MOSKWA, KOMPAS.com - Pengumuman Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa negaranya jadi yang pertama menciptakan vaksin Covid-19 tak hanya dikecam ilmuwan.
Namun negara seperti Jerman serta Badan Kesehatan Dunia (WHO) meragukan dan mempertanyakan keamanan serta efektivitas obat itu.
Putin menyatakan, vaksin virus corona itu terbukti aman dengan salah satu putrinya berpartisipasi dalam proses injeksi tersebut.
Baca juga: Putin: Rusia Ciptakan Vaksin Corona Pertama di Dunia, Putriku Sudah Disuntik
Pernyataannya terjadi di tengah belum selesainya uji klinis, serta proses uji coba melibatkan 2.000 relawan yang baru digeber Rabu besok (12/9/2020).
"Pagi ini, untuk pertama kalinya di dunia, sebuah vaksin melawan virus corona baru telah didaftarkan oleh regulator kesehatan," kata Putin Selasa (11/8/2020).
Dilansir kantor berita AFP, vaksin Covid-19 itu diberi nama Sputnik V, mengacu kepada program luar angkasa di era Uni Soviet.
"Saya tahu ini cukup efektif, dan memberikan perlindungan berkelanjutan," kata dia menyikapi obat yang dikembangkan Institut Gamaleya.
Dia menerangkan putrinya yang menjadi relawan sempat mengalami kenaikan suhu tubuh setelah menerima suntikan kedua. "Hanya itu," paparnya.
Setelah Putin mengumumkannya, WHO melalui juru bicaranya, Tarik Jasarevis, menyatakan pihaknya tengah "berkoordinasi" dengan Rusia.
Baca juga: Inilah Nama Vaksin Virus Corona yang Diciptakan Rusia, Sputnik V
Dia mengatakan, badan kesehatan di bawah PBB tersebut bermaksud meninjau data efektivitas dan keamanan yang dikumpulkan Moskwa.
"Prakualifikasi vaksin mencakup tinjauan dan penilaian yang cermat atas semua data terkait keamanan dan kemanjuran," lanjut dia.
Jasarevic menjelaskan, setiap negara memang mempunyai badan regulator yang membeirkan lampu hijau penggunaan obat maupun vaksin di wilayah masing-masing.
Dia kemudian menerangkan posisi WHO adalah melakukan proses prakualifikasi tidak hanya untuk vaksin, melainkan juga bagi obat-obatan.
"Setiap perusahaan bakal mengajukan proses prakualifikasi dari WHO karena menjadi semacam cap kualitas," papar Jasarevic.
Untuk mendapatkan "stempel" ini, badan kesehatan di bawah PBB tersebut membutuhkan data efektivitas dan keselamatan yang dikumpulkan selama fase uji klinis.
Baca juga: Rusia Klaim Jadi Negara Pertama yang Ciptakan Vaksin Covid-19, Ini Kata WHO