Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons Aktivitas Agresif Militer China, Jepang Ubah Arah Kebijakan Serangan Darat

Kompas.com - 11/09/2020, 16:21 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

TOKYO, KOMPAS.com - Beberapa bulan sebelum mengundurkan diri, Perdana Menteri Shinzo Abe untuk pertama kalinya mengubah kebijakan militer, yang memungkinkan dilakukkannya serangan darat ke China dan bagian lain Asia.

Melansir Reuters pada Jumat (11/9/2020), Pasukan Pertahanan Diri Jepang diarahkan untuk menghentikan penyerang di udara dan laut.

Perubahan kebijakan tersebut akan mengarahkan militer menciptakan doktrin untuk menargetkan situs darat musuh, sebuah misi yang membutuhkan pembelian senjata jarak jauh, seperti rudal jelajah.

Jika diadopsi oleh pemerintah berikutnya, kebijakan tersebut akan menandai salah satu perubahan paling signifikan dalam sikap militer Jepang sejak akhir Perang Dunia II.

Ini mencerminkan dorongan lama Abe untuk membangun militer yang lebih kuat dan kepedulian Tokyo yang semakin dalam tentang pengaruh China di wilayah tersebut.

Baca juga: Operator Kapal Asal Jepang yang Tumpahkan Minyak di Mauritius Janjikan Bayar Rp 140,4 Miliar

Pemerintah Jepang khawatir dengan meningkatnya aktivitas militer China di sekitar pulau kecil di Laut China Timur yang disengketakan.

“Alasan utama tindakan kami adalah China. Kami belum terlalu menekankan hal itu, tetapi pilihan keamanan yang kami buat adalah karena China," kata Masahisa Sato, anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal (LDP), yang berkuasa dan pernah menjabat sebagai wakil menteri pertahanan serta wakil menteri luar negeri, dalam sebuah wawancara.

Jepang mencabut haknya untuk berperang setelah Perang Dunia II, perubahan kebijakan untuk membuat target serangan di darat, menjadi perdebatan bagi tetangga Asia, terutama China.

Abe mengatakan pada bulan lalu, bahwa dia mengundurkan diri karena kesehatan yang memburuk.

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga, yang dianggap kurang agresif dibandingkan Abe, tetapi sangat dekat dengannya, diharapkan memenangkan suara untuk menggantikannya sebagai pemimpin partai dan menjadi perdana menteri.

Baca juga: Pria Macho jadi Kurir Makanan untuk Mereka yang Pesan Sushi di Jepang

Kebijakan pemerintah

Pada Juni, Abe menginstruksikan pembuat kebijakan pertahanan senior membuat proposal LDP untuk militer yang mencakup doktrin atau serangan darat.

Menurut 2 orang dalam, termasuk penjabat Sekretaris Jenderal LDP Tomomi Inada, bahwa usulan itu akan menjadi kebijakan pemerintah, jika dimasukkan dalam strategi pertahanan nasional yang direvisi.

“Saya tidak berpikir ada banyak oposisi di LDP,” kata Inada kepada Reuters.

"Arah itu tidak berubah bahkan dengan perdana menteri baru," ungkapnya.

Militer sudah bisa menggunakan rudal jarak jauh untuk menyerang kapal. Ia menganggap rencana seperti itu dibenarkan karena harus mampu menghancurkan senjata yang mengancam Jepang.

Proposal serangan darat dilandasi dengan alasan demikian, menurut mantan menteri pertahanan Itsunori Onodera.

Baca juga: Yoshihide Suga Digadang-gadang jadi PM Jepang Pengganti Shinzo Abe

Oleh karena itu, para pendukungnya mengatakan, hukum Jepang tidak perlu diubah di era pemerintahan yang baru.

Selama 8 tahun menjabat, Abe mendorong revisi Pasal 9 pasifis konstitusi pasca perang, tetapi gagal mencapai tujuannya. Di dalam pasal tersebut mengatur pelarangan perang oleh negara.

Dewan Keamanan Nasional Jepang, yang dipimpin Abe dan termasuk pejabat kabinet kunci, termasuk Suga, akan bertemu pada Jumat (11/9/2020) untuk membahas strategi pertahanan.

Rudal jelajah BGM-109 Tomahawk buatan AS akan menjadi opsi untuk senjata serangan darat, kata Katsutoshi Kawano, yang hingga tahun lalu adalah perwira militer paling senior Jepang, Ketua Kepala Staf Pasukan Pertahanan Diri.

Tomahawks dapat mencapai target sejauh 2.500 kilometer (1.553 mil). Itu akan membuat sebagian besar China dan sebagian besar Timur Jauh Rusia berada dalam jangkauan.

“Jepang mungkin bisa memiliki kemampuan menyerang dalam 5 tahun,” kata Kawano.
“Paket serangan penuh termasuk satelit penargetan dan komponen peperangan elektronik, bagaimanapun, akan jauh lebih mahal dan membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk mendapatkannya,” tambahnya.

Sementara ini, Jepang harus bergantung pada Amerika Serikat untuk intelijen dan pengawasan militer.

Baca juga: Topan Haishen Hantam Jepang, Jutaan Warga Mencari Tempat Perlindungan

Politik

Untuk memajukan proposal, pemerintah berikutnya perlu menyelesaikan strategi pertahanan yang direvisi dan rencana pengadaan jangka menengah pada akhir Desember, sebelum kementerian pertahanan mengajukan permintaan anggaran tahunannya.

Hal itu dapat menemui perlawanan dari mitra koalisi LDP, Komeito yang didukung Buddha, yang khawatir langkah seperti itu akan memusuhi China dan mengancam konstitusi Jepang yang menolak perang.

“Itu bisa memicu perlombaan senjata dan meningkatkan ketegangan. Secara teknis akan sulit dan akan membutuhkan investasi besar,” kata pemimpin Komeito Natsuo Yamaguchi dalam sebuah wawancara.

"Ini adalah sesuatu yang harus dipikirkan dengan serius di bawah Perdana Menteri yang baru," ucap Yamaguchi.

Bahkan beberapa pakar keamanan LDP, termasuk salah satu saingan kepemimpinan Suga, mantan menteri pertahanan Shigeru Ishiba, melihat potensi kerugian untuk memperoleh rudal jelajah jarak jauh.

“Apa yang terjadi, jika Amerika Serikat meminta Jepang untuk menyerang mereka (China), dan kita tidak mau?” tanyanya.

Baca juga: Kandidat Terkuat PM Jepang, Yoshihide Suga, Siap Lanjutkan Abenomics

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Global
Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Global
WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

Global
TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

Global
Otoritas Palestina Umumkan Kabinet Baru, Respons Seruan Reformasi

Otoritas Palestina Umumkan Kabinet Baru, Respons Seruan Reformasi

Global
Kisah Kota Emas Gordion di Turkiye dan Legenda Raja Midas

Kisah Kota Emas Gordion di Turkiye dan Legenda Raja Midas

Global
Penembakan Massal Konser Moskwa, Apakah Band Picnic Sengaja Jadi Sasaran?

Penembakan Massal Konser Moskwa, Apakah Band Picnic Sengaja Jadi Sasaran?

Global
AS Abstain dalam Resolusi DK PBB soal Gaza, Hubungan dengan Israel Retak?

AS Abstain dalam Resolusi DK PBB soal Gaza, Hubungan dengan Israel Retak?

Global
Pesan Paskah Raja Charles III Setelah Didiagnosis Kanker

Pesan Paskah Raja Charles III Setelah Didiagnosis Kanker

Global
Interpol Ungkap Fakta Jaringan Global Perdagangan Manusia di Asia Tenggara

Interpol Ungkap Fakta Jaringan Global Perdagangan Manusia di Asia Tenggara

Global
Ukraina Jatuhkan 26 Drone Rusia dalam Semalam

Ukraina Jatuhkan 26 Drone Rusia dalam Semalam

Global
Jembatan Baltimore Runtuh, Apa Penyebab Pastinya dan Siapa Bertanggung Jawab?

Jembatan Baltimore Runtuh, Apa Penyebab Pastinya dan Siapa Bertanggung Jawab?

Global
Kisah Padmarajan, Orang India yang Kalah 238 Kali di Pemilu, Pantang Menyerah dan Akan Maju Lagi

Kisah Padmarajan, Orang India yang Kalah 238 Kali di Pemilu, Pantang Menyerah dan Akan Maju Lagi

Global
Apakah Resolusi PBB tentang Gencatan Senjata di Gaza Mengikat Israel?

Apakah Resolusi PBB tentang Gencatan Senjata di Gaza Mengikat Israel?

Internasional
Indonesia-Singapore Business Forum 2024 Bahas Arah Kebijakan Ekonomi RI Usai Pemilu

Indonesia-Singapore Business Forum 2024 Bahas Arah Kebijakan Ekonomi RI Usai Pemilu

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com