Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TikTok: Mengapa Jadi Ancaman Keamanan di Sejumlah Negara?

Kompas.com - 09/08/2020, 15:47 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

Pengguna lain, termasuk kelompok LGBT dan pembuat konten yang bukan influencer, berada di platform itu untuk membuat konten informatif atau lucu untuk orang-orang yang berpikiran sama.

Pertumbuhan TikTok dan aplikasi saudaranya Douyin telah pesat.

Pada Juli tahun lalu aplikasi itu sudah memiliki satu miliar pengunduh di seluruh dunia, di mana 500 juta di antaranya adalah pengguna aktif. Setahun kemudian mereka memiliki dua miliar pengunduh dan sekitar 800 juta pengguna aktif.

Baca juga: Bersiap Blokir TikTok dan WeChat di AS, Trump Mulai Obok-obok Sektor Bisnis

TikTok dan politik

Pertumbuhan pesat aplikasi itu juga menarik perhatian para politisi. Apa makna dari aplikasi China yang begitu cepat menjadi bagian besar dari kehidupan modern?

Meskipun tuduhan itu tidak jelas, India dan AS khawatir TikTok mengumpulkan data sensitif dari pengguna yang dapat digunakan oleh pemerintah China untuk memata-matai.

Setiap perusahaan besar China dituding memiliki "sel" internal yang bertanggung jawab kepada Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa, dengan banyak agennya yang bertugas mengumpulkan rahasia.

India awalnya melarang TikTok pada April 2019, setelah pengadilan memerintahkan pencabutannya dari layanan pengunduh aplikasi, menyusul adanya klaim bahwa aplikasi itu digunakan untuk menyebarkan pornografi. Keputusan itu dibatalkan saat naik banding.

India kemudian melarang TikTok lagi, bersama dengan puluhan aplikasi milik China lainnya pada Juni 2020. Saat itu pemerintah India mengatakan telah menerima keluhan bahwa aplikasi itu "mencuri dan secara diam-diam mengirimkan data pengguna".

Baca juga: Apple, Facebook, dan TikTok Dikenai PPN 10 Persen Mulai 1 September

Pemerintah AS mulai meninjau platform itu secara nasional pada akhir 2019, setelah anggota parlemen dari Demokrat dan Republik mengatakan ada risiko dari aplikasi itu.

Baru-baru ini, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengklaim TikTok adalah satu dari sejumlah aplikasi China "yang menyerahkan langsung data ke Partai Komunis China".

Kantor Komisi Informasi Inggris dan badan intelijen Australia saat ini sedang menyelidiki aplikasi tersebut tetapi belum mengungkapkan apa yang mereka selidiki.

Tentu saja patut dicatat bahwa ada ketegangan dengan negara-negara ini.

AS berselisih dengan China terkait urusan perdagangan, pasukan India dan China terlibat dalam bentrokan perbatasan, dan Inggris menentang undang-undang keamanan baru di Hong Kong.

Apa yang TikTok lakukan dengan data masih diperdebatkan.

Baca juga: Pakai Hot Pants Saat Goyang TikTok, Polwan Ini Terancam Hukuman Berat

Kami tahu dari kebijakan privasinya bahwa TikTok mengumpulkan sejumlah besar data, termasuk:

  • Video apa yang ditonton dan dikomentari
  • Data lokasi
  • Model ponsel dan sistem operasinya
  • Ritme keystroke ketika orang mengetik

Terungkap juga bahwa TikTok membaca clipboard copydan paste pengguna, tetapi banyak aplikasi lain juga melakukan itu, termasuk Reddit, LinkedIn dan aplikasi BBC News, dan tidak ada kejahatan yang ditemukan.

Sebagian besar bukti menunjukkan pengumpulan data TikTok dapat dibandingkan dengan jejaring sosial lain yang haus data seperti Facebook.

Namun, tidak seperti saingannya yang berbasis di AS, TikTok mengatakan pihaknya bersedia untuk menawarkan transparansi, dalam tingkat yang disebutnya tak pernah dijangkau sebelumnya, untuk meredakan beberapa kekhawatiran tentang pengumpulan dan aliran data.

CEO baru TikTok, Kevin Mayer, seorang mantan eksekutif Disney di Amerika, mengatakan pihaknya akan mengizinkan para ahli untuk memeriksa kode di balik algoritmanya. Pernyataan itu sangat penting dalam industri di mana data dan kode dijaga ketat.

Baca juga: [POPULER GLOBAL] Arab Saudi Milik Umrah | Trump Ingin AS Dapat Bagian dari TikTok

"Kami tak akan serahkan data"

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com