Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/10/2020, 10:13 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat akan memblokir pengiriman minyak sawit dari produsen utama Malaysia yang selama ini masuk ke rantai pasokan merek makanan dan kosmetik AS yang ikonik.

AS dilansir dari Associated Press (AP) menemukan adanya indikator kerja paksa dalam tenaga buruh, melibatkan anak-anak juga termasuk pelanggaran lainnya seperti kekerasan fisik dan seksual.

Perintah itu mulai diberlakukan terhadap FGV Holdings Berhad, salah satu perusahaan minyak sawit terbesar Malaysia dan mitra usaha dengan raksasa barang konsumen Amerika, Procter & Gamble pada Rabu (30/9/2020) menurut Brenda Smith, asisten komisaris eksekutif Kantor Bea Cukai dan Perlindungan Perdagangan Perbatasan AS.

Tindakan tersebut, diumumkan seminggu setelah AP mengungkap adanya pelanggaran ketenagakerjaan besar di industri minyak sawit Malaysia, dipicu oleh petisi yang diajukan tahun lalu oleh organisasi nirlaba.

Baca juga: Sorot Lahan Sawit Renggut Pangan Suku Papua, Disertasi Ini Jadi yang Terbaik di Australia

“Kami akan mendesak komunitas pengimpor AS lagi untuk melakukan uji tuntas,” kata Smith, menambahkan perusahaan harus melihat rantai pasokan minyak sawit mereka. “Kami juga akan mendorong konsumen AS untuk bertanya tentang dari mana produk mereka berasal.”

Malaysia adalah produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia, bersama dengan Indonesia, 2 negara ini mendominasi perdagangan global, dengan mampu memproduksi 85 persen dari pasokan 65 miliar dollar AS.

Minyak sawit dan turunannya dari FGV, dan Felda milik Malaysia yang memiliki hubungan dekat, masuk ke rantai pasokan perusahaan multinasional besar.

Mereka termasuk Nestle, L’Oreal, dan Unilever, menurut daftar pemasok dan pabrik minyak sawit yang paling baru diterbitkan perusahaan.

Beberapa bank besar dan lembaga keuangan Barat tidak hanya mengalirkan uang secara langsung atau tidak langsung ke dalam industri minyak sawit, tetapi mereka juga memiliki saham di FGV.

Baca juga: Pemasaran Produk Kelapa Sawit Indonesia Mulai Ditolak di Swiss

Smith mengatakan agensi tersebut melakukan penyelidikan selama setahun dan menyisir laporan dari pelapor nirlaba dan media, termasuk penyelidikan AP.

Reporter AP mewawancarai lebih dari 130 mantan pekerja dan saat ini dari delapan negara di dua lusin perusahaan kelapa sawit - termasuk Felda, yang memiliki sekitar sepertiga saham FGV.

Mereka menemukan segalanya mulai dari gaji yang belum dibayar hingga kerja paksa langsung dan tuduhan pemerkosaan, terkadang melibatkan anak di bawah umur.

Mereka juga menemukan Muslim Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan, salah satu minoritas paling teraniaya di dunia, telah diperdagangkan ke perkebunan dan dipaksa bekerja.

Banyak masalah yang dirinci oleh Smith serupa dengan yang ditemukan oleh AP. Dia mengatakan, Badan Bea Cukai menemukan pembatasan pergerakan, isolasi, kekerasan fisik dan seksual, intimidasi dan ancaman, penyimpanan dokumen identitas, pemotongan gaji, jeratan utang, kondisi kerja dan hidup yang kejam, kerja lembur yang berlebihan, dan kekhawatiran tentang potensi kerja paksa terhadap anak.

FGV mengeluarkan pernyataan pada akhir pekan yang menguraikan komitmennya terhadap hak asasi manusia, termasuk langkah-langkah yang diambil untuk memastikan para pekerjanya memiliki akses ke paspor dan gaji mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com