Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antropolog Ini Bongkar Program Kerja Paksa China terhadap 500.000 Orang Tibet

Kompas.com - 22/09/2020, 17:37 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

CANBERRA, KOMPAS.com - Seorang antropolog Jerman, Dr Adrian Zenz mengklaim mempunyai bukti baru tentang program kerja paksa berskala besar di Tibet yang diterapkan oleh pemerintah China.

Melansir Sydney Morning Herald, Selasa (22/9/2020), China dilaporkan telah memaksa lebih dari 500.000 pekerja Tibet di pedesaan dalam pusat pelatihan yang dibangun sejak 7 bulan pertama tahun ini. Program itu mencerminkan apa yang diduga terjadi juga di Xinjiang barat.

 

Penelitian Dr Zenz itu dianggap berperan penting dalam meningkatkan profil keamanan dan penahanan massal warga Uighur di provinsi Xinjiang.

Baca juga: Upaya China Pulihkan Nama atas Dugaan Pelanggaran HAM Uighur di Xinjiang

Menurut laporan antropolog itu dalam situs web penelitian The Jamestown Foundation, pada tahun 2019 dan 2020, wilayah Otonomi Tibet (TAR) memperkenalkan kebijakan-kebijakan baru untuk mempromosikan sistematisasi, pemusatan dan pelatihan berskala besar serta pengiriman "rural surplus labour" ke bagian lain dari TAR termasuk ke provinsi-provinsi di Republik Rakyat China lainnya.

Rural surplus labour sendiri memaknai bahwa para pekerja paksa yang dikirim melakukan pekerjaan yang lebih atau di luar dari apa yang seharusnya mereka kerjakan.

Hanya dalam waktu 7 bulan sejak awal tahun, kebijakan itu telah membuat setengah juta orang dilatih sebagai bagian dari proyek, angka itu sekitar 15 persen dari populasi wilayah Tibet.

Baca juga: Uni Eropa Desak China soal Akses Dagang, Uighur, Hong Kong, dan Covid-19

Dari total itu, sebanyak hampir 50.000 pekerja dipekerjakan di dalam wilayah Tibet, sementara ribuan orang lainnya dikirim ke bagian lain di China. 

Banyak dari mereka yang berakhir dengan gaji rendah, termasuk mereka yang bekerja di bidang produksi tekstil, konstruksi dan pertanian.

Skema kebijakan ini mencakup semua orang Tibet dari segala usia, mencakup seluruh wilayah dan program ini berbeda dari pelatihan kejuruan koersif pelajar menengah dan orang dewasa muda yang dilaporkan oleh narasumber Tibet di pengasingan.

Penelitian juga mengatakan bahwa kamp pekerja paksa itu dilengkapi dengan indoktrinasi yang dipaksakan, pengawasan, dan sanksi berat bagi yang gagal memenuhi kuota pengiriman tenaga kerja.

Baca juga: Pria Ini Klaim Pemberitaan Media Barat soal Uighur Tidak Sesuai Kenyataan

Melansir Reuters, Beijing telah menetapkan kuota untuk pemindahan massal pekerja dari pedesaan Tibet dan untuk ke berbagai wilayah lain di China sebagai inisiatif untuk menyediakan pekerja setia kepada industri China.

"Saat ini, menurut pendapat saya, (kerja paksa itu merupakan) serangan paling kuat, paling jelas dan paling terarah terhadap mata pencarian rakyat Tibet yang kita saksikan sejak Revolusi Kebudayaan tahun 1966 sampai 1976," ujar Dr Adrian Zenz dikutip Reuters.

Dr Zenz sendiri adalah seorang antropolog, peneliti Tibet dan Xinjiang independen yang menyusun temuan inti program kerja paksa itu dan merilisnya di Jamestown Foundation.

"Ini adalah perubahan gaya hidup yang memaksa dari nomadisme dan bertani menjadi buruh upahan," imbuh Zenz.

Baca juga: Derita Minoritas Uighur di Xinjiang, Ditahan dan Dipaksa Minum Obat Tradisional China

Menurut Reuters, pihak Kementerian Luar Negeri China membantah keras adanya laporan soal kerja paksa itu.

China mengatakan bahwa mereka adalah negara dengan aturan hukum dan para pekerja melakukan secara sukarela serta diberi kompensasi yang sesuai.

“Apa yang disebut orang-orang dengan motif tersembunyi ini sebagai 'kerja paksa' (adalah) tidak ada. Kami berharap masyarakat internasional (bisa) membedakan mana yang benar mana yang salah, menghargai fakta, dan tidak tertipu oleh kebohongan,” kata pihak Kemenlu China.

Pengiriman atau pemindahan tenaga kerja pedesaan ke dalam industri diketahui merupakan bagian penting dari upaya China untuk meningkatkan perekonomian dan mengurangi kemiskinan.

Namun, menurut para aktivis HAM, daerah seperti Xinjiang dan Tibet yang memiliki populasi etnis besar dan riwayat sejarah kerusuhan, cukup tertekan dengan adanya kebijakan dan indoktrinasi ideologis dari pemerintah China.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com