CHRISTCHURCH, KOMPAS.com - Teroris penembakan masjid di Selandia Baru memasang tampang datar ketika menghadapi korban-korbannya, dalam insiden 15 Maret 2019 lalu.
Dalam agenda pertama sidang vonis di Christchurch, jaksa penuntut mengungkapkan fakta mengerikan di mana Brenton Tarrant "ingin membunuh orang sebanyak mungkin".
Dengan si teroris duduk langsung di persidangan, korban yang akhirnya bertatap muka dengannya mengungkapkan kisah maupun rasa trauma yang dialami.
Baca juga: Teroris Penembak Masjid Selandia Baru Mengaku Ingin Bunuh Orang Sebanyak Mungkin
Di antaranya adalah bersembunyi di tumpukan mayat, memaaftkan Tarrant, hingga menceritakan harus hidup dengan suara tembakan terus berdengung di telinga mereka.
Di tengah sidang yang dijaga ketat, di mana terdapat penembak runduk (sniper) di atap pengadilan, sidang vonis dibuka dengan detil insiden 15 Maret 2019.
Saat itu, Brenton Tarrant menyerang Masjid Al Noor dan Linwood di Christchurch, di mana jemaah saat itu hendak melaksanakan Shalat Jumat.
Sebanyak 51 jemaah tewas dengan puluhan lainnya terluka. Aksi teroris itu sendiri dihentikan oleh mobil polisi ketika hendak menyerang lokasi ketiga.
Jaksa penuntut Barnaby Hawes menjeaskan bagaimana Tarrant terus menembaki korban, meski korban sudah memohon agar tidak dibunuh.
Dalam persidangan, Hawes menerangkan bagaimana Tarrant tanpa ampun tetap menembak bocah tiga tahun bernama Mucaad Ibrahim saat berada di kaki ayahnya.
Baca juga: Teroris Penembak Masjid Selandia Baru Tertawa saat Melakukan Aksinya
Tarrant mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan terorisme, di mana dia bakal mendapatkan hukuman seumur hidup.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.