BAMAKO, KOMPAS.com - Para tentara yang menggulingkan Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita mengatakan, mereka berencana membentuk pemerintahan transisi sipil dan mengadakan pemilihan umum baru.
Juru bicara tentara Mali mengatakan, mereka bertindak untuk mencegah negara itu jatuh lebih jauh ke dalam kekacauan.
Presiden Keita mundur pada Selasa (18/8/2020) malam waktu setempat, dengan berkata dia tidak mau ada "pertumpahan darah untuk membuat saya tetap berkuasa."
Baca juga: Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keïta Mundur Setelah Kena Kudeta, Apa Pemicunya?
Dewan Keamanan PBB mengecam "pemberontakan" itu, dan mendesak presiden serta para pejabatnya segera dibebaskan.
Semua pasukan harus "kembali ke barak mereka tanpa ditunda," kata Dewan Keamanan PBB yang dikutip BBC Kamis (20/8/2020).
Sementara itu Uni Afrika sepakat untuk menangguhkan Mali. Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 orang menyerukan "pemulihan tatanan konstitusional" dan pembebasan serta para pejabat pemerintah lainnya.
Mali yang luas negaranya membentang hingga Gurun Sahara adalah salah satu negara termiskin di dunia.
Negara yang beribu kota di Bamako itu sudah beberapa kali mengalami kudeta militer, dan sedang berjuang menahan gelombang serangan milisi juga kekerasan etnis.
Baca juga: Disandera Tentara Pemberontak, Presiden Mali Mengundurkan Diri: Apakah Saya Punya Pilihan?
Para prajurit yang menyebut diri mereka Komite Nasional Penyelamatan Rakyat, berkata mereka tidak ingin tetap berkuasa.
"Kami memperhatikan stabilitas negara, yang akan memungkinkan kami menyelenggarakan pemilu, agar Mali bisa melengkapi diri dengan lembaga-lembaga yang kuat dalam batas waktu yang wajar," kata juru bicara Kolonel Ismael Wague yang juga wakil kepala Angkatan Udara, dikutip dari BBC.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan