Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Misteri: Kematian Ganjil 9 Pendaki 'Dyatlov Pass'

Kompas.com - 24/09/2020, 19:00 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

KOMPAS.com - Pada tahun 1959 di bulan Februari, atau tepatnya 61 tahun yang lalu, sebuah tim mahasiswa pemain ski yang terdiri dari 9 orang mendaki pegunungan Ural, Rusia ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan. 

Ironisnya, sampai saat ini, sebab kematian mereka masih menjadi misteri. Insiden itu dikenal dengan 'Dyatlov Pass', merujuk pada nama pemimpin perjalanan mereka, Igor Dyatlov. 

Melacak perjalanan para pendaki dari buku harian mereka

Pada puncak Perang Dingin di tengah musim dingin pula, kelompok yang mulanya terdiri dari 10 mahasiswa dan dipimpin Igor Dyatlov berangkat dalam perjalanan ke Pegunungan Ural. Pegunungan yang membelah Eropa dan Asia.

Semua mahasiswa itu adalah pemain ski yang berpengalaman, olahragawan muda dan mudi dari Institut Politeknik Ural di Yekaterinburg, Rusia atau saat itu masih bernama Sverdlovsk di era Soviet.

Melansir BBC, dari 10 orang yang berangkat, 8 dari mereka laki-laki dan sisanya perempuan. Igor, pemimpin perjalanan adalah seorang mahasiswa teknik radio tingkat 5 dan paling berpengalaman di bidang atletik.

Juga ada Zinaida Kolmogorova (22) dari fakultas yang sama dengan Igor, Yuri Doroshenko (21) yang belajar kekuatan perekonomian, Alexander Kolevatov (24) yang belajar fisika nuklir, Yuri Krivonischenko (23), Rustem Slobodin (23), Nicolas Thibeaux-Brignolle (23) ketiga lelaki ini belajar teknik, Lyudmila Dubinina (20) dan Yuri Yudin (22) di mana dua mahasiswa terakhir ini seluruhnya belajar ekonomi.

Mereka juga ditemani seorang pemandu olahraga yang pernah berperang di Perang Dunia II bernama Semyon Zolotaryov (38). 

Perjalanan mereka dapat diselidiki oleh tim investigasi melalui buku harian mereka, khususnya apa yang ditulis oleh Lyudmila Dubinina, juga dari foto-foto yang mereka ambil dan surat-surat yang mereka tulis.

Lyudmila, pemain ski termuda punya reputasi yang tegas, kurang humoris karena dia dikenal sebagai anggota Komsomol, Komunis Muda.

Baca juga: 2 Pendaki Tewas di Gunung Piramid, Pendakian Diusulkan Ditutup

Namun, ketika penyelidik membaca buku hariannya, dia 'terdengar' menikmati perjalanan itu dan bahkan berniat untuk melonggarkan kepangan rambut pirangnya yang rapi.

"Di kereta, kami semua menyanyikan lagu diiringi mandolin," tulis Lyudmila, "Namun tiba-tiba, seorang pria mendatangi teman kami yang laki-laki dan menuduh mereka mencuri sebotol vodka! Dia minta botol vodkanya kembali dan akan meninju gigi mereka. Tapi, karena dia tak bisa membuktikan apa-apa, dia pergi begitu saja. Kami terus menyanyi dan menyanyi sampai tak ada yang mengerti tahu-tahu kami berbicara soal cinta... dan soal ciuman, khususnya."

Sementara itu, Zinaida Kolmogorova, sosok yang terkenal supel dan paling populer di kampus menulis surat untuk keluarganya dari kota Serov, sebuah perhentian di sepanjang rute kereta yang ditempuh.

“Kami akan berkemah, sepuluh dari kami dan itu adalah sekelompok orang yang hebat. Saya memiliki semua pakaian hangat yang saya butuhkan, jadi jangan khawatirkan saya. Apa kabar? Apakah sapi itu belum melahirkan? Saya suka susunya! "

Dia bertanya tentang kesehatan ayahnya, pekerjaan ibunya, dan mendorong adik perempuannya untuk belajar lebih giat di sekolah. Zinaida dan Igor mengirim surat terakhir mereka dari kantor pos di permukiman kecil di sepanjang rute yang disebut Vizhay.

Mereka bermalam di sana pada 25 Januari, sebelum mendapatkan tumpangan dengan truk ke pangkalan penebangan yang disebut pemukiman ke-41.

Para mahasiswa itu senang mengobrol dengan para penebang kayu di sekitar kompor hangat dan berdiskusi tentang film favorit mereka. Zina menulis catatan lain di buku hariannya.

“Ternyata ini hari terakhir peradaban kita dan kesempatan terakhir aku dan Lyuda harus tidur di ranjang. Malam ini, kami akan berada di dalam tenda.”

Kelompok tersebut menyewa kereta luncur yang ditarik kuda untuk membawa perbekalan mereka selama 15 mil terakhir ke pemukiman pertambangan Utara-2 yang terbengkalai. Perjalanan yang sulit dan cukup menegangkan menjadi terlalu berat bagi salah satu anggota grup.

“Yura Yudin akan meninggalkan kami hari ini,” tulis Zinaida dalam buku hariannya.

“Saraf siatiknya kembali kumat dan dia memutuskan untuk pulang. Sangat disesalkan. Kami membagikan bebannya di ransel kami. ”

Mahasiswa ekonomi itu merasa sangat tidak enak badan sehingga dia kembali dengan kereta luncur. Dia menyesal meninggalkan teman-temannya tetapi itu adalah keputusan yang rupanya menyelamatkan hidupnya.

Baca juga: Pendaki Tewas di Gunung Lawu Disebut Alami Paradoxical Undressing, Ini Tips Atasi Hipotermia

Menuju Gunung Kematian

Setelah Yura Yudin meninggalkan kelompok itu karena sakit, tim itu segera bergerak menuju tujuan mereka, Gunung Ortorten.

Arti nama gunung itu dalam bahasa Mansi adalah, "jangan pergi ke sana". Mansi, adalah kelompok manusia penggembala rusa di daerah itu yang telah hidup di sana ratusan tahun.

Tim kemudian menyusuri jalan setapak ke sebuah rumah bobrok yang separuhnya terpendam salju. Sebuah bangunan penginapan yang tadinya dihuni penjaga penjara gulag.

Di sana, rombongan Igor berhenti dan bermain ski di sepanjang Sungai Auspiya sebelum melakukan pendakian.

Di catatan terakhir Zinaida, dia menulis, "Matahari bersinar pagi tadi, tapi sekarang sangat dingin."

"Sepanjang hari kami menyusuri sungai. Pada malam hari kami akan berkemah di jalur Mansi. Kubakar sarung tanganku dan jaket Yura, dia banyak menggangguku!"

Zinaida pernah menjadi pacar Yura Doroshenko tetapi dia memutuskan hubungan dengannya, dan sebuah surat kepada seorang teman ditemukan beberapa bulan pasca insiden yang mengungkapkan bahwa Zinaida gugup melakukan perjalanan bersama Yura.

"Saya benar-benar tidak tahu bagaimana perasaan saya. Ini sangat sulit, karena kami bersama namun kami tidak bersama."

Zinaida dikabarkan telah jatuh cinta pada Yura selama ekspedisi sebelumnya saat laki-laki itu mengejar beruang coklat dengan palu geologi.

Baca juga: Kenapa Ratusan Pendaki Tewas di Zona Kematian Menuju Puncak Everest?

Kematian aneh yang mengerikan

Pada malam 1 Februari 1959, tim itu entah mengapa mendirikan tenda di Kholat Syakhyl alias Gunung Kematian.

Tenda yang didirikan itu berada di sebuah lubang yang dangkal, yang diduga telah digali untuk melindungi tim itu dari terpaan angin, namun anehnya, kondisi tenda itu ganjil dengan sobekan pisau dari arah dalam.

Di situlah tempat terakhir para pendaki berada sampai akhirnya tim penyelidik menemukan mereka tewas dengan kondisi aneh yang mengerikan.

Mikhail Sharavin adalah salah satu dari tim pencari yang pertama kali menemukan tenda itu. Dia tersandung oleh tenda yang berada di 300 meter dari puncak gunung.

Sharavin kini sudah tua, berusia 83 tahun dan tinggal di sebuah gubuk reyot yang terisolasi, sekitar 1 jam berkendara di luar kota Yekaterinburg.

Dia kurus, botak, dan pipinya cekung namun wajahnya sumringah ketika menceritakan bagaimana dia bisa menemukan tenda para pendaki nahas itu.

Sebuah tiang tenda muncul di atas permukaan salju dan ada senter yang diletakkan di atas kanvas yang masih berfungsi dengan baik saat dia menyalakannya.

Keesokan harinya pada 27 Februari, ketakutan terburuknya terjadi ketika dia dan beberapa orang lain di regu penyelamat menemukan mayat pertama.

“Kami mendekati pohon cedar,” kata Sharavin, “dan ketika kami berada 20 meter, kami melihat titik berwarna coklat - itu di sebelah kanan batang. Dan ketika kami mendekat, kami melihat dua mayat tergeletak di sana. Tangan dan kakinya berwarna coklat kemerahan."

Dua mayat itu adalah Yura Doroshenko dan Yuri Krivonischenko, mereka yang dicatat Lyudmila dalam buku hariannya bermain mandolin dan suka bergurau.

Yuri ditemukan tewas dengan menggigit bagian dari jarinya sendiri namun baik Yura dan Yuri, keduanya sama-sama dalam keadaan telanjang dan hanya memakai celana dalam.

Di dekat pohon itu juga, regu pencari menemukan sisa-sisa api unggun dari cabang-cabang pohon yang lebih rendah sebagai kayu bakar.

Tak lama setelah 2 mayat itu, mayat Igor Dyatlov, pemimpin perjalanan itu ditemukan. Dia berpakaian tapi tidak memakai sepatu. Posisi tewasnya aneh, dia bertelungkup di salju, memeluk cabang pohon birch.

Sementara di dekat Igor ada mayat Zinaida Kolmogorova yang berbaring. Dari posisi tubuhnya, dia diperkirakan berusaha mati-matian untuk kembali menanjak menuju tenda.

Di sepanjang sisi kanan tubuh wanita itu terdapat memar berwarna merah cerah seakan-akan dia dipukul dengan tongkat.

Meski laporan kematian mereka dicatat karena hipotermia, kondisi mayat lain yang mengalami cedera serius tidak terkait dengan laporan tersebut.

Rustem Slobodin, pelari jarak jauh dan salah satu yang paling pemalu dalam grup, ditemukan pada 5 Maret dengan kondisi tengkorak yang retak. Dia berpakaian lebih baik daripada yang ditemukan sejauh ini.

Dia mengenakan kaos lengan panjang dan sweter, dua pasang celana panjang, empat pasang kaus kaki, dan satu sepatu bot flanel di kaki kanannya. Arlojinya berhenti pada pukul 08:45.

Keganjilan semakin dalam ketika 4 mayat sisanya ditemukan di jurang pada bulan Mei, 3 bulan setelah penemuan 5 mayat pertama.

Nikolai Thibeaux-Brignolle, putra seorang komunis Perancis yang ditekan oleh Stalin, memiliki tengkorak yang retak.

Aleksander Kolevatov, mahasiswa fisika nuklir yang pernah bekerja di sebuah institut rahasia di Moskwa, mengalami luka di belakang telinga dan lehernya yang bengkok.

Lyudmila Dubinina, seorang komunis muda yang bersemangat dan Semyon Zolotaryov, anggota tertua kelompok itu, menderita banyak patah tulang rusuk.

Semyon bahkan memiliki luka terbuka di sisi kanan tengkoraknya, sampai menyembulkan tulang.  Dan detil lainnya, kedua rongga mata Semyon kosong alias bola matanya dicukil dan lidah Lyudmila terpotong.

Meski ada yang meyakini mereka adalah korban dari Yeti, makhluk buas di pegunungan salju, para orang tua dari para mahasiswa itu percaya, anak-anak mereka adalah korban dari militer.

Meski begitu, mereka juga mengaku tidak bisa berbuat apa-apa karena di era Soviet kala itu, mereka diminta untuk diam.

Baca juga: 7 Fakta Menarik Gunung Everest, Ada Ritual Pendakian

 

Teori-teori konspirasi dari insiden 'Dyatlov Pass'

Setahun lalu, kantor kejaksaan umum Rusia mengumumkan penyelidikan baru atas kematian para mahasiswa itu. Mereka bermaksud menghentikan 'rumor yang menjamur' dan untuk 'membangun kebenaran'.

“Ini adalah misteri Soviet kami yang ingin kami pecahkan,” kata Natalya Barsegova, yang telah menerbitkan artikel tentang kasus ini di surat kabar Komsomolskaya Pravda sejak 2012 kepada BBC.

Penyelidikan yang dilakukan pada musim semi 1959 meninggalkan banyak pertanyaan yang belum terselesaikan.

Mengapa para pemain ski itu melarikan diri dari tenda sampai mati kedinginan? Mengapa beberapa dari mereka menderita luka akibat tumbukan benda tumpul? Mengapa lidah mereka ada yang terpotong dan mata mereka tercungkil?

Melansir The Atlantic, para analisis juga bahkan menemukan peningkatan radioaktivitas pada 2 pakaian korban, sehingga ada yang menyimpulkan bahwa para pendaki itu dibunuh oleh sebuah "kekuatan unsur yang tidak dapat diatasi".

Kasus itu ditutup, temuan mereka diarsipkan sebagai 'rahasia' seperti rutinitas yang terjadi di era Soviet pada umumnya.

Seorang jurnalis lokal dilarang untuk melaporkan kejadian tersebut, dan selama beberapa dekade, satu-satunya publikasi yang terkait dengan misteri tersebut adalah sebuah novel yang diterbitkan oleh salah satu pencari.

Baca juga: Pria Ini Mendaki Dua Kali Tinggi Gunung Everest dengan Sepeda

 

Serangan UFO

Pada Januari 1990, mantan kepala Partai Komunis sebuah kota dekat Dyatlov Pass menulis tanggapannya terhadap artikel surat kabar tentang penampakan UFO di daerah tersebut.

Dia mengklaim apa yang terjadi pada para pemain ski itu dan lubang yang ada di tenda mereka adalah puing-puing yang jatuh dari roket.

Surat kabar itu kemudian menerbitkan sebuah cerita di mana Lev Ivanov, penyelidik utama pada penyelidikan Dyatlov 1959, dikutip mengatakan bahwa para mahasiswa itu dibunuh oleh UFO.

Artikel tersebut juga mengulangi desas-desus bahwa kelompok tersebut mungkin telah dibunuh oleh penduduk asli atau radiasi dari uji senjata.

Faktanya, "bola api" yang dirujuk dalam cerita telah terlihat berminggu-minggu setelah kematian para mahasiswa pemain ski itu dan dikaitkan dengan uji coba rudal yang terdokumentasi.

Beberapa bulan kemudian, Ivanov menulis artikelnya sendiri di surat kabar lain yang menyalahkan para mahasiswa.

Dengan menyalahkan UFO, dokumen rahasia, dan pemerintah yang menutup-nutupi, di mana tulisan artikel-artikel itu adalah awal mula teori konspirasi yang berkembang.

Pada akhir tahun 2000-an, “Dyatlophrenia” telah masuk ke surat kabar dan televisi nasional.

Jaringan teori yang terus berkembang sejak itu muncul, mengklaim bahwa alkohol beracun, keturunan "Arya" kuno, atau berbagai senjata fantastis seperti "bom vakum" adalah penyebabnya.

Fakta bahwa wakil insinyur pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl memiliki nama keluarga yang sama dengan Igor Dyatlov menimbulkan kecurigaan tentang beberapa hubungan dengan bencana itu.

Beberapa teori bahkan menyatakan bahwa kelompok Dyatlov termasuk agen KGB atau CIA.

Sebuah teori lain mempercayai adanya plot jahat yang terjadi pada Yuri Yudin, seorang mahasiswa yang sempat menemani kelompok tersebut sebelum akhirnya tidak jadi berangkat mendaki karena sakit.

Yuri Yudin mengatakan sebelum kematiannya bahwa dia percaya teman-temannya telah “melihat sesuatu yang seharusnya tidak mereka lihat” dan dipaksa dengan todongan senjata untuk membuat adegan agar membingungkan penyelidik, lalu dia dibiarkan mati.

Namun bagaimana pun teori konspirasi berbunyi, saudari Dyatlov sendiri, Tatyana Perminova, mengatakan bahwa dia telah mendengar banyak teori, tetapi hanya dapat mengulangi apa yang dikatakan orang tuanya pada saat saudara laki-lakinya itu menghilang dan meninggal.

“Mereka yakin,” katanya, “bahwa entah bagaimana militer terlibat.”

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Longsor Salju Everest, 16 Orang Pemandu Pendakian Tewas

Masih menjadi misteri

Menurut peneliti Amerika, Donnie Eichar serta beberapa ilmuwan Rusia, angin kencang yang bertiup dari atas kubah gunung menciptakan pusaran angin "Kármán vortex" dan menghasilkan suara frekuensi rendah yang tidak sepenuhnya terdengar tapi menggetarkan sel-sel rambut di telinga.

Hal itu menyebabkan rasa mual dan rasa tidak nyaman yang hebat secara psikis. Di bawah serangan gencar gelap gulita itu, para siswa bisa saja diliputi oleh perasaan takut dan panik.

Namun, ketika mengumumkan hasil penyelidikan tahun lalu, jaksa penuntut umum Rusia mengesampingkan kemungkinan tewas akibat tindak "kriminal" dan mengatakan bahwa penyebab kematian para mahasiswa pemain ski itu adalah longsoran salju, lempengan salju dan badai.

Beberapa kerabat dari kelompok Dyatlov marah atas penolakan jaksa yang enggan mempertimbangkan sebab non-alami dari kematian sehingga mengajukan pengaduan dan meminta penyelidik untuk membuka kasus pidana.

Sampai saat ini, penyebab kematian 9 mahasiswa pemain ski yang mendaki Gunung Kematian di pegunungan Ural masih menjadi misteri.

Suatu saat nanti misteri ini mungkin akan terpecahkan namun cerita simpang-siur tentang penyebab kematian mereka tidak akan pernah bisa benar-benar dihentikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com