Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hapus Twit yang Kritik China di Twitter, Universitas di Australia Picu Kontroversi

Kompas.com - 04/08/2020, 13:33 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

KENSINGTON, KOMPAS.com - University of New South Wales (UNSW) menerima kritik setelah menghapus unggahan di Twitter yang bernada kritis terhadap Beijing.

Unggahan tersebut sebelumnya menuai sejumlah reaksi online, sampai sempat diliput oleh media China.

Akun resmi Twitter UNSW pada Jumat (31/7/2020) mengunggah sebuah artikel berisi kutipan dari direktur Human Rights Watch Australia dan dosen hukum, Elaine Pearson.

Kutipan tersebut berbunyi, "Sekarang adalah momen penting untuk menyorotkan perhatian kepada situasi yang kian memburuk di Hong Kong".

Baca juga: Covid-19 Dijadikan Alasan Pemerintah Australia Tidak Tarik Pulang Pengantin ISIS dan Anak-anak Mereka

Beberapa jam setelahnya, muncul twit baru dari akun tersebut yang berbunyi, "Pendapat yang dikemukakan oleh akademisi kami tidak selalu mewakili pandangan UNSW."

"Kami memiliki hubungan yang panjang dan penting dengan China sejak 60 tahun yang lalu," bunyi unggahan tersebut.

"UNSW menyediakan lingkungan yang terbuka & inklusif & bangga menerima kehadiran mahasiswa yang datang dari lebih dari 100 negara."

Namun, akhirnya, kedua twit ini dihapus.

Baca juga: Marak Penculikan Virtual terhadap Pelajar China di Australia, Modus Penipu Mendapat Jutaan Dollar AS

Artikel yang dimuat di situs Hukum UNSW menyuarakan jika China membutuhkan tekanan internasional untuk mengakhiri kesalahan yang terjadi di Hong Kong, yang juga mengutip Elaine Pearson.

Elaine mengatakan, artikel tersebut sempat dihapus dari situs UNSW Sabtu (1/8/2020), namun sekarang bisa diakses kembali.

Mahasiswa China diketahui melaporkan tulisan ini kepada kedutaan China dan meminta agar pihaknya mendesak universitas tersebut untuk menghapus artikel dan unggahan yang berkaitan dengannya.

Elaine mengatakan sedang menunggu klarifikasi dari UNSW tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Melindungi hak asasi tidak kontroversial"

"Saya tidak menulis artikel itu... saya memiliki pandangan tentang apa yang terjadi di Hong Kong dan apa yang seharusnya dilakukan oleh komunitas internasional," kata Elaine.

"Pandangan ini jelas sekali menyinggung pendukung Partai Komunis China yang secara agresif dan beramai-ramai mendesak universitas untuk menghapus berita tersebut."

Baca juga: 3 sampai 4 Bulan Lagi Vaksin Covid-19 Tersedia di Australia Selatan

Elaine Pearson direktur Human Rights Watch di Australia mengatakan, China adalah pengganggu dan Australia harus menghentikannya.ABC INDONESIA Elaine Pearson direktur Human Rights Watch di Australia mengatakan, China adalah pengganggu dan Australia harus menghentikannya.
Tabloid Global Times, yang dikelola China, melaporkan penghapusan unggahan di Twitter tersebut "tidak membuat puas mahasiswa China" dan "mereka masih bernegosiasi dengan universitas, memohon permintaan maaf atas unggahan Twitter tersebut".

"Sangat mengkhawatirkan menyaksikan universitas Australia menyerah pada tekanan dan mengabaikan nilai kebebasan akademis dan berpendapat di kampus," ujar salah satu Senator dari negara bagian Victoria, James Paterson.

"UNSW sayangnya menjadi contoh bagaimana hubungan dengan Partai Komunis China menjatuhkan universitas (di Australia)."

Sementara Senator dari Partai Buruh, Tony Sheldon, mengunggah di akun Twitter-nya: "Bagaimana bisa @UNSW menyebut dirinya sebuah universitas dengan mengizinkan hal seperti ini terjadi? Di saat pendapat yang patut dihormati dari @PearsonElaine dan @hrw disensor, kita menghadapi masalah besar."

"Ini benar-benar adalah dampak buruk dari penyensoran yang dipaksakan sehingga artikel berdasarkan fakta tentang situasi mengerikan di Hong Kong, harus dihapus tanpa alasan yang jelas oleh @UNSW, atas dasar ketakutan," demikin unggahan lainnya dari wakil editor majalah Foreign Policy, James Palmer, di Twitter.

Dalam artikel tersebut, Elaine menyebut pengenalan hukum nasional kontroversial di Hong Kong sebagai "lonceng kematian bagi "sebuah negara dengan dua sistem".

Pernyataan tersebut merujuk pada sebuah sistem yang seharusnya memberikan otonomi lebih besar kepada Hong Kong, setelah kepemimpinannya diserahkan dari Inggris kepada China di tahun 1997.

Beberapa remaja ditangkap di Hong Kong di bawah hukum baru tersebut pekan lalu.

"Melindungi hak asasi manusia warga Hong Kong seharusnya tidak menjadi sesuatu yang kontroversial," katanya kepada ABC.

Baca juga: Heboh, Ikan Raksasa Berbentuk Aneh Terdampar di Pantai Australia

Dalam program Q&A di ABC pada Mei ia mengatakan, China adalah "pengganggu" dan pemerintah Australia harus menentangnya.

Ia "meminta universitas untuk memastikan adanya perlindungan yang kuat atas kebebasan akademik dalam menghadapi ancaman itu".

Kedutaan China maupun UNSW tidak menanggapi permintaan ABC untuk memberikan komentar.

UNSW memiliki ikatan kuat dengan China

Mahasiswa dari China berjumlah hampir seperempat dari total keseluruhan mahasiswa UNSW, sekitar 16.000 orang, di luar hubungan bisnis dan kerja sama penelitian universitas tersebut, yang kuat dengan China.

Sosiolog University of Sydney Salvatore Babones memperkirakan, 22 persen dari pendapatan UNSW diperoleh dari biaya kuliah yang dibawa siswa internasional asal China.

UNSW juga menjadi rumah dari apa yang dikenal dengan "Torch Innovation Precinct" pertama di luar China, yang diluncurkan oleh perdana menteri saat itu, Malcolm Turnbull, dan Perdana Menteri China Li Keqiang pada tahun 2016.

"Sejak tahun 1988, program Torch China telah berhasil menempatkan bisnis, universitas, dan organisasi penelitian di China dalam bidang sains dan teknologi untuk mendorong inovasi," kata siaran pers UNSW saat itu.

"Kemitraan ini adalah yang pertama di dunia dan memiliki potensi untuk memulihkan hubungan bilateral Australia-China dan meningkatkan sistem inovasi negara," kata Presiden dan Wakil Rektor UNSW, Ian Jacobs.

Laporan tahunan UNSW tahun lalu mengatakan, universitas ini telah menandatangani kontrak bernilai lebih dari 60 juta dollar Australia dengan 42 mitra China di bawah skema Torch sejak 2016.

Baca juga: Begini Shalat Idul Adha dengan Social Distancing di Australia

Presiden dan Wakil Rektor UNSW Australia Ian Jacobs menandatangani program kerja sama Torch Innnovation Precinct bersama mantan Perdana Menteri Malcolm Turnbull dan PM China Li Keqiang di Great Hall of the People di Beijing.DOK. UNSW via ABC INDONESIA Presiden dan Wakil Rektor UNSW Australia Ian Jacobs menandatangani program kerja sama Torch Innnovation Precinct bersama mantan Perdana Menteri Malcolm Turnbull dan PM China Li Keqiang di Great Hall of the People di Beijing.
Pada Juni 2018, universitas ini juga membuka UNSW China Center di Shanghai "untuk memperlihatkan kehadiran institusi ini di China dan selanjutnya membangun hubungan China-Australia".

Universitas ini juga merupakan rumah bagi Institut Konfusius yang didanai pemerintah China, yang dalam situs webnya tergambar sebagai "perwujudan harmoni lintas budaya".

UNSW baru-baru ini juga mengumumkan rencana memberhentikan 500 staf penuh waktu karena kekurangan dana sebesar 370 juta dollar Australia, terkait berkurangnya pendapatan siswa internasional karena pandemi virus corona.

Pada bulan Juni, Biro Pendidikan China memperingatkan warganya untuk tidak bepergian ke Australia karena meningkatnya "insiden rasis" selama pandemi.

Baca juga: Bencana Margasatwa Terburuk : Hampir 3 Miliar Binatang Terbunuh dalam Kebakaran Hutan di Australia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com