WELLINGTON, KOMPAS.com - Ayah dari Mucaad Ibrahim yang berusia 3 tahun, korban tewas termuda dari penembakan di masjid Selandia Baru, mengatakan kepada penembak putranya bahwa "keadilan sejati" akan menantinya di akhirat.
Aden Ibrahim Diriye yang kehilangan putra kecilnya tepat dihadapannya, memiliki pesan mendalam kepada sang tersangka penembakkan, Brenton Tarrant.
"Anda telah membunuh anak saya dan bagi saya itu seperti Anda telah membunuh seluruh Selandia Baru," pesan Diriye yang disampaikan oleh anggota keluarganya selama sidang hukuman untuk Tarrant pada Rabu (26/8/2020), seperti yang dilansir dari Reuters pada hari yang sama.
“Ketahuilah bahwa keadilan sejati menunggu Anda di kehidupan selanjutnya dan itu akan jauh lebih parah. Aku tidak akan pernah memaafkanmu atas apa yang telah kamu lakukan," lanjutnya.
Pria bersenjata bernama Brenton Tarrant, warga Australia berusia 29 tahun yang ditangkap oleh pihak berwajib karena aksi brutalnya yang membunuh 51 orang, dan melakukan percobaan pembunuhan terhadap 40 orang, serta satu tuduhan tindakan teroris yang ia lakukan secara live streaming di Facebook, pada 2019 silam, di kota Christchurch.
Hukuman atas tindakan brutalnya diagendakan akan diputuskan pada pekan ini oleh pengadilan.
Atas tindakkan pembunuhannya, Tarrant terancam hukuman seumur hidup tanpa mendapatkan pembebasan bersyarat, hukuman yang belum pernah digunakan di Selandia Baru.
Para korban selamat dan keluarga korban telah angkat suara di pengadilan pekan ini dan banyak yang mendesak hakim untuk menjatuhkan hukuman yang paling berat kepada Tarrant.
Diriye, seorang pengungsi dari Somalia yang pindah ke Selandia Baru 25 tahun lalu, mengatakan kepada pengadilan bahwa masa depan putranya telah dirampas.
“Dia dulu suka bermain polisi-polisian. Di rumah dia akan berlarian di sekitar rumah berpura-pura menjadi polisi dan memakai seragam polisi. Kami pikir suatu hari dia akan menjadi petugas polisi," kata Diriye dalam pernyataannya.
Baca juga: Korban Penembakan Masjid Selandia Baru Kisahkan Saat Setan Datang dan Membunuh Mereka
Tarrant yang mewakili dirinya sendiri tanpa pengacara, tidak berkomentar menjelang hukumannya, kata pejabat pengadilan pada Rabu.
Hakim pun memutuskan untuk penetapan hukuman akan ditunda hingga Kamis pagi.
Jaksa penuntut mengatakan kepada pengadilan bahwa Tarrant ingin menanamkan ketakutan pada orang-orang, yang dia gambarkan sebagai penjajah dan bahwa dia dengan cermat merencanakan serangan untuk menyebabkan pembantaian maksimal.
Sementara, siaran langsung oleh media dari ruang sidang dilarang.
Baca juga: Kelompok Bersenjata Tak Dikenal Tembak Aktris dan Juru Kampanye Hak Perempuan Afganistan
Sebagian besar korban Tarrant berada di masjid Al Noor, termasuk Mucaad Ibrahim.
Dia membunuh 7 orang di masjid Linwood.
Daftar korban penembakkan kemungkinan akan lebih tinggi, jika bukan karena Abdul Aziz Wahabzadah, yang keberaniannya dipuji oleh Hakim Pengadilan Tinggi Cameron Mander pada Rabu, karena ia telah menghadapi Tarrant di masjid Linwood.
Setelah tembakan terdengar di masjid, Aziz menyerang Tarrant di luar, melemparkan mesin kartu bank ke arahnya, dan melepaskan tembakan, ketika pria bersenjata itu kembali ke mobilnya, yang terdapat senjata bertenaga tinggi, amunisi, dan perangkat pembakar.
"Saya tidak ingin dia masuk ke dalam masjid karena saat itu ada 80-100 orang yang shalat," kata Aziz dalam pengadilan pada Rabu.
Baca juga: Teroris Penembakan Masjid Selandia Baru Hadapi Korbannya dengan Tampang Datar
Aziz berlindung, dan melewati mobil yang diparkir, untuk menghentikan Tarrant mendapatkan bidikan yang tepat sasaran.
Rencana Tarrant gagal, dia pergi dengan cepat dengan mobilnya dan ditahan dalam perjalanan ke masjid ketiga.
Ahad Nabi, yang kehilangan ayahnya yang berusia 71 tahun karena serangan itu, menatap sakit hati terhadap Tarrant.
Kemudian, memberikan pernyataan yang menggebu-gebu, menuntut agar Tarrant "tidak pernah bebas" atas tindakannya yang pengecut pada 15 Maret 2019.
“Kamu lemah, seekor domba dengan jaket serigala hanya 10 menit sepanjang hidupmu,” kata Nabi, mengacu pada penembakan Tarrant yang mengamuk.
Sara Qasem, putri dari korban Abdelfattah Qasem, mengatakan dia akan merindukan aroma masakan saus dari kebun ayahnya dan ingin mendengar ceritanya tentang "pohon zaitun di Palestina".
"Anda membuat pilihan di sini, pilihan yang sadar, bodoh, tidak bertanggung jawab, berdarah dingin, egois, menjijikkan, keji, jahat," caci Qasem, kepada Tarrant, yang duduk dan dikelilingi oleh petugas.
Baca juga: Sidang Terdakwa Penembakan Masjid Christchurch Brenton Tarrant Tak Boleh Disiarkan Langsung
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.