Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/09/2020, 14:36 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

KIGALI, KOMPAS.com - Pengadilan Kigali pada Kamis (17/9/2020) menolak jaminan pada Paul Rusesabagina yang dilabeli pahlawan Hotel Rwanda pada 1994, jelang persidangannya atas berbagai tuduhan termasuk terorisme.

Rusesabagina, yang menjadi kritikus pemerintah dan hidup di pengasingan selama bertahun-tahun, bulan lalu muncul sebagai tahanan di Kigali dan keluarganya menuduh dia diculik di luar negeri.

Jaksa pada Senin (14/9/2020) menjatuhkan 13 dakwaan kepadanya, termasuk terorisme, pendirian dan pendanaan kelompok militan, pembunuhan, pembakaran, dan konspirasi melibatkan anak-anak dalam kelompok bersenjata.

Baca juga: Pahlawan Hotel Rwanda, Paul Rusesabagina, Didakwa dengan Terorisme

"Pengadilan menemukan bahwa dakwaan jaksa penuntut terhadap Rusesabagina sangat berat dan serius," kata Hakim Dorothy Yankurije saat menolak permintaan jaminannya.

"Pengadilan memerintahkan agar Rusesabagina ditahan sementara setidaknya selama 30 hari untuk menunggu persidangannya," lanjutnya dikutip dari AFP.

Rusesabagina langsung mengumumkan akan mengajukan banding atas putusan tersebut, dan punya waktu 5 hari untuk melakukannya.

Baca juga: Bendungan Lembah Berisi 30.000 Mayat Bekas Genosida Ditemukan di Rwanda

Dia juga meminta dibebaskan untuk mendapat perawatan medis, karena pria berusia 66 tahun itu menderita penyakit jantung dan hipertensi. Keduanya butuh pengobatan berkelanjutan, kata keluarganya.

"Masalah kesehatan yang diajukan Tuan Rusesabagina tidak berdasar, karena dia tidak menunjukkan bagaimana dalam tahanan mencegahnya mengakses semua perawatan medis yang dibutuhkannya," kata hakim.

Rusesabagina yang di film nominasi Oscar Hotel Rwanda (2004) diperankan oleh Don Cheadle, tinggal di luar negeri sejak 1996 dan memegang paspor Belgia serta Kartu Hijau AS.

Sosoknya menjadi terkenal karena saat menjadi manajer hotel mewah ia melindungi ratusan orang Tutsi, dalam genosida yang menewaskan sekitar 800.000 orang etnis tersebut.

Baca juga: Genosida Rwanda, Kisah Anak-anak yang Kehilangan Sejarah Mereka

Setelah genosida, Rusesabagina yang merupakan etnis Hutu menjadi semakin kritis terhadap pemerintahan Presiden Paul Kagame yang didominasi Tutsi, menuduh partainya yang berkuasa melakukan otoriterisme dan sentimen anti-Hutu.

Namun di Rwanda popularitas Rusesabagina mulai luntur setelah para penyintas menuduhnya mengambil untung dari kesengsaraan mereka.

Dia ikut mendirikan kelompok oposisi Gerakan Rwanda untuk Perubahan Demokratik (MRCD), yang dikatakan memiliki pasukan bersenjata bernama Front Pembela Nasional (FLN).

Dalam beberapa pidato Rusesabagina menyatakan dukungannya untk FLN, tetapi sejauh apa keterlibatannya di sana belum diketahui pasti.

Baca juga: Kunjungi Rwanda, Perdana Menteri India Sumbang 200 Ekor Sapi

FLN telah melakukan serangan bersenjata dan disebut sebagai organisasi teroris oleh Rwanda.

Pada Senin pekan ini dalam pembelaannya di pengadilan, Rusesabagina membantah telah membentuk FLN dengan mengatakan tindakan mereka harus disalahkan ke mereka sendiri.

Dia mengaku mengirim sekitar 20.000 euro (Rp 349,6 juta) ke komandan FLN Callixte Nsabimana, yang juga diadili atas tuduhan serupa.

Rusesabagina berdalih itu adalah bantuan pribadi ke seorang teman dan bukan untuk pemberontakan.

Baca juga: Gereja di Rwanda Tersambar Petir, 16 Orang Tewas

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com