum pertempuran meningkat menjadi perang skala besar'. Ini adalah perang skala besar, dan keterlibatan praktis dunia yang beradab dan reaksinya, sudah lama tertunda," ungkapnya.

Roket menghujani beberapa saat kemudian, seperti yang dia ceritakan, itu memaksanya untuk berlindung.

Perancis, Rusia, dan Amerika Serikat ditugaskan untuk menjaga perdamaian serta stabilitas di kawasan itu sebagai ketua bersama Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Grup Minsk Eropa, yang dibentuk pada 1992, dalam upaya untuk menghentikan perang habis-habisan Armenia-Azerbaijan.

Pada Kamis (1/10/2020), ketiga negara mengeluarkan pernyataan untuk "mengutuk dengan keras peningkatan kekerasan baru-baru ini di sepanjang Garis Kontak di zona konflik Nagorno-Kabarakh."

Mereka menyerukan "penghentian segera permusuhan antara kekuatan militer yang relevan" dan kembali ke negosiasi.

Baca juga: Perang Azerbaijan-Armenia di Nagorny Karabakh Masuki Hari Kedua, 39 Orang Tewas

Halaman:
Sumber Newsweek
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com