WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Seorang pilot yang memiliki jam terbang pesawat tempur lebih dari 2.000 jam kalah dalam lima simulasi dogfight (pertempuran udara) melawan algoritma kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Simulasi tersebut diselenggarakan oleh Badan Proyek Penelitian Lanjutan Pertahanan Amerika Serikat (DARPA) bernama Air Combat Evolution (ACE) sebagaimana dilansir dari RT, Jumat (21/8/2020).
Dalam program ACE, DARPA mengadu AI yang dikembangkan oleh delapan perusahaan melawan satu sama lain, sebelum pemenangnya melawan pilot manusia dalam kompetisi uji coba Alpha Dogfight pada Kamis (20/8/2020).
Delapan perusahaan yang terlibat dalam pengembangan AI tersebut adalah perusahaan raksasa asal AS, Lockheed Martin.
Pilot berinisial Banger dari DC Air National Guard tersebut selalu kalah melawan AI dalam dogfight. Padahal jam terbangnya sangat mumpuni.
Baca juga: Taiwan Beli Jet Tempur F-16 dari AS, China Berang
Kontes dalam simulasi tersebut cukup sederhana, setiap pilot hanya diperbolehkan menggunakan senjata dari jet tempur yang bukan rudal.
Sementara AI dibatasi oleh keterbatasan fisik jet, tidak diwajibkan untuk mengikuti aturan dan prosedur Angkatan Udara untuk manuver dasar dan sudut serangan.
Hal itu memungkinkannya untuk menyerang Banger dari langit setiap saat. Ia juga mampu bereaksi lebih cepat dari pilot manusia.
The AlphaDogfight Trials have concluded! Congratulations to Heron Systems whose AI agent won the championship among the systems competitors and then beat our F-16 pilot in five straight simulated dogfights in the man-vs-machine finale. The event is here: https://t.co/MRvwUmpgj6 pic.twitter.com/ad47YvMe5Z
— DARPA (@DARPA) August 20, 2020
Justin Mock dari DARPA, mengomentari simulasi itu dan menyebut hasilnya sebagai "lompatan besar" untuk teknologi AI yang dikembangkan itu.
Yang lebih mengesankan adalah sebelum menang atas pilot manusia, AI yang menang mengalahkan tujuh pesaing lainnya, termasuk Lockheed Martin.
Baca juga: China dan India Kirim Jet Tempur Canggih ke Kawasan Sengketa di Ladakh
AI yang memenangi simulasi itu dikembangkan oleh Heron Systems.
Heron System dideskripsikan DARPA sebagai "bisnis kecil” milik wanita yang kurang beruntung yang berbasis di Maryland dan Virginia sejak 1993.
Pegembangan AI tersebut dilaporkan hanya memakan waktu satu tahun.
Selain Heron dan Lockheed Martin, pengembang AI lainnya ada Aurora Flight Sciences, EpiSys Science, Georgia Tech Research Institute, Perspecta Labs, PhysicsAI, dan SoarTech juga turut ambil bagian dalam kompetisi tersebut.
Pengelola Program ACE, Kolonel Daniel Javorsek, mengatakan bahwa pesawat terbang AI yang sepenuhnya otonom "masih jauh" untuk diterapkan.
Baca juga: Diserang Roket, Israel Balas Gempur Jalur Gaza dengan Jet Tempur
Javorsek menambahkan masih perlu satu dekade untuk menempatkan sistem AI yang bertanggung jawab atas F-16 atau F-15.
Dia mencatat bahwa AI itu lebih mungkin digunakan sebagai autopilot taktis canggih atau menjalankan sistem pesawat nirawak.
Gagasan tersebut memiliki mirip dengan film Stealth yang dirilis pada 2005.
ACE menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk mengotomatiskan pertempuran udara-ke-udara ke titik di mana pilot manusia tidak hanya mengendalikan jetnya tetapi juga segerombolan pesawat nirawak yang menyertainya.
Baca juga: Jet Tempur Rusia Cegat Pesawat Pengintai AS di Laut Hitam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.