Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Cukupkah Kebijakan Penanggulangan Virus Corona bagi Disabilitas?

Kompas.com - 15/09/2020, 06:57 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

LONDON, KOMPAS.com - Selama pandemi virus corona para penyandang disabilitas dalam skala global rentan terinfeksi, dengan perhitungan dua pertiga kematian di Inggris terjadi dalam komunitas disable.

Melansir Independent pada Minggu (13/9/2020), Nana Marcfo, seorang pria yang memiliki disabilitas dengan trakeostomi, tabung plastik buatan yang memungkinkannya bernapas dan berbicara.

Ia memiliki kondisi saluran pernapasan yang kurang berkembang, yang mempengaruhi kerja trakeanya, karena terlahir prematur di usia kandungan ibunya 6 bulan.

"Artinya sistem pernapasan saya lebih terpapar virus di udara, termasuk virus corona," ujar Marcfo.

Namun, ia merasa tidak ada rencana darurat untuk orang-orang dengan kondisi sepertinya, dan ia khawatir dirinya dapat menjadi korban tewas dalam kasus pandemi ini.

"Kami tidak hanya memiliki 6 bulan pandemi global, kami mengetahui bahwa para pemimpin dunia mengetahui tentang Covid-19 pada Desember 2019, ketika ditemukan di Wuhan, China," ujarnya.

Baca juga: Minim Terapi, Pelajar Disabilitas di AS Kesulitan Ikuti Sekolah Online

Ia juga menyakini bahwa secara luas virus corona telah ada selama beberapa dekade, tapi tidak ada metode pencegahan yang layak atau pengobatan yang diketahui.

Social distancing dan penggunaan masker, meski meminimalkan risiko, tetapi menurutnya tidak cukup untuk menjadi solusi, karena tidak dapat mentertibkan perilaku publik sepanjang hari dengan aturan tersebut.

Para warga diperintahkan untuk kembali bekerja, karena negara-negara di seluruh dunia memasuki fase lockdown kedua, dan beberapa memperkirakan gelombang kedua dapat rentan di pantai Inggris Musim Gugur ini.

"Saya khawatir dengan kembali bekerja, saya mungkin berhubungan dengan pembawa virus," ujarnya.

Pada Mei, warga diminta tetap di dalam rumah untuk menyelamatkan nyawa dan mengendalikan penyebaran virus corona.

Namun, setengah tahun berlalu dan pandemi virus corona masih merebak, ia menilai bahwa pemerintah tidak berbuat banyak dalam perencanaan masa depan warganya, khususnya bagi yang disable.

Baca juga: Bunuh 19 Penyandang Disabilitas di Jepang, Pria Ini Dihukum Mati

Komunitas penyandang disabilitas merasa telah diabaikan sama sekali selama pandemi, karena para anggota parlemen memperdebatkan untuk melepaskan semua tanggung jawab terhadap yang paling rentan terinfeksi dalam masyarakat di bawah “undang-undang darurat”.

Pada Maret, di bawah jadwal 11 undang-undang darurat, anggota parlemen membahas gagasan untuk membebaskan otoritas lokal dari tugas mereka yang terikat oleh Care Act 2014.

Jika itu terjadi, dewan dapat menolak perawatan untuk orang tua dan penyandang disabilitas, kecuali Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (ECHR) membuat klaim hukum atas kekhawatiran seputar karakteristik yang dilindungi ini.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com