Puluhan ribu orang turun ke jalan yang mengawali mundurnya Perdana Menteri Saad Hariri.
Aksi protes itu melibatkan semua sektarian, yang merupakan fenomena langka sejak perang saudara di Lebanon pada 1975-1989. Akibatnya, roda kehidupan Lebanon terhenti.
Baca juga: Karut-marut Beirut: Usai Dihantam Ledakan, Kini Diserbu Ribuan Demonstran
PM Hassan Diab yang baru diangkat kemudian mengumumkan Lebanon akan gagal menyicil utang luar negeri untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Dikatakannya, cadangan uang mata asing sudah mencapai tingkat "kritis dan berbahaya", lalu dana yang tersisa dibutuhkan untuk membayar barang impor vital.
Setelah kematian Covid-19 pertama dan lonjakan kasus, lockdown diberlakukan pada pertengahan Maret untuk mencegah penyebaran virus corona.
Di satu sisi itu meredakan aksi unjuk rasa, tetapi juga membuat krisis ekonomi makin parah dan menguak ketidakmampuan sistem kesejahteraan sosial Lebanon.
Banyak tempat usaha terpaksa memberhentikan staf atau mempekerjakan mereka tanpa dibayar; kesenjangan antara nilai pound Lebanon pada nilai tukar resmi dan pasar gelap kian melebar, dan bank pun memperketat kontrol modal.
Harga barang-barang semakin melambung, sehingga banyak keluarga tak mampu membeli kebutuhan pokok.
Baca juga: Istri Dubes Belanda Tewas dalam Ledakan Lebanon
Kesulitan ekonomi yang meningkat memicu kerusuhan baru. Pada April seorang pemuda ditembak mati oleh tentara dalam demo yang berlangsung ricuh di Tripoli, dan beberapa bank dibakar.
Sementara itu pemerintah akhirnya menyetujui rencana pemulihan yang diharapkan dapat mengakhiri krisis ekonomi, dan mendapat bantuan dari International Monetary Fund (IMF) untuk paket dana talangan senilai 10 miliar dollar AS (Rp 147,12 triliun, kurs Rp 14.700/dollar AS).
Kemudian saat lockdown dilonggarkan pada Mei, harga beberapa bahan makanan masih naik dan perdana menteri memperingatkan Lebanon berisiko mengalami "krisis pangan besar".
"Banyak orang Lebanon tidak membeli daging, buah-buahan, dan sayuran lagi, mungkin juga bakal sulit membeli roti," tulis Hassan Diab di Washington Post.
Baca juga: Ada 28 Orang Terluka Dibawa ke RS, dalam Protes Anti-Pemerintah Lebanon
Kebanyakan analis menunjuk pada satu faktor kunci, yakni sektarianisme politik atau kelompok yang menjaga kepentingan mereka sendiri.
BBC memberitakan, Lebanon secara resmi mengakui 18 komunitas agama, yakni 4 Muslim, 12 Kristiani, sekte Druze, dan Yudaisme.
Kursi pimpinan di tiga lembaga politik utama yaitu presiden, ketua parlemen, dan perdana menteri, dibagi antara tiga komunitas terbesar: Kristen Maronit, Islam Syiah, dan Islam Sunni menurut perjanjian sejak 1943.