Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara "Santai" Swedia Tangani Virus Corona yang Diklaim Membuahkan Hasil

Kompas.com - 14/09/2020, 07:36 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber Daily Mail

STOCKHOLM, KOMPAS.com - Swedia sempat disebut negara "tersantai" dalam menangani virus corona, di mana kini upaya itu diklaim membuahkan hasil.

Ketika kasus-kasus Covid-19 di Eropa kembali meningkat, di Swedia angka penambahannya justru menurun meski tidak lockdown.

Tingkat infeksi Swedia pernah jadi yang tertinggi di Eropa, tapi sekarang lebih rendah daripada Inggris, Spanyol, Perancis, atau Italia.

Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Swedia Tidak Terapkan Lockdown

Daily Mail pada Jumat (11/9/2020) mewartakan, Swedia pekan lalu melakukan sejumlah tes virus corona tapi cuma 1,2 persen yang positif lagi. Angka ini adalah yang terendah di sana sejak pandemi.

Mulai "bersihnya" Swedia membuatnya dihapus dari daftar karantina Inggris, dan membuka kembali pintu bagi pariwisata dan perekonomiannya.

Lantas, bagaimana cara santai Swedia bisa menjinakkan virus corona?

Tidak ada lockdown di Swedia. Rakyatnya tidak diperintahkan untuk tetap di rumah, toko-toko, sekolah, dan restoran juga tetap buka meski kurva kasus berada di puncaknya.

Ahli epidemiologi top di negara Nordik itu juga tidak memandang masker sebagai cara efektif, dan bersikeras lockdown penuh tidak akan mencegah kematian di ruang perawatan.

Namun warga Swedia dengan taat selalu melakukan dua hal mendasar, yaitu cuci tangan dan social distancing.

Baca juga: Dampak Pembatasan Covid-19, Pasangan Ini Menikah di Tengah Hutan Perbatasan Swedia-Norwegia

"Alasan di balik penularan yang relatif rendah sekarang sebagian besar karena banyak warga Stockholm mengikuti anjuran untuk tetap di rumah saat sakit, mencuci tangan, dan menjaga jarak," ujar Per Follin kepala badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Stockholm.

Pemerintah Swedia juga sudah sering menyebutkan tingkat kepercayaan yang tinggi pada pihak berwenang menjadi alasan, kenapa tindakan pencegahan virus bisa bersifat sukarela bukan paksaan.

Strategi ini mendapat pujian dari WHO sebagai model berkelanjutan untuk mengatasi virus. Para petinggi Swedia pun mengatakan, akan menerapkan pembatasan lunak lebih lama.

Tingkat infeksi Swedia adalah yang tertinggi di Eropa pada pertengahan Juni, dengan hasil skrining menunjukkan lebih dari 1.000 orang positif corona per hari.

Kemudian pada 15 Juni Swedia mencatatkan rata-rata 101 kasus per 1 juta orang per hari di 1 pekan, sedangkan tertinggi berikutnya di Eropa adalah Belarus dengan 79 kasus.

Baca juga: Covid-19 di Swedia, Angka Kematian April Tertinggi dalam Sebulan Sejak 1993

Angka kematian di Swedia juga sempat lebih banyak daripada gabungan Norwegia, Denmark, dan Finlandia, dengan 5.843 kematian.

Akan tetapi situasinya kini berbalik total 3 bulan sejak saat itu. Infeksi virus corona melonjak di sebagian besar Eropa tetapi mencapai titik terendah di Swedia.

Swedia mengumumkan 7.131 kasus baru pada Agustus, turun dari 11.971 kasus di Juli bahkan 30.909 di Juni.

Tingkat infeksi tertinggi di Eropa Barat sekarang dipegang Spanyol (200 kasus per 1 juta orang) dan Perancis (118). Swedia jauh di bawah mereka dengan 17 kasus per 1 juta warganya.

"Tujuan dari pendekatan kami adalah agar orang-orang itu sendiri yang memahami kebutuhan untuk mematuhi rekomendasi dan anjuran yang ada," kata kepala badan kesehatan Johan Carlson di konferensi pers.

Baca juga: Benarkah Herd Immunity di Swedia Gagal? Begini Penjelasannya...

"Tidak ada cara lain sebelum ada tindakan medis, terutama vaksin. Warga Swedia telah melakukannya sepenuh hati," lanjutnya dikutip dari Daily Mail.

Swedia tidak menerapkan herd immunity, tetapi para pejabatnya merasa hal itu secara bertahap akan membantu membatasi penyebaran penyakit.

Meski begitu para ilmuwan belum sepenuhnya yakin secara tepat berapa banyak atau berapa lama kekebalan muncul setelah pulih dari Covid-19.

Studi dari Royal Society of Medicine Inggris bulan lalu menemukan, hanya 15 persen orang di Stockholm yang memiliki antibodi virus ini pada Mei 2020.

Baca juga: Kasus Pertama Covid-19 di Swedia Mungkin Terjadi pada November 2019

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber Daily Mail
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Peneliti Eropa: Lirik Lagu Masa Kini Lebih Marah dan Terobsesi pada Diri Sendiri

Peneliti Eropa: Lirik Lagu Masa Kini Lebih Marah dan Terobsesi pada Diri Sendiri

Global
Dokter yang Kunjungi RS Gaza Tercengang, Kondisi Anak-anak Palestina Begitu Miris

Dokter yang Kunjungi RS Gaza Tercengang, Kondisi Anak-anak Palestina Begitu Miris

Global
Nasib Pencuri Buku Harian Putri Joe Biden, Terancam Masuk Bui

Nasib Pencuri Buku Harian Putri Joe Biden, Terancam Masuk Bui

Global
Taliban Berlakukan Kembali Hukuman Rajam Perempuan Berzina, Digelar di Depan Umum Sampai Mati

Taliban Berlakukan Kembali Hukuman Rajam Perempuan Berzina, Digelar di Depan Umum Sampai Mati

Global
Jubir Gedung Putih Analogikan Rusia Seperti Penjual Pupuk Kandang, Apa Maksudnya?

Jubir Gedung Putih Analogikan Rusia Seperti Penjual Pupuk Kandang, Apa Maksudnya?

Global
Perancis Setujui RUU Larangan Diskriminasi Berdasarkan Gaya Rambut

Perancis Setujui RUU Larangan Diskriminasi Berdasarkan Gaya Rambut

Global
Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Global
Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Global
Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Global
Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Global
Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Global
Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Global
Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Global
Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Global
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com