Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tentara Myanmar Buka-bukaan soal Genosida Rohingya: Tembak Semua dan Perkosa

Kompas.com - 17/09/2020, 17:15 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Namun, dia tidak bisa memastikan apakah Bangladesh yang menyerahkan tentara tersebut ke ICC.

“Yang bisa saya katakan adalah kedua orang itu tidak lagi berada di Bangladesh,” kata Akhavan.

Kementerian Luar Negeri Bangladesh tidak mau menanggapi pertanyaan DW terkait bagaimana kedua tentara itu bisa sampai di Den Haag.

Myanmar sebut pengakuan kedua tentara itu "paksaan"

Juru bicara militer Myanmar Brigadir Jenderal Zaw Min Tun pekan lalu mengonfirmasi, kedua pria dalam video itu adalah mantan tentara.

Mereka mengklaim bahwa keduanya telah “disandera” oleh kelompok pemberontak AA dan “diancam dan dipaksa untuk membuat pengakuan”.

Namun AA menolak klaim itu dan mengatakan kedua tentara itu telah meninggalkan tempat tersebut.

Baca juga: Terdampar di Aceh, 2 Warga Rohingya Meninggal dan 3 Orang Dirawat karena Sesak Napas

“Mereka secara sukarela mengakui kejahatan perang yang dilakukan oleh militer Myanmar,” kata juru bicara AA Khine Thu Kha, sembari menambahkan bahwa pembelot lain juga memberikan testimoni serupa, yang telah mereka unggah secara online dalam beberapa bulan terakhir.

Meski begitu, militer Myanmar dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di media pemerintah pada Selasa (15/9/2020), untuk pertama kalinya mengakui kemungkinan pola pelanggaran yang lebih luas selama operasi militer 2017 di Rakhine.

Dikatakan bahwa Kantor Jaksa Agung yang dikelola militer telah meninjau laporan oleh sebuah komisi yang didukung pemerintah atas tuduhan kejahatan perang yang dilakukan tentara, dan sebagai responsnya menyebut telah memperluas cakupan penyelidikan.

Kantor tersebut “menyelidiki kemungkinan pola pelanggaran yang lebih luas di wilayah utara Rakhine pada 2016-2017,” kata militer dalam pernyataan itu seperti dikutip dari Reuters.

Baca juga: Indonesia Minta AICHR Beri Perhatian ke Pengungsi Rohingya

“Dugaan mengenai desa-desa di wilayah Maungdauw termasuk dalam ruang lingkup penyelidikan yang lebih luas ini,” tambah militer, merujuk pada sebuah distrik di perbatasan dengan Bangladesh yang menjadi fokus operasi keamanannya pada tahun 2017.

Momen "monumental" untuk keadilan?

Fortify Rights menyerukan agar para pria itu dituntut di ICC. Mereka menyebut pengakuan kedua tentara itu sebagai “momen monumental” dalam perjuangan Rohingya atas keadilan.

“Kedua pria ini memiliki informasi yang dapat membantu menjatuhkan komandan senior tentara Myanmar yang bertanggung jawab atas kejahatan keji,” kata Smith.

“Bukan hanya itu, kedua orang ini juga harus diadili atas kejahatan mereka,” tambahnya.

Nay San Lwin, salah satu pendiri Free Rohingya Coalition mengatakan kepada DW, bahwa tentara Myanmar lain yang terlibat harus mengakui “kejahatan” mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com