Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyintas Rohingya Minta Mahkamah Kriminal Internasional Bersidang di Asia, Apa Alasannya?

Kompas.com - 02/09/2020, 08:37 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

DEN HAAG, KOMPAS.com - Para penyintas dugaan genosida yang dilakukan pemerintah dan aparat militer Myanmar meminta agar Mahkamah Pidana Internasional menggelar persidangan kasus ini lebih dekat dengan lokasi kejadian.

Permintaan itu disampaikan melalui dua pengacara asal Australia yang bertindak atas nama ratusan penyintas Rohingya dalam persidangan di Mahkamah Kriminal Internasional (ICC).

ICC sedang mengadili tuduhan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang diduga dilakukan oleh pemerintah dan aparat militer Myanmar pada tahun 2017.

Baca juga: Debar-debar Pengungsi Rohingya

Ratusan ribu warga Rohingya, kelompok minoritas tanpa kewarganegaraan, sebagian besar Muslim, melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh selama kerusuhan.

Pemerintah Myanmar, yang dipimpin oleh pemenang Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, menghadapi tuduhan gagal menghentikan kekerasan sistematis yang dilakukan aparat keamanan untuk memusnahkan minoritas Rohingya.

Namun tuduhan ini telah dibantah oleh Pemerintah Myanmar.

Salah satu pengacara asal Australia Kate Gibson telah mengajukan mosi yang meminta ICC untuk menggelar persidangan di luar Eropa.

Apa yang mereka minta?

Kate Gibson yang mewakili pengungsi di Cox's Bazar di Bangladesh berharap pengadilan dapat menggelar beberapa atau sebagian persidangan di Bangkok, ibukota Thailand, atau di Bangladesh.

"Kami hanya meminta agar Mahkamah menyadari kesenjangan lebar antara warga Rohingya di pengungsian dengan Kota Den Haag [tempat Mahkamah bersidang]," ujarnya.

Baca juga: 7 Tahun Tinggal di Makassar, Satu Keluarga Pengungsi Rohingya Resmi Jadi Warga AS

"Menurut kami salah satu cara paling efektif mengatasinya adalah menjajaki kemungkinan ICC memindahkan persidangan ke lokasi yang lebih dekat dengan para penyintas," jelas Kate.

Menurut pakar hukum dari Sydney Law School Dr Rosemary Grey, para saksi dan korban sedang mengalami berbagai masalah, termasuk kesulitan keuangan, kurangnya dokumentasi, serta koneksi internet yang buruk.

"Agar keadilan bisa lebih dekat dengan orang Rohingya, maka ICC harus mendatangi mereka, bukan mereka yang mendatangi ICC," jelas Dr Rosemary Gray.

Sementara menurut Dr Emma Palmer, dosen Fakultas Hukum Universitas Griffith, jarak Kota Den Haag dengan para penyintas ikut berpengaruh pada cara mereka menjalankan persidangan.

"Para jaksa akan lebih mengandalkan perantara dari kelompok masyarakat sipil di lokasi kejadian yang akan mereka selidiki," kata Dr Emma.

Baca juga: Sempat Dikira Tenggelam, 26 Pengungsi Rohingya Ditemukan Sembunyi di Semak-semak

Asap hitam mengepul di banyak tempat di sebuah desa di negara bagian Rakhine, Myanmar, yang diyakini ada pembakaran rumah-rumah warga Rohingya. Warga korban pun hanya memandang sedih
AFP/Getty Images Asap hitam mengepul di banyak tempat di sebuah desa di negara bagian Rakhine, Myanmar, yang diyakini ada pembakaran rumah-rumah warga Rohingya. Warga korban pun hanya memandang sedih

Apa kata saksi korban?

Salah seorang saksi korban Muhammed Nowkhim berharap dapat memberikan keterangan di depan persidangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com